Menjelang tahun politik 2019, banyak sekali komentar beredar di sejumlah media terutama di media sosial (medsos)--facebook, twitter, instagram, WhatApp--yang mengandung penghinaan ketimbang kritikan. Tipisnya perbedaan antara menghina dan mengkritik mengakibatkan publik sering abai membedakannya.Â
Dalam menyampaikan pesan dan pikirannya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, masih ada orang-orang yang lalai menggunakan gaya bahasa yang tepat untuk menyampaikan pesan dan pikirannya dan juga lupa akan perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.Â
Akibatnya mereka dituduh telah melakukan tindak pidana penghinaan. Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu bagaimana gaya bahasa untuk menyampaikan pesan dan tuduhan penghinaan karena penggunaan kata-kata (gaya bahasa).
Saat ini beragam isu politik, ekonomi dan lain-lain mengundang siapa saja untuk terlibat menuangkan pikirannya dengan berbagai latar belakang, persepsi dan motif yang ada padanya. Di medsos paling banyak, kita jumpai, ada orang yang ingin menyampaikan kritikan tetapi ternyata yang disampaikan merupakan hinaan. Ketidaktahuan orang dalam membedakan hinaan dan kritikan dapat tergambar dari penggunaan gaya bahasa untuk menyampaikan pesan dan pikirannya.
Gaya Bahasa
Kata menghina, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) diartikan "memburukkan nama baik orang; menyinggung perasaan orang (seperti memaki-maki, menistakan), sedangkan mengkritik adalah mengemukakan kritik; mengecam;" sementara itu kritik itu sendiri adalah "kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dari pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya."Â
Biasanya kritikan itu bermakna positif, merupakan tanggapan atau pertimbangan terhadap sesuatu hal--orang atau keadaan--akan baik buruknya, sehingga perlunya perbaikan. Sementara hinaan lazimnya bermakna negatif, merupakan hal merendakan atau memburukkan nama baik dengan motif-motif tertentu.
Ketika seseorang ingin menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang, ia sebenarnya ingin mengkritik suatu keadaan atau seseorang. Menurut KKBI, gaya bahasa untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang disebut satire.Â
Satire dapat diungkapkan dalam bentuk ironi--gaya bahasa sindiran-sindiran halus, penggunaan kata-kata yang bertentangan dengan makna sesungguhnya; atau dalam bentuk sarkasme--gaya bahasa yang mengungkapkan kata-kata secara langsung dan kasar.
Pemilihan untuk menggunakan gaya bahasa yang menggunakan sentilan-sentilan halus (ironi) dibandingkan memakai kata-kata secara langsung dan kasar (sarkasme) akan membebaskan seseorang dalam kasus tuduhan penghinaan. Untuk itu, setiap orang perlu memahami dengan baik bagaimana memilih dan menggunakan gaya bahasa yang tepat untuk menyampaikan kritikannya, sehingga kritikannya tidak berubah menjadi hinaan.Â
Dalam berkomunikasi di dunia nyata maupun di dunia maya, kita perlu mengontrol diri kita sendiri sehingga tidak terjebak dalam suatu keadaan dimana kita membuat penghinaan ataupun juga berpartisipasi mendistribusikan penghinaan itu melalui medsos, karena baik si pembuat maupun yang turut mengedarkan hinaan itu dapat dituduhkan melakukan tindak pidana penghinaan.Â