Film horor merupakan salah satu genre yang paling memacu adrenalin dan mental penontonnya. Berdasarkan buku ajar filmologi kajian film, tujuan dari film horror yakni untuk mengkonstruksikan sebuah rasa ketakutan dari alur cerita maupun pemeran atau tokoh yang bermain di dalam film tersebut.
Film horror identik dengan kemunculan hantu-hantu yang tentunya sangat menyeramkan ditambah lagi dengan pengaturan latar yang membuat seakan-akan penonton merasa bahwa mereka juga ada di adegan dalam film tersebut.
Film horror memiliki ciri khas tersendiri sehingga, banyak negara yang berupaya untuk mengaplikasikan genre tersebut di dalam dunia perfilman negara mereka dan salah satunya yakni Indonesia. Perlu kita ketahui bahwa berbicara tentang dunia perfilman di Indonesia, film horror layak mendapatkan tempat yang baik. Mengapa demikian?
Masih dari buku ajar filmologi kajian film, film horror pertama yang tayang di Nusantara pada tahun 1934 adalah film dengan judul “Doea Siloeman Oeler Poeti en Item” atau “Ouw Peh Tjoa” yang dimana dari fenomena tersebut saya mengasumsikan bahwa, film horror atau genre horor memiliki peminat yang cukup banyak pada kala itu.
Seiring berjalannya waktu, industri perfilman horror Indonesia berkembang cukup pesat sebab, seperti yang kita ketahui bersama bahwa film horror tempo dulu seringkali mengandalkan acting serta tata rias untuk menakuti penonton dikarenakan keberadaan teknologi sebagai alat “peracik bumbu” ketakutan yang tentunya berbeda dengan tempo sekarang yang didukung penuh oleh keberadaan teknologi untuk memaksimalkan film horor yang dibuat.
Dengan perbedaan tersebut tentunya, penggunaan paradigma, genre dan subgenre dalam film horror tempo dulu dan sekarang juga cenderung berbeda. Hal tersebut dapat kita jumpai dalam film horor berjudul Beranak dalam Kubur(1971) dan Ghostbuser: Misteri Desa Penari(2021). Ayo kita bahas bersama.
Sebelum saya melanjutkan pembahasan, kita perlu tahu apa itu paradigma, genre dan subgenre. Berdasarkan buku ajar filmologi kajian film, paradigma merupakan cara awal dalam upaya untuk memberikan persepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sebuah hal yang secara khusus berkaitan dengan realitas. Dari paradigma, muncullah pengertian genre.
Genre berasal dari Bahasa Perancis dan Latin yang memiliki makna jenis khusus dari sebuah karya seni, seperti karya puisi atau sastra novel bahkan genre juga dikatakan sebagai sebuah gaya atau kelas yang berdiri sendiri.
Tentunya dalam pengklasifikasi genre sebuah film sangatlah rumit dikarenakan setiap film yang dimunculkan bisa saja mengadaptasi genre yang sama sehingga terkesan sukar untuk melihat perbedaan yang ada, maka dari itu muncullah istilah subgenre.
Subgenre merupakan wujud atau hasil dari sebuah pengembangan atau sebuah turunan dari genre utama yang tentunya menghasilkan sebuah genre yang berbeda tetapi memiliki ciri khas yang tinggi.
Salah satu film horror lawas atau yang dapat dikatakan sebagai “masterpiece” adalah Beranak dalam Kubur(1971) yang dibintangi oleh Sang “Ratu Horor” Indonesia yakni Almh. Suzanna. Singkatnya film ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Lila (Suzanna) yang dicelakai oleh saudara kandungnya sendiri yang bernama Dhora (Mieke Widjaya) dengan cara menenggelamkan Lila di danau sampai menguburnya hidup-hidup dengan keadaan hamil besar. SIngkat cerita, Lila melahirkan di dalam kubur dan mulai meneror warga-warga kampung. Dari film tersebut saya menyimpulkan bahwa, paradigma yang digunakan dalam film ini adalah paradigma positivisme yang merujuk pada paradigma kritis.
Mengapa demikian? Jika kita berbicara tentang paradigma positivisme tentunya tidak terlepas dari hubungan sebab akibat yang kemudian memunculkan sebuah momentum yang terjadi sehingga dengan adanya paradigma kritis dalam film yang berusaha mengungkapkan kejadian yang sebenarnya dibalik sebuah kejadian yang terjadi dengan tujuan untuk membentuk sebuah kesadaran sosial dan merubah kondisi kehidupan manusia.
Dengan pemilihan genre horror untuk film ini, tentunya akan membantu upaya penerapan tujuan dari paradigma sebelumnya yang dimana dapat kita lihat ketika arwah dari Lila yang mulai bergentayangan untuk membalaskan dendamnya kepada Dhora atas kejadian yang telah dialami olehnya.
Agar pengklasifikian film genre horror ini semakin kompleks, saya berasumsi bahwa subgenre yang terkandung di dalamnya adalah Drama Horor dan Supranatural Horor karena sebelum awal mula teror dari Lila mulai bermunculan, terdapat banyak adegan yang memiliki unsur drama yang dapat menjemput penonton menuju atmosfer ketakutan mereka dan kemudian terjadilah teror oleh arwah yang bergentayangan yang dapat kita asumsikan bahwa peristiwa tersebut merupakan bagian dari kejadian supranatural.
Selanjutnya masuk ke dalam film horror dengan judul Ghostbuser: Misteri Desa Penari(2021). Film ini bercerita tentang 3 orang yang terkumpul dalam tim pembasmi setan tanpa kekerasan atau Ghostbuser yang bernama Sigit (Tora Sudiro), Alexandra (Wulan Guritno) dan Genjing (Gary Iskak).
Tim tersebut terbentuk dikarenakan Sigit memiliki kemampuan untuk melihat makhluk tak kasat mata sehingga Sigit pun memiliki rencana untuk meraup keuntungan melalui kemampuan yang ia miliki.
Akan tetapi, rencana tersebut sangatlah sulit dikarenakan ada banyak tantangan yang harus dihadapi dan salah satu tantangan terbesarnya adalah hantu-hantu yang mulai bermunculan untuk menakuti mereka.
Dari film tersebut, saya menemukan banyak sekali perbedaan dengan film sebelumnya dari segi paradigma, genre serta subgenre. Film ini sangat menggagas keberadaan paradigma konstruktivisme yang berujung pada paradigma fenomenologi dalam film.
Hal tersebut dikarenakan paradigma konstruktivisme adalah sebuah usaha untuk memahami sebuah realitas pengalaman manusia yang dimana realitas tersebut ditempa sedemikian rupa dalam kehidupan sosial yang terjadi yang kemudian diturunkan ke paradigma fenomenologi karena paradigma ini sendiri dapat menjelaskan fenomena aktivitas yang dilakukan oleh manusia secara sadar yang dapat kita lihat
Ketika Sigit memiliki kemampuan untuk melihat makhluk tak kasat mata yang kemudian ia menceritakan pengalamannya ke Alexandra dan Genjing. Dalam mengimplementasikan genre horor di film ini serta latar belakang pemeran dalam film yang cenderung lucu, pemilihan subgenre supranatural horor dan komedi horor merupakan pemilihan yang sangat tepat mengingat hantu-hantu yang bermunculan merupakan bagian dari hal supranatural dan atmosfer ketakutan yang dirasakan tidak terlalu mengerikan karena muatan komedi yang cukup kompleks dalam film tersebut.
Berbicara tentang film horor Indonesia tidak aka nada habis-habisnya. Inovasi yang dihasilkan oleh anak bangsa sangatlah berkembang dari masa ke masa yang tentunya membuat industri perfilman horor tanah air semakin maju. Dari film Beranak dalam Kubur(1971) dan Ghostbuser: Misteri Desa Penari(2021) dapat kita lihat bahwa dalam perkembangan zaman tentunya membutuhkan penyesuaian yang baik agar genre horor di Tanah Air tidak akan hilang. Sekian dari saya, Terimakasih!
DAFTAR PUSTAKA
R.A. Vita n.p. Astuti. Ph,D.(2022).Buku Ajar FILMOLOGI Kajian Film.Yogyakarta:UNY Press.
https://www.cakapcakap.com/wah-ternyata-inilah-5-film-indonesia-pertama-yang-jadi-tonggak-sejarah/
https://dafunda.com/movie/10-sub-genre-film-horor-yang-wajib-diketahui/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H