Mohon tunggu...
Hari Listrik Nasional PLN
Hari Listrik Nasional PLN Mohon Tunggu... Karyawan -

Akun resmi yang menayangkan hasil artikel pegawai PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero dalam kegiatan blog competition "Kerja Nyata Terangi Negeri". Email: hln71@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersedia Ditempatkan di Mana Saja

26 Oktober 2016   16:20 Diperbarui: 27 Oktober 2016   10:44 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalkan, nama saya Eko Ardilles. Saya baru saja menjadi pegawai di PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat dengan Surat Keputusan per tanggal 1 Februari 2016. Dari 34 provinsi dan ribuan kecamatan di seluruh Indonesia yang menjadi lingkup kerja PT PLN (Persero), saya ditempatkan di sini, Wilayah Kalimantan Barat, yang berkantor di Pontianak. Dengan lokasi penempatan ini, saya tidak bisa mengatakan saya tidak beruntung, begitu jugasebaliknya.

Dilihat dari lingkup kerjanya, Wilayah Kalimantan Barat membawahi empat Area dan satu Sektor. Keempat Area dan Sektor ini membawahi rayon-rayon atau unit-unit, lalu rayon atau unit membawahi sub-sub rayon (bila ada). Melalui tulisan ini, saya ingin menceritakan sedikit kisah saya saat berkunjung ke Sub Rayon Tanjung Satai atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Tanjung Satai dan Sub Rayon Semitau atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Semitau yang baru saja saya lakukan dalam dua bulan terakhir.

Saya melakukan kunjungan ke PLTD Tanjung Satai pada Senin sampai Selasa, 26-27 September 2016. Adapun tujuan kunjungan ini ialah untuk mempersiapkan PLTD Tanjung Satai dalam mengikuti lomba Hari Listrik Nasional (HLN) ke-71, dan sekaligus juga untuk melihat unjuk kerja mesin secara langsung.

PLTD Tanjung Satai terletak di Pulau Maya, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Perjalanan ke PLTD ini saya tempuh dengan setengah jam perjalanan menggunakan pesawat dari Pontianak ke Ketapang, kemudian dilanjut dengan perjalanan darat selama 2 jam ke Sukadana, kemudian menaiki speedboat selama sekitar 45 menit. Sesampainya di pelabuhan kecil di Pulau Maya pada siang hari, saya dan tiga orang teman saya (satu dari wilayah dan dua dari area) disambut oleh Mas Andika (Penanggungjawab PLTD Tanjung Satai) dan teman-teman alih daya di sana. Kulihat senyum sumringah menempel di wajah Mas Andika pada waktu itu. Karena jauhnya perjalanan, saya belum bisa membalasnya dengan senyuman yang sama.

Karena letaknya yang berada di satu pulau, PLTD ini hanya menyuplai listrik ke Pulau Maya, dan tidak bisa dihubungkan dengan jaringan lain dari luar pulau untuk memperoleh  suplai listrik tambahan.Di PLTD Tanjung Satai terdapat dua mesin yang beroperasi. Dalam sehari, karena sulitnya akses dan alasan operasional lainnya, mesin-mesin itu beroperasi selama 12 jam, mulai dari pukul 18.00 PM sampai 06.00 AM. Dua belas jam? Iya benar. Bukankah satu hari itu 24 jam? Itupun benar. Seumur hidup, baru kali itu saya “menikmati” suplai listrik yang hanya 12 jam dalam sehari. Sebagai tambahan, baru kali itu juga saya menggunakan air hujan untuk mandi. Pegawai PLTD Tanjung Sataimenampung air hujan untuk keperluan mandi, cuci, dan sejenisnya.

“Tapi tidak boleh mengeluh juga bang, kalau dilihat-lihat banyak orang yang lebih sulit lagi,” kata Dedi tiba-tiba saat menceritakan sebagian kisah hidupnya. Pada waktu itu kami sedang duduk di teras mes, sambil menunggu pukul 22.00 tiba untuk mencatat parameter mesin yang diperlukan. Laki-laki yang bercita-cita melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah ini ialah salah seorang tenaga alih daya di PLTD Tanjung Satai. Ia lulusan SMK, jauh dari universitas, dan jauh dari orangtua. Setelah selesai mengambil data pada pukul 22.00, saya berjalan ke ruang tidur, merenung, lalu terlelap.

Besoknya, sebelum mesin berhenti beroperasi  saya ambil lagi data yang diperlukan untuk melihat unjuk kerja mesin disana. Setelah mesin berhenti beroperasi, tentu saja listrik padam. Nyaris tidak ada yang bisa  saya lakukan pagi itu. Lokasi PLTD Tanjung Satai sendiri ada di tengah-tengah pepohonan lebat, dan untuk ke pemukiman terdekat sebaiknya menggunakan sepeda motor karena alasan jarak. Sayapun menunggu di mes. Jauh di dalam diri, jiwa saya berontak ingin segera balik ke Pontianak. Akan tetapi, karena jam keberangkatan speedboat hanya ada siang, saya harus bersabar. Hingga akhirnya, siang pun datang. Kepulangan kami diantar dengan senyuman yang sama dari Mas Andika dan juga Dedi. Kali ini saya bisa membalasnya karena alasan yang sama sekali tidak baik, yaitu karena saya kembali ke kota.

Seminggu setelah keberangkatan ke PLTD Tanjung Satai, saya berkunjung ke PLTD Semitau di Rayon Putussibau. Kunjungan kali ini tujuannya untuk menjadi tenaga bantu pekerjaan overhaul salah satu mesin pembangkit listrik di sana.Overhaul merupakan salah satu jenis pemeliharaan yang dilakukan setelah mesin mencapai jumlah jam kerja tertentu, kalau pada sepeda motor bisa diibaratkan sepertiservice. Di PLTD Semitau, pada saat itu akan dilaksanakan semi overhaul, karena mesin sudah mencapai 12.000 jam kerja. Perjalananini dilaksanakan dari tanggal 3-10 Oktober 2016.

PLTD Semitau terletak di Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu.Untuk mencapai PLTD Semitau, terlebih dahulusaya dan seorang teman saya menaiki pesawat dari Pontianak menuju Putussibau dengan waktu tempuh selama satu jam.Besoknya, dari Rayon Putussibau ke PLTD Semitau, saya, teman saya, dan satu orang pegawai dari rayon menempuh perjalanan selama tiga jam melewati jalan bagus ditambah satu jam melewati jalan rusak.

Kecamatan Semitau masih bisa dikatakan ramai jika dibandingkan dengan Pulau Maya. Kehidupan masyarakatnya terpusat di satu jalan lurus. Di sana ada rumah-rumah penduduk, ada warung, dan letaknya dekat dengan PLTD Semitau. Hari pertama di Semitau, selain makan dan “ngopi”, waktu banyak saya habiskan dengan beristirahat. Beristirahat dengan diiringi deru mesin.

Masyarakat kebanyakan pasti berupaya menghindari kebisingan dari mesin-mesin PLTD. Selain mengganggu aktivitas, kebisingan yang melebihi ambang batas bisa menimbulkan penyakit. Para pegawai yang bekerja di PLTD mau tidak mau harus mendengarkan kebisingan itu, bahkan hingga 24 jam dalam sehari karena lokasi mes yang dekat dengan mesin. Jika orang lain tidak bisa tidur karena bising, maka pegawai PLTD merasakan hal yang sebaliknya. Mereka hanya bisa tidur lelap jika ada kebisingan. Sebab kalau tidak, berarti mesin ada gangguan, listrik padam sehingga bisa menimbulkan serbuan dari masyarakat, bukan untuk membantu perbaikan mesin tentu saja. Deru mesin merupakan lagu pengantar tidur mereka.

Hari kedua kami mulai dengan makan pagi. Ternyata pada malam sebelumnya, sekitar jam 11 malam saat saya dan teman saya tertidur, tiga orang datang ke kantor PLTD danmeminta agar tapping di rumahnya diperbaiki. Salah seorang dari mereka dalam keadaan mabuk. Mereka hampir saja memicu perkelahian saat salah seorang pegawai menyarankan untuk melakukan perbaikan pada pagi harinya karena alasan safety. Cerita ini aku dengar dari pegawai rayon saat kami sedang makan pagi. “Kejadian seperti ini tidak jarang terjadi,” dia menambahkan.

Bangunan PLTD Semitau, jika diurutkan dari gerbang terdiri dari; kantor, bangunan PLTD, kemudian dua mes. Setelah makan, saat berjalan menuju mes, dari kejauhan kulihat seorang oknum lembaga tertentu dengan seragam hijau-hijau. Dia berdiri di kiri mobil dengan warna yang sangat mirip. Diantara mereka ada satu corong berwarna kuning. Saya, teman saya, dan pegawai dari rayon berjalan melewati dia dengan pandangan campuran antara tidak percaya, sedih, dan marah.Beberapa saat kemudian, seorang pegawai alih daya datang dengan seember penuh solar. Tak ada kebingungan terlihat di wajahnya, tanpa komunikasi dengan orang tersebut, dia sudah tau apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ironis memang, mengevaluasi efisiensi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu bagian pekerjaan saya, tetapi pada saat itu tidak ada yang bisa saya lakukan.

Pekerjaan overhaul dilaksanakan dari pagi setelah makan, hingga sore saat matahari tenggelam diselingi waktu istirahat makan siang. Aku merasa sangat bersyukur kami dibantu oleh dua orang pegawai alih daya dari yantek dan dua orang pegawai PLN PLTD Semitau. Terus terang, saat itu merupakan pengalaman mengikutioverhaul pertama saya dan teman saya dari Pontianak. Dikarenakan baru pertama sekali, tak banyak yang bisa kami lakukan. Hari kedua itu kami habiskan dengan membongkar mesin. Selain lelah, kami juga menjadi kotor. Sebagai informasi, mesin yang di-overhaul pada saat itu memiliki bobot total 1.060 kg berdasarkan DIN 70020 Part 7A.

Apabila disimpulkan secara sederhana, overhaul PLTD itu merupakan bongkar pasang mesin dengan selingan mandi oli dan atau solar dan atau air sabun. Akan tetapi, tentu kenyataannya tidak sesederhana itu. Ada beberapa perlakuan dan keahlian khusus yang harus dilakukan, karena mesin ini harganya sangat mahal dengan teknologi tertentu dan fungsinya sangatlah penting.Overhaul sendiri merupakan “santapan” rutin pegawai-pegawai di PLTD. Hal yang sudah pasti dibutuhkan ialah tenaga dan stamina. Sehari setelah overhaul hari pertama, sudah bisa kurasakan pegal di tubuh. Dan dihari-hari setelahnya pegal itu bertambah, sedangkan pegal yang lama belum juga menghilang. Demikian seterusnya, hingga overhaul selesai.Pada 10 Oktober 2016, kami kembali ke Pontianak melalui jalur darat. Perjalanan kami tempuh selama tujuh jam melewati jalan bagus ditambah lima jam melewati jalan rusak.

Adapun hal yang sangat berkesan untuk saya ialah rasa persaudaraan dan saling membantu antara pegawai dan pegawai alih daya di PLTD Semitau. Intinya satu, yaitu makan dan “ngopi” di meja yang sama. Setiap hari sudah pasti kami “ngopi” bersama. Saat bekerja disana, interaksi sosial sangatlah penting, baik antar pegawai, maupun pegawai dengan masyarakat setempat.

Dari pengalaman saya di dua PLTD ini, saya merasa sangat salut dengan pegawai dan pegawai alih daya yang ada disana. Dari segala kekurangan dan keterbatasan di daerah tempat mereka bekerja, tak pernah ada sekalipun terdengar keluhan. Diantara banyak pegawai yang menuliskan pernyataan bersedia ditempatkan dimana saja, mereka-mereka inilah yang sudah membuktikannya.

Demikianlah sedikit cerita dari PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat dengan 249 unit PLTD-nya, yang tiap-tiap PLTD pasti punya cerita masing-masing. Perkenalkan, nama saya Eko Ardilles. Saya baru saja ditempatkan di PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat dan saya tidak (boleh) mengeluh.

*Tulisan ini dikirim ke Kompasiana pada tanggal 25 Oktober 2016. Karena satu dan lain hal, tulisan ini ditayangkan pada 26 Oktober 2016. Tulisan ini tetap masuk ke dalam tahap penjurian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun