Jika terjadi kerusakan di Pura ini atau Pure ini hendak di renopasi di lakukan dengan cara gotong royong. Dulu ada sebuah piagam tentang pure ini tetapi piagam tersebut di bawa oleh Belanda sehingga piagam yang ada di Pure Lingsar ini tidak asli atau bentuknya lain. Dedare sasak pada zaman dahulu belum memiliki pakaian dedare sasak tersebut tidak menggunakan baju sambil membawa periuk.
           Sistem keamanan dan penjaga pure adalah satu orang dari dinas purbakala, sedangkan untuk pemangkunya hanya bertugas memegang kunci dan mendaoatkan penghasilan dari para pengunnung atau tamu. Belum ada perhatian yang besar dari pememrintah.
Untuk orang-orang yang berjualan di Pure ini , atau pedagang-pedagang yang ada di pure ini sudah mendapatkan izin, tradisi orang terdahulu yaitu izin dari orang tuanya yang terpenting adalah menjaga kebersihan pura.
Ada beberapa tempat di Pura ini di sudah di renovasi karena kerusakan tapi setelah di renovasi tidak sesuai dengan aslinya, itulah yang menjadi tempat kesalahannya. Jangan disamakan anatara kebudayaan Bali dengan kebudayaan Lombok dari segi bangunannya. Misalnya dengan membuatkan sebuah candi di Pura ini yang merusak keaslian dari pura ini, inilah salah dari pemerintah desa yang memberikan izin, yang dulunya di Pura ini tidak ada yang bangunan yang menggunakan batako sekarang menjadi ada. Bangunan yang benar-benar masih terjaga keasliannya yaitu di gerbang pintu masuk Pura.
Di pura lingsar ini tidak pernah terjadi konflik karena toleransi yang sangat tinggi dan kuat. Lingsar itu memiliki arti Ling itu dalam bahasa sasak artinya ongkat (suara) dan Sar itu dalam bahasa sasak yang artinya Aiq (aiq) jadi lingsar itu dapat diartikan sebagai suara air yang dalam bahasa sasak disebut Ongkat Aiq.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H