Mohon tunggu...
M. Historya Ayanda
M. Historya Ayanda Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kelahiran Teluk Bayur Sum-Bar, SD di Irian Jaya, SMP di Kalimantan Selatan, SMA di Jawa Timur, kuliah di Sulawesi Selatan, ber-istri Maluku dan kini bermukim di Depok Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sumatera Barat, "Pemberontak" yang Takluk...

9 Maret 2010   01:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:32 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hasil yang digapai Sumatera Barat di masa Orde Baru ternyata harus dibayar mahal dan kontan.


  1. Masyarakat politik Minang kehilangan harta yang paling berharga, yaitu sikap kritisnya terhadap kekuasaan pusat.
  2. Sumatera Barat kehilangan sistem pemerintahan Kenagarian (hal 406-409) yang menjadi roh politiknya. Akibatnya, karakter politik Minang yang menekankan desentralisasi dan egaliter dalam politik Indonesia merdeka lenyap dari pentas politik nasional. Sejak ini Sumatera Barat tidak lagi menjadi ”pusat alternatif”, melainkan hanya sekadar menjadi satu daerah di antara daerah lainnya.

Seluruh dinamika politik Sumatera Barat dan hubungannya dengan pemerintah pusat bisa kita katakan sejalan dengan pepatah Minang yang mengatakan, ”sakali aie gadang, sakali tapian barubah”. Integrasi Sumatera Barat ke dalam Indonesia, seperti yang diuraikan oleh Audrey Kahin, dari tahun 1926 sampai tahun 1998 dapat kita tempatkan dalam makna pepatah ini. Kini Sumatera Barat terlihat sedang meraba-raba tepian baru di era otonomi ini.

Kontribusi utamanya dari buku ini adalah mengingatkan setiap pemimpin Indonesia agar hati-hati mengelola hubungan pusat dengan daerah. Hubungan yang terlalu tegang akan memunculkan kekecewaan dan pemberontakan. Sementara elite daerah yang terlalu menjadi penurut akan terus dipaksa oleh pusat untuk memberikan konsesi yang lebih besar.

Penulis:
Amirunddin, Peneliti di ELSAM dan Inrise, Institute for Research Social and Economic, Jakarta.

Sumber:
Harian Kompas, tanggal 15 Oktober 2005.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun