Surat itu tak sempat dibalas karema Roem meninggal dunia pada 24 September 1983. Jelas, Pak Roem tak sempat membalasnya. Sepuluh tahun setelah suratnya ke Pak Roem terhenti, nama Cak Nur kembali mewarnai panggung politik. Kali ini bukan lantaran pernyataanya, namun karena dia maju konvensi calon presiden dari Partai Golkar. Konvensi itu digelar untuk mencari calon presiden yang akan diusung oleh Partai Golkar.
Di tengah maju konvensi Partai Golkar, Cak Nur pernah meminta dukungan kepada Partai Keadilan (kini menjadi Partai Keadilan Sejahtera) untuk maju sebagai calon presiden di Pemilu 2004. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (17/3/2018).
Saat meminta dukungan itulah, Hidayat Nur Wahid mempertanyakan pernyataan Cak Nur, 'Islam Yes, Partai Islam No'. Kepada Nurcholis Madjid, Hidayat bertanya, "Bagaimana Anda meminta dukungan dari kami yang partai Islam, sementara Anda pernah mengatakan, Islam Yes Partai Islam No?".
Di situlah, kata Hidayat, Cak Nur mengoreksi pernyataanya menjadi 'Islam Yes, Partai Islam Yes'. Hidayat dan sejumlah petinggi Partai Keadilan saat itu sempat kaget. Namun kemudian Cak Nur memberikan penjelasan. Kalimat, "Islam Yes Partai Islam No" muncul tahun 1970 saat kondisi partai Islam belum bisa menjadi wahana aspiratif dan harapan bagi masyarakat.
Ketika itu Partai Islam belum bisa mengemas secara apik bahasa agama ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang plural. Tapi begitu Cak Nur melihat PK yang ketika itu kelahirannya dibidani oleh tokoh-tokoh lulusan Eropa dan Timur Tengah, paradigmanya soal Partai Islam berubah. Sehingga selain dari konvensi Golkar, dia pun coba meminta dukungan dari PK untuk maju sebagai calon presiden 2004. Cak Nur kemudian memilih mundur dari konvensi Golkar dan tak pernah lagi maju sebagai calon presiden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H