Setelah sampai di kos, Aku membangunkan Alta yang sedang tidur untuk lekas menyantap bubur kacang ijo yang Aku beli. "[Mengusap rambutnya] Wake up my lil bro", ucapku. "[Membaringkan tubuh di kasur] Bangun Ta, Kay bawain bubur kacang ijo tuh", lanjutku. Dia pun akhirnya bangun, tapi nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. "[Memandangiku] Wait a moment", jawabnya. "[Membuka dompet, memberikan kartu atm] Ntar ambil 2 juta, buat bayar tunggakan kuliahmu", ucapku. "[Menerima kartu atm] Katanya gak punya uang?", tanya Altair. "Kay abis kerja kan semaleman? Itu buat kamu bayar kuliah", jawabku. "Kay capek banget, ntar kalau mau keluar pintunya kunci aja", lanjutku.
Altair yang melihatku kelelahan, ia bangun dari tempat tidurnya dan memijiti kakiku, tanganku, dan juga kepalaku. Aku hanya bisa tersenyum melihat perhatian yang diberikan oleh Altair. "Lu kerja apaan sih kak?", tanyanya. Aku tidak berani menjawab pertanyaan yang mengerikan itu, karena Aku tidak ingin Altair membenciku jika tahu kalau Aku bekerja sebagai pelacur pria. "Nanti suatu saat Kay bakal kasih tau, tunggu saat yang tepat", jawabku. Pijitan Altair terasa enak, tak terasa Aku tertidur dengan cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H