Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Awas! Kesalahan Berpikir Bisa Berakibat Fatal

20 Oktober 2020   17:31 Diperbarui: 20 Oktober 2020   17:38 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada satu statement lagi yang unik, ketika Saya mencoba untuk menjelaskan tentang "pekerja murah" kepada salah satu netizen. Tulisan ini masih berhubungan dengan artikel Saya yang berjudul "Kesalahan Berpikir Masyarakat Pekerja di Indonesia", yang bisa kalian baca terlebih dahulu pada laman Kompasiana. 

Ketika Saya menyoal upah pekerja di Indonesia yang murah, orang itu mengeluarkan pernyataan "mau diupah kecil, kita harus bisa menerima. Honorer contohnya, yang diupah di bawah 1 juta rupiah, tapi masih bisa melanjutkan hidup." Jujur, Saya kontra terhadap pernyataan itu.

Sebelumnya, mari Saya bahas terlebih dahulu tentang konsep hidup "nrima ing pandum". Falsafah ungkapan narima ing pandum diartikan oleh masyarakat Jawa sebagai sikap penerimaan secara penuh terhadap berbagai kejadian pada masa lalu, masa sekarang, serta segala kemungkinan yang bisa terjadi pada masa yang akan datang. Falsafah yang dimaksud, tentunya dalam konteks "upah murah" dalam diskusi kami.

Falsafah ungkapan sikap nrima ing pandum mengajarkan kita semua sebagai manusia di dunia untuk senantiasa bersyukur serta sabar dalam menerima berbagai macam cobaan kehidupan (bebendhu). 

Apapun yang dihadapi, suka atau tidak, hadapilah dengan sikap menerima karena saat diri kita menerima, kita akan mendapatkan ketenteraman serta kemampuan menyesuaikan diri terhadap dinamisasi kehidupan yang kemudian melahirkan kebahagiaan (kemendikbud.go.id).

Dalam konteks yang luas, falsafah itu memang benar dan sangat bijak untuk diimplementasikan dalam kehidupan manusia. Jika dalam kacamata spiritualism, falsafah itu mempunyai arti yang sama dengan "berdamai dengan kenyataan".

Falsafah itu bukan hanya sekedar ungkapan semata, namun arti dan dampaknya sangat nyata jika kita rasakan. Nrima ing pandum maupun berdamai dengan kenyataan, mempunyai andil dalam stabilitas alam bawah sadar manusia. 

Ketika seseorang sudah menerima sebuah fakta tanpa mempermasalahkannya lagi, pikiran orang itu tidak akan stress, tidak akan ada lagi yang namanya tekanan psikis. Tentu hal itu akan berkaitan dengan semakin terjaganya daya imun tubuh kita.

Tapi mari kita bahas falsafah itu dengan "pekerja murah", terutama dengan gaji yang diterima oleh seorang guru honorer. Benarkah dengan gaji di bawah 1 juta, honorer tersebut dapat mengcover seluruh kebutuhannya? Saya yakin 100%, jawabannya adalah tidak. 

Ketika seorang pekerja "nrima ing pandum" gaji di bawah 1 juta, itu merupakan sikap konyol yang seharusnya tidak bisa diterima. Karena apa? Gaji yang kita terima haruslah mampu mengcover kebutuhan hidup kita selama sebulan penuh. Maka dari itu, Saya sangat kontra dengan pernyataan lawan diskusi Saya soal nrima ing pandum pada konteks gaji seorang honorer.

Saya sendiri kebetulan mendapatkan kepercayaan untuk mengatur urusan dapur, ketika Saya berada di luar kota. Hari pertama Saya diberi uang sebesar 50 ribu rupiah, dan, Saya pun memutar otak agar uang itu mampu menyediakan kami makanan selama 3 hari. 

Akhirnya Saya membeli cabai, bawang merah, bawang putih, beras 2 liter, ikan asin 1 ons, yang total belanjaannya sebesar 49 ribu rupiah. Dalam lingkungan Saya tinggal, terdapat sebidang kebun yang bisa dipanen sayurannya guna keperluan dapur. Karena jika hanya dengan 1 ons ikan asin, tentu tidak akan cukup hingga 3 hari.

Uang 50 ribu rupiah untuk 3 hari, berarti dalam sebulan harus mengeluarkan uang sebesar 500 ribu rupiah. Belum lagi ditambah dengan biaya lain-lain seperti membeli air galon isi ulang, bayar listrik, air pam, beli kopi serta makanan ringan. 

Uang sebesar 1 juta tidak akan mampu mengcover kebutuhan hidup selama sebulan, dan itu fakta. Belum lagi jika penerima gaji sudah berkeluarga, bahkan menyewa sebuah kamar. Apakah gaji 1 juta dapat mengcover kebutuhan hidup mereka? Tidak, tidak akan bisa.

Seorang honorer mampu untuk bertahan hidup atau survive, tentunya tidak hanya mengandalkan gaji sebagai guru honorer. Saya bahkan sangat yakin, mereka mempunyai pekerjaan sampingan, atau usaha sampingan guna mengcover kebutuhan hidup mereka. Maka dari itu, Saya dengan tegas menolak falsafah nrima ing pandum dalam konteks gaji seorang guru honorer.

Orang-orang banyak yang mencibir aksi menolak Omnibus Law, aksi May Day. Padahal, kesepakatan di dalamnya, menyangkut gaji serta hak yang akan diterima oleh orang-orang itu di masa yang akan datang. 

Karena pada fakta yang lain, bahwa setiap tahun, harga kebutuhan pasti akan naik. Jika harga kebutuhan naik tapi gaji tidak naik, bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan hidup selama satu bulan?

Orang-orang (buruh) banyak yang tidak sadar, bahwa sampai saat ini, kita masih dijajah oleh pemodal karena buruh di Indonesia merupakan buruh dengan upah yang murah. 

Namun anehnya, banyak orang (buruh) tidak sadar, jika tenaga mereka sedang dieksploitasi habis-habisan oleh pemodal. Mulai dari jam kerja, jobdesk, dispensasi, hingga gaji yang tidak dapat mengcover hidup selama satu bulan. Persoalan ini bukan hanya terjadi kepada mereka yang berUMK 2 juta rupiah, tetapi juga terjadi kepada mereka yang berUMK 4 juta rupiah.

Saya mempunyai mantan teman kerja, dia bercerita bahwa gajinya yang di atas 4 juta rupiah masih belum bisa mengcover kebutuhan hidup dia selama satu bulan. Kiranya, apa yang membuat ia mengeluh? Selain harus memenuhi kebutuhan pribadinya, ia masih mempunyai tanggung jawab moral, yaitu dengan memberi sebagian kecil gajinya kepada orangtuanya.

Lihatlah, cernalah. Permasalahan gaji dalam sosio culture negara kita, bahkan di negara lain teramat kompleks. Maka dari itu Saya ingin menegaskan, bahwa sejatinya perkara gaji ini merupakan perkara yang tidak bisa disepelekan. 

Namun sayangnya Pemerintah melalui UU Omnibus Law, lebih membela kepentingan investor atau pemodal dengan dalih "menambah pemasukan negara" dan "menciptakan lebih banyak lapangan kerja". 

Mereka yang duduk di kursi pemerintahan memang sejahtera, karena mereka memiliki tunjangan yang berlimpah. Sedangkan kita sebagai rakyat kecil? 

Apa gunanya banyak lapangan kerja, jika perihal upah saja tidak mampu mengcover kebutuhan hidup kita selama sebulan? Padahal upah/gaji merupakan salah satu instrumen paling vital bagi kita (buruh).

Falsafah "nrima ing pandum" memang baik dan bijak. Tapi kita tidak boleh salah menempatkan falsafah itu dalam apapun yang kita terima sebagai buruh. Karena dampaknya akan sangat fatal, dan justru menguntungkan pemilik modal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun