Mohon tunggu...
Hizkia Roland Prawyra Sitorus
Hizkia Roland Prawyra Sitorus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, Saya Hizkia Roland Prawyra Sitorus. saya seorang mahasiswa di Universitas Negeri Medan dengan Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Menulis adalah cara saya mengekspresikan kekhawatiran dari dalam diri saya. Tulisan-tulisan ini saya buatkan dengan data-data serta realita yang sebenarnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Mata di Bulan Januari

9 Maret 2024   01:18 Diperbarui: 9 Maret 2024   01:22 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wira menatap langit yang gelap dan dingin. Bulan januari sudah hampir berakhir, tapi dia masih merasa seperti baru kemarin dia tiba di Bandung. Dia masih ingat betapa senangnya dia ketika diterima di program Pertukaran Mahasiswa Merdeka-3 di UPI Bandung. Dia berharap bisa belajar banyak hal baru, bertemu orang-orang baru, dan menikmati keindahan kota kembang.

Dan dia tidak salah. Selama empat bulan di Bandung, dia mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan. Dia belajar banyak hal dari dosen-dosen dan teman-teman sekelasnya. Dia mengunjungi tempat-tempat menarik, seperti Tangkuban Perahu, Kawah Putih, Dago Pakar, dan lain-lain. Dia juga menemukan teman-teman baru yang sangat baik dan menyenangkan. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan ada yang dari luar negeri. Mereka saling berbagi cerita, ilmu, dan tawa. Mereka menjadi keluarga kedua bagi Wira.

Tapi semua itu harus berakhir. Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka-3 hanya berlangsung selama satu semester. Setelah itu, mereka harus kembali ke universitas asal mereka masing-masing. Wira merasa sangat sedih dan tidak siap untuk berpisah dengan teman-temannya. 

Dia merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dia tidak sendirian. Teman-temannya juga merasakan hal yang sama. Mereka sering berkumpul di kamar kos atau di kafe untuk menghabiskan waktu bersama. Mereka bercerita tentang kenangan-kenangan indah yang mereka buat di Bandung. Mereka juga berjanji untuk tetap berhubungan dan saling mendukung. Mereka berpelukan dan menangis. Mereka tidak tahu kapan mereka bisa bertemu lagi.

Hari terakhir pun tiba. Wira harus berangkat ke bandara untuk kembali ke Medan. Dia membawa koper dan tasnya yang berisi barang-barang dan kenangan. Dia juga membawa foto-foto dan surat-surat dari teman-temannya. Dia berpamitan dengan teman-temannya yang sudah menunggunya di depan Dormitory atau Asrama. Mereka berpelukan erat dan berucap selamat tinggal. Mereka berjanji untuk tidak melupakan satu sama lain.

Wira naik bus yang telah disiapkan pihak PIC Program Pertukaaran Mahasiswa Merdeka batch-3 UPI Bandung menuju bandara. Dia melihat jendela dan melihat kota Bandung yang perlahan-lahan menjauh. Dia merasakan sesak di dadanya. Dia menahan air matanya. Dia berusaha tersenyum. Dia berterima kasih kepada Tuhan atas semua yang telah diberikan-Nya. Dia berdoa agar teman-temannya selalu bahagia dan sukses. Dia berharap agar suatu hari nanti, dia bisa kembali ke Bandung dan bertemu dengan teman-temannya lagi.

Wira kini telah berada dalam bus. Setelah duduk didalam bus air matanya kini menetes, ia tak sanggup untuk menahan kepedihan ini. Dia menutup matanya dan mengingat semua kenangan yang telah dia buat di Bandung. Dia merasakan air mata yang mengalir di pipinya. Dia menangis. Dia menangis di bulan januari.

***

Wira membuka matanya. Dia melihat langit yang cerah dan hangat. Bulan januari sudah berakhir, tapi dia masih merasa seperti baru kemarin dia meninggalkan Bandung. Dia masih ingat betapa sedihnya dia ketika harus berpisah dengan teman-temannya. Dia berharap bisa bertemu dengan mereka lagi, dan melanjutkan kisah mereka di Bandung.

Tapi dia tahu itu tidak mungkin. Dia harus melanjutkan hidupnya di Medan. Dia harus menyelesaikan studinya di universitas asalnya Universitas Negeri Medan. Dia harus mencari pekerjaan dan masa depan yang lebih baik. Dia harus move on. Berbagai cara telah dilakukannya untuk bisa melupakan masa-masa selama dia berada di Bandung bersama dengan teman-temannya itu, mulai dari menyibukkan diri dengan mengikuti kegiatan organisasi sampai ikut terlibat dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Akan tetapi sulit baginya untuk melupakan momen-momen yang tak biasa ia ulang kembali dan hanya terjadi sekali dalam hidupnya.

***

Keesokan harinya...

Dia bangun dari tempat tidurnya. Dia melihat kamar kosnya yang sederhana dan sepi. Dia tidak melihat wajah-wajah teman-temannya yang selalu menyambutnya dengan senyum dan canda. Dia hanya melihat foto-foto dan surat-surat yang mengingatkannya akan mereka.

Dia mengambil ponselnya. Dia membuka aplikasi chat yang sering mereka gunakan. Dia melihat nama-nama teman-temannya yang masih online. Dia ingin mengirim pesan kepada mereka. Dia ingin menanyakan kabar mereka. Dia ingin mendengar suara mereka. Tapi dia tidak bisa. Dia takut mengganggu mereka. Dia takut mereka sudah melupakannya. Dia takut mereka sudah memiliki teman-teman baru. Dia takut mereka sudah tidak peduli lagi.

Dia menaruh ponselnya. Dia mengambil tasnya. Dia bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Dia harus menghadiri kelas-kelas yang membosankan dan sulit. Dia harus berurusan dengan dosen-dosen yang galak dan sombong. Dia harus bersaing dengan mahasiswa-mahasiswa yang licik dan iri. Dia tidak suka hidupnya di Medan. Dia merindukan hidupnya di Bandung. Dia merindukan teman-temannya. Dia merindukan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka-3.

Dia keluar dari kamar kosnya. Dia naik angkot menuju kampus. Dia melihat jalan-jalan yang macet dan kotor. Dia melihat orang-orang yang sibuk dan stres. Dia melihat kota Medan yang tidak ada warnanya.

Sepanjang perjalanan, ia masih teringat dan terbayang-bayang akan wajah teman-temannya di Dormitory UPI Bandung. Seketika pula ia melihat seorang pemuda yang dari kejauhan mirip seperti temannya yang selalu bersama dengan dia bermain yang berasal dari Universitas Bengkulu, Yopan namanya.

Ia memanggil pemuda itu dengan nama panggilan temannya...

Yopan....

Pemuda itu melihatnya, akan tetapi Wira merasa malu karena telah memanggil orang yang salah. Pikirannya kini sangat kacau, hari-harinya selalu saja terbayang-bayang akan setiap momen yang ada di Bandung dan wajah-wajah dari teman-temannya.

            Setelah seharian penuh berkuliah, Wira balik ke kos-nya. Setelah sampainya di kos, ia masih kebingungan akan dirinya yang sulit untuk move-on dari semua tentang Bandung dan teman-temannya selama Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka batch-3 tersebut.

            Dia merasa kesepian kini. Tak ada kegiatan tiap sore lagi yang dulunya ketika di Bandung mereka sudah prepare mencari makanan untuk makan malam mereka nanti, dan Gerlong adalah tempat favorit mereka untuk haunting makanan.

            Dia kini rindu pada Niskala, kelompok modul nusantara mereka. Rindu melihat senyum sinis dan kesabaran tingkat Zeus dari Laison Officer kelompok mereka. Az-Zukruf Sajidah namanya.

            Rindu teman-teman kelompoknya yang selalu memanggil dia ayah, seperti Nurlia. Asal universitas Syiahkuala. Sampai dia rindu teman-teman yang menjaga dia dikala Wira masuk rumah sakit dan dirawat selama 5 hari di RS.Advent Bandung. Seperti Maria Novelina, Nur Hassanah, Violin, dan Yopan. Mereka bermula dari Uno. 

Dan juga dia rindu pada satu mahasiswi yang berasal dari Padang yang selalu dijadikannya tempat bercerita yang sering pula Dia panggil, Makcik. Dia adalah Silvi. Kerinduannya kini bertukar menjadi sedih yang tak terbilang. Momen tersebut tidaklah bisa dibeli. Dia merasakan air mata yang menggenang di matanya. Dia menangis. Dia menangis di sepanjang Bulan Januari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun