5. Pakistan - Shaukat Tarin - Finance Minister
Shaukat Tarin memegang satu perusahaan lepas pantai, yakni Triperna Inc., sementara tiga anggota keluarganya juga memegang tiga lainnya bernama Hamra Inc., Moonen Inc., dan Seafex Inc. Menurut Pandora Papers, keempat perusahaan tersebut terdaftar di Seychelles pada tahun 2014 untuk memegang investasi.Â
Berdasarkan dokumen, keempat perusahaan tersebut dikelola oleh Tariq Fawad Malik, seorang konsultan keuangan yang berbasis di Dubai, yang menerima catatan perusahaan dan mengelola korespondensi.Â
Menurutnya, perusahaan-perusahaan itu didirikan sebagai bagian dari tujuan investasi keluarga Tarin di sebuah bank Saudi. Malik mengatakan kepada ICIJ bahwa sebagai prasyarat wajib oleh regulator, Malik, Tarin dan ketiga saudaranya terlibat dengan Bank Sentral Pakistan untuk mendapatkan persetujuan untuk investasi strategis tersebut.
Di Indonesia sendiri, Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum, Bhima Yudhistira mulai mendesak pemerintah segera membentuk satuan tugas khusus di kementerian atau lembaga manapun untuk mengusut dugaan penggelapan pajak setelah beredarnya Pandora Papers.Â
Nama Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Maritim dan Investasi, dan Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian, disebutkan dalam Pandora Papers di antara 35 kepala negara, 330 politisi, dan 130 elit super kaya dari luar negeri. 200 negara yang asetnya dikendalikan di surga pajak. Tentu saja, hal ini akan mengaitkan dengan penggelapan pajak di Indonesia.Â
Penggelapan pajak di dalam Pandora Papers berkontribusi terhadap rendahnya tarif pajak Indonesia. Untuk kasus penggelapan pajak ini, pengusaha mengambil sumber daya alam dari Indonesia, tetapi hasilnya dibawa  ke luar negeri dan tidak disimpan di dalam negeri.Â
Wajib pajak badan yang seharusnya membayar pajak penghasilan dengan tarif 25 persen, tetapi  di Bahama misalnya, karena negara ini tidak memungut pajak sama sekali, menyebabkan negara akan  kehilangan pendapatan dalam jumlah besar.
Selain Luhut Binsar Pandjaitan dan Airlangga Hartanto yang terungap masuk ke dalam Pandora Papers, di luar dokumen tersebut di Indonesia sendiri sudah banyak adanya penggelapan pajak yang terjadi. Salah satu contohnya adalah kasus penggelapan pajak atas inisial IK yang terjadi bulan Juli 2021 di Denpasar.Â
Terdakwa dijatuhi hukuman dua setengah tahun penjara dan denda Rp4,5 miliar dalam sidang daring oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Dalam putusan Hakim.Â
Pengusaha advertising asal Malang, Jawa Timur ini terbukti melakukan penggelapan pajak senilai Rp 2,28 miliar. IK adalah pemilik dan pengelola sejumlah website yang menawarkan iklan sekaligus bagi hasil pengunjung dengan menawarkan pembelian slot iklan dengan cara membayar melalui pembayaran nontunai, salah satunya melalui Bitcoin dan Paypal.Â
Tindak pidana IK di bidang perpajakan terdiri dari dengan sengaja menyampaikan SPT Tahunan PPh dan/atau keterangan tahun pajak 2015 yang  tidak akurat atau tidak lengkap. Selama periode itu, penghasilan terdakwa  dari pengelolaan website mencapai Rp 7 miliar. Dari penghasilan tersebut, terdakwa hanya membayar pajak sebesar Rp 486.000 yang dilaporkan ke KPP Pratama Denpasar Timur. Akibat tindakan tersebut, IK merugikan penerimaan negara sebesar Rp 2,28 miliar.Â
Gugatan terdakwa diajukan oleh Penyidik Pelayanan Publik (PPNS) Departemen Perpajakan Bali. Apabila terdakwa tidak dapat membayar denda dalam waktu satu bulan, jaksa dapat menyita barang milik terpidana. Selain itu, apabila harta tidak mencukupi untuk meng-cover, akan diganti dengan 4 bulan penjara.
KESIMPULAN DAN SARAN