Pada kenyataannya perkembangan teknologi informasi saat ini, terutama media sosial tidak hanya membawa dampak baik, tapi juga membawa dampak buruk.Â
Perihal dampak buruk ini sering terjadi seperti bullying, tidak terkontrolnya perilaku individu dalam menyikapi sesuatu, dampak kejahatan seperti perdagangan manusia, pembobolan kartu kredit, hingga jual beli data pribadi juga banyak terjadi seiring berkembangnya teknologi informasi.
Satu pertanyaan yang selama ini cukup mengganjal yaitu, kenapa orang-orang di media sosial gampang sekali untuk marah? Mulai dari kasus Dayanan, survey microsoft, hingga yang terbaru soal salah satu warga Korea Selatan.
Saya tidak menyalahkan mereka yang "membela Indonesia", terutama yang menyangkut harga diri masyarakatnya. Yang Saya pertanyakan adalah soal perilaku netizen yang gampang untuk marah, sehingga menimbulkan perilaku bullying yang padahal, akan berimbas pada image ataupun penilaian soal sumber daya manusia kita oleh warga negara lain.
Lagi-lagi di sini Saya berbicara mengenai anger management, di mana seharusnya setiap orang dapat mengontrol kemarahan mereka. Imbas yang paling buruk dari kurangnya mengontrol emosi yaitu, mental kita dapat bermasalah yang akan berimbas juga dengan tindakan untuk melampiaskannya.Â
Dan ketika hal buruk sudah terjadi? Yang keluar dari mulut hanyalah permintaan maaf, mengaku khilaf, bla bla bla. Sedangkan yang bersangkutan tidak berani untuk menanggung konsekuensi, misalnya tersangkut pidana dengan pasal UU ITE.
Saya tidak akan menjelaskan apa itu anger management berulang kali, kalian bisa membaca tulisan Saya melalui link ini. Dan kenapa Saya lagi-lagi membahas soal anger management? Karena menurut Saya, jika setiap orang dapat mengontrol emosi/kemarahan, kehidupan akan jauh lebih baik.Â
Tidak lagi ada yang namanya pembunuhan, bullying, atau bahkan perang karena pengambilan keputusan yang tidak tepat yang disebabkan kurangnya mengontrol emosi/kemarahan.
Dalam kasus viral yang terbaru, ada seorang warga negara Korea Selatan berkata bahwa orang-orang Korea Selatan lebih tinggi ketimbang orang Indonesia. Dampak dari ucapannya pun membuat netizen Indonesia kembali marah, walau pada kenyataannya kalimat itu sangat bias.Â
Mungkin maksudnya postur orang Korea Selatan lebih tinggi dari orang Indonesia, mungkin juga perekonomian mereka lebih tinggi GDP-nya dari negara kita, atau mungkin juga kualitas SDM mereka lebih tinggi dari Indonesia.
Lagian, pernyataan satu orang warga asing tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral antar negara, tidak akan membuat warga Korea Selatan yang lain ikut menghina Indonesia, tidak akan membuat perang dunia ketiga terjadi.
Malah sebaliknya, sikap netizen Indonesia yang gampang marah akan menyebabkan semakin terbelakangnya kualitas sumber daya manusia negara kita, akan memunculkan stigma negatif dari penduduk negara lain, bahkan yang lebih parah, bisa saja ada orang luar dengan kepentingannya memanfaatkan orang Indonesia untuk menyerang kompetitornya.
Ada banyak sekali hal yang bisa terjadi jika kita tidak bisa mengontrol emosi/kemarahan, karena dalam probabilitas statistika, variabel kejadian menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi kemungkinan.Â
Teori soal peluang pertama kali digunakan pada abad ke-17 untuk mengenali gagal dan berhasilnya pada permainan dadu atau kartu. Dan teori ini juga berlaku bagi mereka yang berkepentingan, entah itu yang berkaitan dengan perang dagang atau semacamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H