Pendahuluan
Siapa di sini yang suka overthinking tentang masa lalu, trauma, atau gimana orang lain lihat kita? Well, it's totally normal, especially for us Gen-Z yang selalu hidup dengan standar sosial yang tinggi, apalagi di era sosial media. Tapi, pernah nggak sih kalian ngerasa lelah karena terlalu mikirin masa lalu atau approval orang lain? Nah, di buku Berani Tidak Disukai karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga, ada satu insight mind-blowing yang bisa ngerubah cara kita ngelihat diri sendiri: masa lalu nggak menentukan masa depan. Buku Berani ini merupakan hasil dialog filsafat antara seorang filsuf dan seorang pemuda yang membahas ajaran psikologi Alfred Adler, Salah satu tokoh besar psikologi. Banyak Hal yang menantang pandangan umum tentang kebahagiaan, hubungan antar manusia, maupun pandangan sosial. Let's break it down!
Pembahasan
1. Masa Lalu Nggak Nentuin Masa Depan, Bro!
Kita sering banget terjebak sama mindset kalau trauma atau pengalaman buruk di masa lalu bikin kita stuck. Contohnya, kalau pernah gagal atau ditolak, terus ngerasa itu ngebentuk siapa kita sekarang. Padahal, menurut Adler (psikolog yang ajarannya jadi dasar buku ini), masa lalu cuma sekadar cerita yang udah lewat. Kita punya power buat nentuin langkah hidup kita di masa kini. So, stop blaming the past, and start focusing on what you wanna achieve now. You're in control! " Lo gak perlu jadi sempurna untuk diterima Sama diri lo sendiri." Masa lalu lo bukan patokan Yang nentuin masa depan tapi lo sendiri Yang milih itu"
2. Stop Cari Validasi dari Orang Lain
Ini nih yang bikin kita stress, apalagi di era digital di mana likes, comments, dan followers kayak jadi ukuran harga diri. Buku ini ngajarin kita buat berani nggak disukai, berani nggak dapet approval dari orang lain, as long as kita hidup sesuai dengan nilai yang kita yakini. Jadi, kalau kamu suka fashion unik atau hobi yang beda dari kebanyakan, just own it! Hidupmu bukan buat nyenengin orang lain, but to live authentically. "Jika lo terus mengejar persetujuan orang lain, lo gak akan pernah bebas."
3.Happiness is a Choice, Not a Destination
Gen-Z seringkali ngerasa kalau kebahagiaan itu goal yang harus dicapai. Tapi, reality check---kebahagiaan itu pilihan harian. Kita yang milih buat bahagia atau nggak, regardless of what happens. Adler ngajarin kalau kita bebas memilih buat jadi bahagia kapan aja, bahkan ketika situasi nggak ideal. Happiness is an inside job, not a gift from the outside world. "Tujuan hidup itu gak harus wow, tapi setidaknya cukup bermanfaat bagi yang lain." Kebahagian Manusia itu sepenuhnya pilihan lo sendiri bukan yang lain dan itu dimulai dari apa tujuan lo saat ini"
Hal-hal Menarik dari Buku Ini:
Dialog Filosofis: Buku ini disusun dalam bentuk dialog antara seorang filsuf dan seorang pemuda, yang membuat pembaca bisa merasakan dinamika pembelajaran dan refleksi secara langsung.
Konsep Courage atau Keberanian: Buku ini terus-menerus menekankan pentingnya keberanian untuk hidup mandiri dan mengikuti jalan hidup kita sendiri, terlepas dari apa yang orang lain pikirkan.
Pendekatan Humanis Adler: Dibandingkan dengan pendekatan Freud yang lebih deterministik, Adler menawarkan pandangan yang lebih optimis dan memberdayakan, di mana kita semua memiliki kendali atas nasib kita sendiri.
Kesimpulan
Buku Berani Tidak Disukai ngajarin kita buat lebih bebas, lebih berani, dan lebih bahagia dengan jadi diri sendiri tanpa harus mikirin apa kata orang. Masa lalu? Ya, biarin aja lewat. Validasi? Siapa yang butuh itu? Fokus sama diri sendiri dan tujuan hidup kita sekarang, karena you've got the power to shape your future.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H