Bicara masalah dunia per-ghosting-an, sebenarnya ini adalah yang sepele namun banyak orang salah mengartikan ketika ada seseorang yang sedang dekat dengan kita. Banyak orang di luar sana merasa percaya diri, ketika ada orang yang perhatian kepada kita, maka timbullah persepsi sesat jika orang itu "punya rasa" kepada kita.Â
Sebenarnya Saya sendiri sudah muak bicara soal cinta, karena pengalaman Saya terdahulu tidak begitu menyenangkan. Saya pernah ditinggal nikah oleh pacar Saya, hanya karena Saya mempunyai pendirian kalau Saya tidak akan menikah dalam waktu dekat.
Berangkat dari pengalaman pahit itu pun Saya menyadari, bahwa apa yang Saya rasa tidaklah nyata. Karena "sakit hati" tercipta dari olah pikir kita sendiri, yang justru membuat kita semakin terpuruk karena belum bisa menerima sebuah kenyataan.
Selepas dari kejadian itu, akhirnya Saya mulai membatasi diri, mulai menanamkan sugesti bahwa "yang peduli belum tentu punya rasa cinta, bisa saja kepedulian itu hanya sebatas sahabat/saudara." Pengalaman pahit itu juga tidak membuat Saya berubah menjadi pelaku ghosting, karena Saya tahu bagaimana rasanya terluka.
Dalam tulisan kali ini Saya akan membagikan tips agar tidak menjadi korban ghosting, dan juga tips untuk move on dari pelaku ghosting.
Bagaimana sih agar tidak menjadi korban ghosting? Yang pertama kita harus sadar, bahwa bentuk kepedulian tidak selamanya diartikan sebagai cinta. Karena ketika seseorang peduli dengan terjadinya percakapan secara masif, bisa saja kepedulian itu karena kita sudah dianggap seperti saudara sendiri, atau kita adalah teman yang baik dalam mendengarkan. Kita harus menyadari hal itu, karena dengan begitu kita bisa menjaga pikiran kita agar tidak terlalu baper.
Yang kedua, jika kita menemui seseorang yang sering memberi kita perhatian, sikap terbaik yang perlu diambil adalah dengan bersikap biasa saja. "Sikap biasa saja" itu bukan berarti kita acuh, tetapi lebih ke sikap waspada agar kita tidak menjadi korban ghosting.
Yang ketiga, kita harus membatasi diri. Misalkan gini, katakanlah ada orang yang sedang dekat dengan kita, maka cara terbaik untuk menyikapinya adalah dengan memberikan batasan, seperti membatasi topik percakapan hingga membatasi waktu obrolan. Karena sadar atau tidak, sesering kita ngobrol dengan lawan jenis, akan menimbulkan sebuah "rasa". Yang ditakutkan adalah, bagaimana jika rasa yang timbul di diri kita tidak sesuai ekspektasi? Tentu rasanya akan berubah menjadi menyakitkan.
Sedangkan tips untuk move dari pelaku ghosting adalah, yaitu dengan menerima kenyataan atau berdamai dengan kenyataan. Kita harus menerima bahwa orang itu hanya menganggap kita sebagai teman, kita harus menerima jika suatu saat orang itu tidak lagi menyapa kita, kita harus menerima jika suatu saat orang itu mempunyai kekasih pilihannya sendiri.
Cara yang lain adalah dengan tidak memikirkannya, karena dengan begitu tidak akan timbul rasa sakit hati. Ada banyak sekali aktivitas yang bisa kalian lakukan untuk mengalihkan perhatian, jadikan aktivitas itu sebagai kesibukan agar sosoknya lambat laun menghilang. Dan yang lebih ekstrim, kalian boleh saja mengingat kesalahannya atau kejelekannya agar timbul rasa benci sesaat untuk tidak larut dalam kesedihan.
Tapi menurut Saya, cara terbaik untuk move on adalah dengan merelakan. Kita harus ikhlas melepasnya dengan berpikir, "untung masih sebatas pendekatan, belum sampai ke tahap pernikahan." Sugesti semacam itu sangat berguna untuk memperbaiki mental kita, karena dengan begitu kita akan terlepas dari jerat yang namanya "sakit hati".
Nah yang terakhir, bagaimana jika kasusnya sudah berpacaran bertahun-tahun tapi tidak jadi menikah? Jawabannya adalah, berdamai dengan kenyataan.
Di awal sudah Saya ceritakan tentang Saya yang ditinggal nikah, walau sudah berpacaran hampir tiga tahun. Memang, awalnya Saya sedih, galau, kecewa, tapi itu hanya sesaat. Apa yang membuat Saya bangkit? Saya menganggap bahwa dia bukan jodoh Saya, bahwa masih banyak wanita lain, bahwa Saya masih mempunyai mimpi yang harus dicapai, bahwa kehidupan ini tidak akan kiamat walau Saya ditinggal nikah. Saya juga menerima dan berdamai dengan kenyataan, bahwa dia menemukan sosok yang lebih baik dari Saya, bahwa mungkin memang inilah fase yang harus Saya lalui.
Kehidupan tidak akan berhenti walau dia berkhianat. Rasa sakit hati hanyalah perasaan sesaat yang bisa diakhiri, yaitu dengan tidak mengingat memori-memori tentang dia, meskipun memori itu sangat indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H