Yup. Tanpa adanya pemikiran yang radikal, negara ini tidak akan pernah merdeka. Maka dari itu, mispersepsi mengenai radikalisme Saya angkat dalam artikel kali ini. Karena Saya ingin kalian semua tahu, bahwa radikalisme bukan suatu pemikiran yang buruk.
Kemudian, terorisme merupakan bentuk serangan terhadap sebuah otoritas atau wilayah atau negara yang bertujuan untuk memberikan tekanan kepada orang/sekelompok orang/negara, sehingga efek dari teror itu mampu memberikan rasa takut kepada pihak yang dituju.
Menurut US Department of Defense tahun 1990, Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau ideologi (wikipedia).
Ketika kita sudah mengerti definisi dari radikalisme dan terorisme, akhirnya kita mengetahui bahwa radikalisme dan terorisme merupakan dua hal yang berbeda. Sehingga akan terasa aneh, jika masih saja ada orang yang menyamakan antara keduanya. Secara esensi dan tujuan pun, keduanya berbeda.
Yang terakhir, separatisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, sebuah paham atau gerakan untuk memisahkan diri dari sebuah negara. Sedangkan menurut Abdul Qadir Djaelani, Abdul Qodir Djaelani, separatisme adalah suatu gerakan yang bersifat mengacau dan menghancurkan yang dilakukan oleh gerombolan pengacau yang bertujuan untuk memisahkan diri dari ikatan suatu negara.Â
Kalian bisa menyaksikan sendiri dalam berita yang terjadi, dengan kasus-kasus seperti di Sigi, Petamburan, dan juga Papua Barat, banyak orang membandingkan tiga peristiwa itu dengan menggunakan istilah terorisme. Padahal sebenarnya, yang terjadi di Sigi merupakan bentuk terorisme. Sedangkan di Papua Barat, merupakan bentuk separatisme. Tapi soal Petamburan? Kita belum memasukkannya ke terorisme maupun separatisme, karena selama ini mereka hanya "mengaung" disertai aksi demo berjilid-jilid.
Jika kalian bertanya, apa penyebab mispersepsi itu? Saya hanya bisa menjawab, degradasi definisi radikalisme disebabkan oleh propaganda Orde Baru yang kemudian dilanjutkan oleh pihak "cebong" serta "kampret", sehingga banyak masyarakat salah paham dalam mengerti apa itu radikalisme yang sebenarnya. Hal itu lagi-lagi disebabkan oleh politik identitas di antara keduanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H