Pembahasan atau prediksi Jakarta akan tenggelam sebenarnya bukan tema baru lagi, karena pada beberapa tahun yang lalu sudah ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa Jakarta akan tenggelam.Â
Pada 2018, Wayan Suparta salah satu peneliti Perubahan Iklim memprediksi bahwa Jakarta akan tenggelam pada tahun 2025. Pada tahun yang sama, Prabowo Subianto dalam acara Indonesia Economic Forum yang digelar di Jakarta juga mengatakan hal yang sama. World Bank dan Delft Hydraulics pada 2018 juga mengeluarkan riset yang sama, bahwa Jakarta akan tenggelam pada tahun 2025.
Sedangkan pada tahun 2019, laporan dengan judul New Elevation data triple estimates of global vulnerability to-sea level rise and coastal flooding yang terbit dalam jurnal Nature Communications, mengatakan bahwa Jakarta dan kota lain di 7 negara (Asia) juga akan tenggelam pada tahun 2050.
Kabar di atas tentu bukan hal baru lagi bagi kita yang sudah pernah mendengar, sehingga ketika Presiden Amerika Serikat saat ini menyampaikan hal yang sama, seharusnya pemerintah sudah bisa melakukan pembelaan dengan berbagai upaya untuk meminimalisir tenggelamnya Jakarta.Â
Pembuatan tanggul raksasa misalnya, pembuatan tanggul itu seharusnya bisa dijadikan pembelaan oleh pemerintah. Inspeksi yang dilakukan oleh Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta pun bisa dijadikan pembelaan, Anies melakukan inspeksi ke banyak properti untuk memastikan bahwa mereka taat aturan.
Nah, bagi kalian yang masih bertanya tentang penyebab tenggelamnya suatu daerah seperti Jakarta, beberapa diantara disebabkan oleh pemanasan global yang ditandai dengan mencairnya es di kutub, eksploitasi air tanah yang menyebabkan menurunnya permukaan tanah, dan juga pembuangan limbah ke laut yang mengakibatkan pengasaman laut. Sedangkan pengasaman laut menyebabkan turunnya pH air laut, hal ini disebabkan karena reaksi antara Gas Rumah Kaca CO2 dan air laut.
Sebenarnya bukan hanya Jakarta yang diprediksi tenggelam, Kota Pekalongan dan beberapa wilayah pesisir di Jawa Tengah juga mendapatkan prediksi yang sama. Saya di sini akan berbicara sebagai salah satu warga Kota Pekalongan, atau bahkan warga lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama.
Sejak Saya kecil hingga berusia 23 tahun, tempat tinggal Saya (Kecamatan Pekalongan Barat) tidak pernah mengalami musibah air rob. Namun semakin lama, air rob semakin merambah ke lingkungan tempat tinggal Saya.Â
Bicara masalah banjir pun, lingkungan Saya biasa terkena banjir tetapi sifatnya "numpang lewat". Namun beberapa tahun belakangan, banjir semakin sering melanda tempat tinggal Saya, dan durasi banjirnya pun, jauh lebih lama. Kira-kira, apa penyebabnya?
Di daerah Pekalongan Utara (dekat pesisir) tadinya banyak lahan resapan air, namun lahan-lahan itu berganti menjadi kawasan perumahaan mewah, pusat perkantoran, dan juga banyak bermunculan bisnis properti yang lain.Â
Di Pekalongan Barat, tadinya ada hektaran area persawahan yang produktif, dulu sehabis pulang mengaji, Saya dan kawan-kawan suka mencari ikan di sana.Â
Namun saat ini sawah-sawah itu berubah menjadi genangan air, berubah menjadi perumahan, yang pada akhirnya semakin memperparah ketika hujan lebat tiba.
Di dekat rumah Saya, saat ini ada dua hotel bintang 3 dan 4, padahal dulunya lahan itu (sebelum dibangun hotel) merupakan tempat bermain Saya dan kawan-kawan sehabis pulang sekolah. Kira-kira, hubungannya apa pembangunan itu dengan banjir?
Eksploitasi air tanah dengan bertambahnya hotel, perumahan, pusat bisnis mengakibatkan air tanah berkurang. Yang artinya? Tentu akan terjadi penurunan permukaan tanah.Â
Bukan hanya itu, pendangkalan saluran irigasi dan sungai juga menjadi penyebab banjir, bagaimana tidak? Di kampung Saya peninggian jalan sudah dilakukan selama 4 kali, logikanya? Semakin tinggi jalan artinya kedalaman irigasi semakin bertambah.Â
Namun pada faktanya, semakin tinggi jalan, semakin tinggi pula lumpur yang ada di saluran irigasi, pendangkalan itulah yang menjadi salah satu penyebab semakin parahnya banjir ketika hujan lebat.
Limbah rumah tangga dan sifat buang sampah sembarangan pun, menjadi penyebab yang sama. Belum lagi limbah industri batik, semakin memperparah pencemaran air sungai. Parah, kan?Â
Tentu sangat parah dan memprihatinkan. Sedangkan upaya pemkot saat ini masih sebatas peninggian jalan dan pembangunan tanggul di pesisir. Ingin tahu proyek lain yang membuat Saya kecewa?
Di Kota Pekalongan (pesisir) akan dibangun wahana air terbesar di Indonesia, yang artinya proyek itu akan semakin memperparah abrasi, penurunan permukaan tanah, hingga tsunami akibat reklamasi. Namun begitulah, berkali-kali Saya melontarkan kritikan, tidak pernah direspon sekalipun.
Maka dari itu, masih panasnya prediksi "tenggelam" dan kesempatan Saya sebagai penulis, Saya kembali mengingatkan pemerintah Kota Pekalongan, Gubernur Jawa Tengah, dan daerah lain yang diprediksi akan tenggelam, untuk secepatnya memberikan solusi. Namun, bicara masalah solusi, ada salah satu solusi yang bikin Saya tertawa terbahak-bahak, yaitu soal transmigrasi.
Transmigrasi bukan solusi, tapi lari dari masalah. Pemerintah Kabupaten Pekalongan mengadakan program transmigrasi ke Pulau Kalimantan, bagi mereka yang bersedia ikut akan diberikan lahan seluas 2 hektar, uang, dan masih banyak lagi.Â
Bayangkan, saat ini lahan (hutan) di Indonesia semakin berkurang luasnya, dan akan diperparah dengan program transmigrasi, how funny is this? Bukan memperbaiki masalah namun lari dari masalah. Jika terus begini, akan sampai kapan hutan di Indonesia akan mengalami deforestasi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI