Mohon tunggu...
Rika Bandari
Rika Bandari Mohon Tunggu... -

Humble, sweet and faster learning.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tamasya ke Negeri Sang Mantan Terindah

26 April 2017   10:02 Diperbarui: 26 April 2017   20:00 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejujurnya, perjalanan kali ini adalah perjalanan nekat yang mempertaruhkan masa depan (Halah….kok lebay ya :P).

Bermula pada pertengahan Februari lalu, Pak Hans mengatakan bahwa aku akan menjadi partner-nya untuk membawa Group BNI’46 Divisi BNR ke Pulau Belitung, hanya saja kondisinya, kami berdua hanya dapat jatah 1 kamar selama 2 malam disana.  Aku menjawab ringan kabar tersebut dengan mengatakan, siapa takut :p, karena kupikir itu hanya bercanda.  Saat bertemu Kay, aku ceritakan terus terang apa yang Pak Hans bilang, dan reaksinya saudara-saudaraaaa……TIDAK BOLEH IKUT !!! Alasannya karena 1 kamar, itu sudah :’(.  Hiks…hiks…Ikaaalll, kita gak jadi ketemuan deh :’(

Sampai akhir bulan gak ada kabar berita lagi mengenai Pulau  Belitung.  Sempat berpikir bahwa tugas ini batal, sedih karena berarti batal juga mengunjungi kampungnya dua manusia fenomenal, Ikal & Pak Ahok, tapi ada leganya juga, berarti gak perlu berbohong sama Kay dengan cara pergi tanpa ijin ;).  Awal maret, Muthia minta namaku sesuai KTP, karena sudah diputuskan sama kantor aku yang menjadi partner Pak Hans ke Belitung kali ini.  Mau gimana lagi, ini tugas negara(kesannya pasrah padahal mah seneng pake bangget), lagi pula aku percaya sama diri sendiri bahwa aku bisa jaga diri.  Dan aku terima tantangan ini walau tanpa restu Kay pastinya, serta segudang resiko dari keputusan ini bagi hubungan kami berdua (makanya diawal aku bilang bahwa perjalanan kali ini juga mempertaruhkan masa depanku).

Hanya punya waktu sebelum Tgl 24 Maret 2017 untuk memikirkan alasan apa yang harus dibuat jika tiba-tiba Kay ajak ketemu atau malah datang kekosan dihari aku harus berangkat ke Belitung.  O M G……ternyata berbohong itu tak semudah membalikkan telapak tangan.  Seandainya Kay kasih ijin, pasti gak serumit ini.  Minta pendapat sama anak-anak serta keluarga di Jonggol.  Akhirnya pakai alasan sales call ke Bandung ketemu klien lama dan baru dari hari Jum’at sampai Sabtu (24-25 Maret 2017).    Mama yang mengerti alasan kenapa aku harus ambil tugas ini dan yang percaya juga kalau anaknya bisa jaga diri, memberi ijin. Setidaknya ijin orang tua sudah aku kantongi :).

23 Maret 2017
H-1.  
Pagi berangkat ke kantor seperti biasa.  Siangnya kasih kabar sama Kay kalau besok berangkat ke Bandung sama Bu Wenny sampai hari Sabtu (sesuai rencana awal), Kay Cuma jawab OK dan kasih kabar juga kalau nanti malam mau datang lihat Ade Icha yang lagi sakit.  Ah alamat gak bisa packing nanti malam nih, tapi mau gimana lagi, akhirnya jawab iya juga.  Saat ketemu Kay malam nya, cuma bahas alasan pergi ke Bandung.  Kay pulang agak malam, tapi tetap gak bisa packing L.

24 Maret 2017

H-day

Bangun pagi  seperti biasa, bangunin kakak Aurel karena harus sekolah, cek kondisi adek Icha yang belum ada perubahan :'(.  Suapin ade biar bisa minum obat.  Mulai packing, gak perlu bawa banyak barang karena hanya 3 hari 2 malam.  Wanti-wanti ke Kakak & Adek (do & don't), berangkat ke Kantor naik ojek online.  Sampai di kantor, re-packing dan memastikan tidak ada perlengkapan tur yang tertinggal (Banner, dompet tur, HT, dll), siap-siap menuju BNI’46 untuk membagikan dompet tur dan memastikan apakah mereka membutuhkan bantuan kami atau tidak. Ternyata mereka mengatakan sanggup menangani sendiri, jadi kami-aku, Pak Hans, Muthia, Rika Po dan Ega-langsung menuju ke Bandara Soetta untuk mempersiapkan penyambutan group.  Sesampainya di Bandara kami dibagi kedalam 2 group sesuai dengan penerbangan yang digunakan untuk menuju Tanjung Pandan, Belitung.

Pak Hans dan Muthia bertugas di Terminal 3 Ultimate untuk menyambut group 1 yang terbang menggunakan Garuda Indonesia, sedangkan aku, Rika Po dan Ega di turunkan di Terminal 2 untuk menyambut group 2 yang terbang menggunakan Sriwijaya Air.  Boarding pass sudah, porter sudah, tinggal menunggu kedatangan group 2 yang akan aku dampingi di belakang KFC Terminal 2, Bandara Soetta.  Tidak lama, group 2 tiba di Bandara, aku segera membagikan boarding pass dan membantu Pak Porter mengatur bagasi ke trolly.  Setelah semua peserta menerima boarding pass, mereka dipersilahkan menuju ke ruang tunggu di Gate F5.  Aku dan Pak Porter masuk ke counter untuk check in bagasi. Urusan bagasi selesai, sekarang urusan kampung tengah :p.

Secepatnya menyusul Rika Po dan Ega yang sudah menunggu di KFC.  Urusan kampung tengah selesai juga, say thanks and good bye to Rika Po & Ega.  Langsung menuju ke ruang tunggu untuk berkumpul bersama para peserta.  Diperjalanan menuju ruang tunggu, bertemu dengan Om Andry-Ketua Panitia- dan Ibu Retno-pimpinan divisi BNR-, memperkenalkan diri, beramah-tamah.  Ibu Retno, orang yang bersahaja, Beliau bercerita mengenai kunjungan pertama kali ke Belitung di tahun 2009.  Disaat itu, menurut Beliau, pariwisata di Belitung masih sepi dan Beliau masih ingat menginap di Biliton Hotel, Simpang Lima, Tanjung Pandan. Sesampai di ruang tunggu, setelah melalui beberapa pemeriksaan, aku segera mengambil tempat, memeriksa WA, untuk tahu kabar group Garuda.

Mereka terbang on schedule.  Sedangkan aku dan para peserta di ruang tunggu F5 ini semakin resah, karena seharusnya kami sudah dipanggil untuk boarding, tapi kenyataannya sampai 14.30 PM belum ada kabar.  Akhirnya saya memutuskan untuk bertanya ke helpdesk, mereka mengatakan bahwa ada keterlambatan 1 jam yang disebabkan keterlambatan pesawat dari Batam.  Para peserta hanya bisa pasrah, toh tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu, bukan ?  Aku segera mengabarkan via Group WA mengenai keterlambatan ini, dan sekaligus memberi kabar kepada Bang Obi, guide lokal kami selama di Belitung nantinya.

Jam 15.40 kami diberitahukan untuk segera naik pesawat melalui Gate F7, akhirnyaaaa……berangkat juga kita ke Belitung ;).
Memasuki pesawat melalui garbarata, menempati tempat duduk sesuai di boarding pass, kami semua bersiap untuk memulai tamasya ini.  Setelah berkeliling cukup lama sebelum akhirya tepat pukul 16.30 pesawat Sriwijaya Air dengan no penerbangan SJ 052 take off dan terbang di ketinggian 26,000 kaki selama 45 menit. Setelah beberapa lama, dari jendela diketinggian, saya melihat pemandangan yang indah, danau–danau yang membiru, hijau bahkan coklat kehitaman dibeberapa titik. Serta hamparan padang hijau yang subur, yang kemudian kami tahu dari Bang Obi, guide kami, bahwa itu adalah lahan kelapa sawit.

Dan danau yang membiru adalah danau Kaolin destinasi pertama yang akan kami kunjungi sesampainya di Belitung nanti.  Tak lama kemudian, kami mendengar pengumuman dari kokpit, bahwa sesaat lagi pesawat akan segera mendarat.  Tepat pukul 17.20 waktu Tanjung Pandan, pesawat kami mendarat dengan selamat di Bandara Internasional H.AS.Hanandjoeddin, Tanjung Pandan.  Walaupun sudah berstatus Bandara Internasional, Bandara ini bukan Bandara besar seperti Soetta di Tangerang, Banten ataupun Bandara Djuanda di Surabaya.  Turun dari pesawat, kami hanya perlu berjalan kaki kurang lebih 5 menit, dan sampailahi di ruang tunggu dan ruang pengambilan bagasi yang tidak terlalu luas, serta langsung bisa melihat para penjemput yang sibuk memanjangkan leher melihat apakah ada sanak saudara mereka diantara penumpang yang baru tiba.

Sebelumnya bandara ini lebih dikenal dengan nama Bandara Buluh Tumbang.  Namun semenjak booming novel Laskar Pelangi karya Andrea Hitara serta dibuatkan filmnya, ramai wisatawan yang domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Pulau ini.  Dibawah kepemimpinan Bapak Bupati Sahani Saleh kala itu, Bandara Buluh Tumbang mengalami perbaikan dan pemugaran besar-besaran agar dapat menampung kunjungan para wisatawan.

bandara-hanandjoedin-58fff88976937322098b4567.jpg
bandara-hanandjoedin-58fff88976937322098b4567.jpg
Setelah semua peserta mendapatkan bagasi mereka masing-masing, kami segera menuju bus  yang sudah mulai tidak sabar untuk memulai membawa kami bertamasya keliling negeri “Sang Penista” ;).  Semua peserta segera mengambil tempat, Bang Obi, guide kami, memperkenalkan diri sekaligus memperkenalkan Pak Tono sang driver.  Dikarenakan kelaparan mulai melanda para peserta, serta hari yang mulai berganti malam, Danau Kaolin yang merupakan destinasi awal dibatalkan, dan langsung mengunjungi warung kuliner yang sangat terkenal, yaitu  MIE ATEP dikawasan Tugu Satam, Simpang Lima kota Tanjung Pandan, tepatnya di Jl. Sriwijaya No. 27.  Karena katanya sih, kurang afdhal rasanya, jika datang ke Belitung tapi belum mencicipi Mi khas Belitung ini.  Nama Atep berasal dari nama panggilan Ibu Verawaty pemilik warung.  Ibu Atep mendirikan warung mi ini sejak tahun 1973.  Sekilas mi ATEP terilhat seperti mi kuah pada umumnya.  Kekhasannya adalah cita rasa yang cenderung manis dengan kuah udang yang kental (Hmmm…juara deh rasanya). Yang akan semakin lengkap jika disantap bersama minuman khas, sirup jeruk kunci yang amat segar.  

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Setelah selesai menikmati welcome meals, kembali ke Bus untuk segera bergabung dengan group 1 yang sudah menanti di Unique Bistro untuk bersama-sama menikmati makan malam (Whaaattt ??? Makan lagi ??? Seriusan ??? Haahaha…:P).  Kembali melewati Tugu Satam, Bang Obi menceritakan mengenai batu Satam yang merupakan batu meteorit khas Indonesia yang ditemukan di pulau Belitung Timur. Batu ini berwarna hitam dan memiliki urat-urat yang khas, dan merupakan salah satu batuan langka.  Batu satam terbentuk dari hasil proses alam atas reaksi tabrakan meteor dengan lapisan bumi yang mengandung timah tinggi jutaan tahun yang lalu. (sumber:Wikipediahttps://id.wikipedia.org/wiki/Batu_Satam). 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Kurang lebih 5-7 menit sampailah kami di Unique Bistro yang terletak didalam kawasan Pantai Tanjung Pendam.  Memasuki gerbang kawasan, melewati beberapa café dengan suasana tepi pantai, sampailah kami di Unique Bistro yang merupakan salah satu café  terbesar diantara cafe yang lain.  Para peserta segera bergabung dengan teman-teman mereka dan menu makan malam segera dihidangkan.  Sambil menikmati makan malam, aku, Pak Hans, dan kru Bella Wisata menyelesaikan pembagian kunci kamar, ada beberapa perubahan tapi semua bisa diselesaikan dengan baik. Setelah mereka selesai menikmati hidangan makan malam, aku segera membagikan kunci kamar, sehingga saat tiba di Hotel nantinya, para peserta sudah bisa langsung menuju kamar masing-masing dan beristirahat.

Diiringi hujan rintik-rintik, bus menuju ke BW Suite Hotel *4, tempat kami akan beristirahat 2 malam kedepan, tidak lebih 5-7 menit dari kawasan Pantai Tanjung Pendam.  Bang Obi mengingatkan kembali jadwal kunjungan kami esok hari, dan berdoa semoga esok cuaca cerah, karena kami akan mengarungi Laut Cina Selatan menggunakan perahu tradisional, mengunjungi 2 Pantai dan 5 Pulau.  Good night everyone, have a pleasant dream yo ;).

Dok.pribadi
Dok.pribadi
                            

25 Maret 2017  

Terbangun seperti hari biasanya, Pak Hans masih terlelap.  Memberi semangat diri untuk segera bangkit dari kasur, bersiap-siap untuk city tour hari ini.  Selesai mandi, iseng-iseng menuju balkon kamar, ternyata disajikan pemandangan pantai yang sangat indah disebelah kiri dan hamparan langit menjelang terbitnya matahari disebelah kanan.  Indah banget pokoknya.  Ambil kamera, gangguin Pak Hans yang masih di alam mimpi biar dia mau nemenin aku menyaksikan keindahan pagi ini, tapi dia tetap bergeming.  Gak nyangka sisa kamarnya justru yang dipinginin banget sama Bos Iyan, beach view…..hahhahha, rejeki TL sholehah,  merugilah Pak Hans yang tidak menyaksikan keindahan pagi ini :p. 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
 Jam 6 pagi benar-benar bangunin Pak Hans biar dia segera mandi, jam 7.00 sarapan, jam 8.00 para peserta sudah bersiap di bus masing-masing untuk memulai perjalanan panjang mengarungi Laut Cina Selatan. 

Tujuan pertama hari ini adalah Pantai Tanjung Kelayang, salah satu pantai terbaik di Pulau Belitung.  Kelayang sendiri berasal dari nama salah satu jenis burung di pulau ini, terletak di Kecamatan Sijuk sekitar 27 kilometer dari Kota Tanjung Pandan.  Pantai Tanjung Kelayang memiliki laut yang berair jernih biru kehijauan, bergelombang tenang dengan pasir pantai yang putih dan halus.  Jika cuaca cerah, dimulai dari pantai ini kami akan berkeliling ke 5 pulau menggunakan perahu kayu tradisional.   Kurang lebih 30 menit, akhirnya rombongan kami sampai di Pantai Tanjung Kelayang, disambut teriknya matahari, para peserta berhamburan mencari spot yang pas untuk berfoto, ada juga yang langsung menuju tempat penjual topi pantai.  Saatnya menuju kapal, setelah semua peserta memakai pelampung, mereka segera menaiki 3 kapal yang sudah disediakan untuk rombongan kami. Aku naik kapal yang penumpangnya hanya 10 orang.  Pak Hans dan Bang Obi di perahu 222, Bang Taufik di perahu Asahan.

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Persinggahan pertama kami adalah Pulau Batu Burung Garuda yang terletak tepat diseberang Pantai Tanjung Kelayang.  Pulau ini terdiri dari tumpukan batu granit raksasa yang membentuk formasi kepala burung.  Kenapa yang dipilih burung garuda ? Karena kalau burung pipit kekecilan, sedangkan garuda melambangkan kegagahan, itu kata Bang Obi…wkwkkwk, Bang Obi bisa aja :V.  

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Setelah puas memotret dari berbagai sudut,  kapal segera berangkat menuju Pulau Lengkuas.  Perjalanan ke Pulau Lengkuas akan memakan waktu setengah jam.  Sejauh ini cuaca masih cerah, matahari semakin menyengat.  Pulau Lengkuas, salah satu primadona wisata di Pulau Belitung.  Daya tarik utama pulau ini adalah mercusuar tua yang dibangun oleh pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1882.  Sampai saat ini mercusuar masih berfungsi dengan baik sebagai penuntun lalu lintas kapal yang melewati ataupun keluar-masuk Pulau Belitung.  Dari atasnya kita akan dapat menikmati indahnya pemandangan pantai-pantai di Belitung dengan batuan magnit raksasanya.  Di Pulau ini kami juga berencana melakukan snorkeling menikmati pemandangan bawah laut Pulau Lengkuas.  Sesampainya di Pulau lengkuas para peserta berpencar, ada yang menaiki mercusuar, ada yang langsung mencari spot foto yang instagramable, ada pula yang hanya duduk-duduk santai sambil menikmati minuman ataupun makanan ringan di warung yang ada di Pulau tersebut. 20 menit waktu yang kami berikan dimanfaatkan dengan baik oleh para peserta sebelum kembali ke kapal untuk menuju spot snorkeling terbaik disekitar Pulau Lengkuas.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
       

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Setelah puas menikmati alam bawah laut di Pulau Lengkuas, para peserta bersiap menuju Pulau Kepayang untuk makan siang.  Setelah makan siang bersiap-siap untuk mengunjungi Pulau Pasir, yang sebenarnya bukan sebuah pulau.  Tempat ini hanya sebuah gosong alias tumpukan daratan yang terdiri atas pasir yang membentuk pulau saat air laut surut yang luasnya tidak lebih dari setengah lapangan bola.  Saat air laut pasang hampir seluruh daratan tenggelam dibawah laut.  Melanjutkan perjalanan menuju Pulau Batu Berlayar.  Mengapa disebut demikian ? Karena pada saat air laut pasang, dua buah batu granit yang berdiri vertikal dengan ketinggian 10 M di Pulau tersebut tampak seperti layar yang terbentang :). Setelah foto-foto sebentar, kami bersiap-siap kembali ke Pantai Tanjung Kelayang untuk menuju Pantai berikutnya.  Sesampainya di Pantai Tanjung Kelayang, peserta yang belum sempat membersihkan diri di Pulau Kepayang, segera menuju kamar mandi.  Ada yang melanjutkan foto-foto, dan ada juga yang langsung menuju bis.  Setelah semua peserta lengkap, bis segera meninggalkan Pantai Tanjung Kelayang menuju Pantai Tanjung Tinggi yang sangat terkenal itu.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Tanjung Tinggi diapit oleh dua semenanjung, yaitu Tanjung Kelayang dan Tanjung Pendam.  Nama Tanjung Tinggi berasal dari kata Tanjung yang artinya semenanjung dan Tinggi yang artinya pantai yang memiliki batu yang sangat tinggi.  Letaknya tidak jauh dari Pantai Tanjung Kelayang, kurang lebih 15 menit perjalanan menggunakan bus atau sekitar 31 Km dari Kota Tanjung Pandan.  Pantai ini memiliki luas 80 hektar, berpasir putih halus khas Pulau Belitung dan terdapat ratusan batu granit besar yang tersebar dikedua semenanjung dan juga dilaut didepan pantainya.  Ukuran batu-batu granit berusia ratusan juta tahun ini mulai dari beberapa kubik sampai ratusan kubik lebih besar dari ukuran sebuah rumah (sumber wikipedia).

Satu lagi alasan para wisatawan mengunjungi pantai ini adalah, merupakan salah satu lokasi syuting film Laskar Pelangi yang disutradarai Riri Riza yang diangkat dari Novel Laskar Pelangi yang fenomenal yang telah diterjemahkan kedalam banyak bahasa asing karya Andrea Hirata.  Perjalanan menuju pantai ini seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya, lancar dan tanpa macet.  Berdasarkan informasi dari Bang Obi, transportasi umum kurang populer di Pulau Belitung, sehingga sampai saat ini hanya ada 6 unit taksi dan beberapa angkot yang dipakai untuk angkutan barang.  Sedangkan masyarakat di Pulau ini lebih memilih memakai kendaraan pribadi seperti mobil, motor ataupun sepeda.  Kurang lebih setengah jam para peserta diberikan waktu untuk mengeksplor Pantai Tanjung Tinggi. 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Setelah puas mengabadikan keindahan Pantai Tanjung Tinggi, kami berangkat menuju Grago Point untuk menikmati pisang goreng, singkong dan empek-empek singkong khas Belitung ditemani secangkir kopi.  Tidak berlama-lama ditempat ini, kami berangkat lagi menuju pusat oleh-oleh Pondok Klapa.  Tepat jam 17.00 waktu Belitung, berdasarkan kesepakatan bersama, kami kembali ke Hotel untuk membersihkan diri dan beristirahat sejenak sebelum menikmati makan malam di Raja Seafood pukul 20.00 malam nanti.  Makan malam diiringi lagu-lagu lawas dan pembagian doorprize, para peserta terlihat bahagia.  Makan malam ini  ditutup dengan menyanyikan lagu KEMESRAAN bersama-sama.  Ada rasa hangat mengalir di dada ini melihat kebahagiaan mereka.  Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 saat kami tiba di hotel.  Menuju ke kamar masing-masing.  Lelah itu pasti, tapi rasa bahagia yang lebih terasa.  Saking lelahnya, gak sanggup lagi bicara walau untuk sekedar basa-basi ke Pak Hans.  Udah aaaah, bobo duluan ya Pak Hans, biar besok semangat lagi nemenin para peserta bertamasya.

26 Maret 2017

Seperti hari kemarin, jam 04.00 subuh aku sudah terbangun dan Pak Hans masih di alam mimpi.  Dikarenakan ini hari terakhir, aku membereskan semua perlengkapan jangan sampai ada yang tertinggal.  Menyelesaikan sarapan pagi ini lebih cepat, karena harus mengurus bagasi para peserta agar tidak ada yang tertukar ataupun tertinggal.  Setelah urusan bagasi selesai, cek out hotel pun selesai, kami segera menuju bus yang telah siap mengantar kami ke kota 1001 warung kopi alias Kota Manggar, Ibukota kabupaten Belitung Timur.  Hari ini aku ikut Bus—nya Bang Taufik.  Seperti biasa, Bang Taufik memberitahukan kembali rencana perjalanan hari ini.  Kami akan mengunjungi replika SD Muhammadiyah Gantong, SD tertua di desa Gantong bahkan di Pulau Belitung, Museum Kata Andrea Hirata dan Kampung Ahok.  Perjalanan menuju Desa Gantong kurang lebih 1 jam 30 menit menggunakan Bus dari Kota Tanjung Pandan. Perjalanan sama lancarnya seperti hari kemarin, jalanan pun sepi, kami melalui perkebunan kelapa sawit, padang rumput yang luas.  Agar perjalanan tidak membosankan, Bang Taufik memutar film Laskar Pelangi.  Menonton film Laskar Pelangi di Bumi Laskar Pelangi, ada rasa haru yang membuncah, terlebih saat melihat Lintang si Jenius, tak terasa air mata mengalir, membayangkan perjuangan dan semangatnya untuk bersekolah dan akhirnya harus kandas karena nyawa Ayah tercintanya-Lelaki Cemara Angin-direnggut ganasnya lautan dan Lintang harus menggantikan Beliau menjadi tulang punggung menafkahi 13 orang yang tersisa dalam keluarganya.  Dapat merasakan perjuangan ayah juara satu sedunia yang begitu bersemangat mengambil rapot Ikal dan Arai saat bersekolah di SMA Tanjung Pandan dengan mengendarai sepeda melalui jalan panjang yang seakan tiada bertepi.  Setelah satu setengah jam, sampailah kami di Replika SD Laskar Pelangi.  Turun dari Bus, kami harus berjalan kaki sebentar menuju bangunan SD Muhammadiyah Gantong, sayup-sayup kami mendengar anak-anak kecil menyanyikan lagu tema film Laskar Pelangi disalah satu ruang kelas. 

 Menarilah dan terus tertawa

 Walau dunia tak seindah surga

 Bersyukurlah pada Yang Kuasa

 Hidup kita diduniaaaa……selamanyaaaa

Yup...bersyukur atas apa yang kita punya akan membuat kita kaya dan bahagia :).  

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Seperti biasa, setelah selesai berfoto, kami melanjutkan perjalanan menuju Museum Kata Andrea Hirata. Dalam perjalanan, Bang Taufik menunjukkan rumah tinggal Andrea Hirata sang penulis Novel Tetralogi Laskar Pelangi yang amat fenomenal, Novel Dwilogi Padang Bulan & Cinta Dalam Gelas, serta Novel Ayah.  Rumah tembok berwarna pink di sebelah kiri jalan yang amat sederhana. Tak jauh dari rumah pink tadi, tepatnya disebelah kanan jalan setelah persimpangan, terdapat bangunan unik dengan cat warna-warni ceria, itulah Museum Kata Andrea Hirata, yang terletak di Jl. Laskar Pelangi No.7, Desa Gantong, Belitung Timur. Museum kata ini didirikan pada awal 2010, dan merupakan museum sastra pertama dan satu-satunya di Indonesia.  Didirikan sebagai bentuk apresiasi yang besar terhadap karya sastra berjudul Laskar Pelangi yang banyak membuat perubahan di Pulau Belitung, novel yang mampu menginspirasi banyak orang melalui kisah-kisah yang dituturkannya. Kesuksesan Film Laskar Pelangi turut andil dalam kemajuan di sektor pariwisata Belitung sehingga Andrea Hirata-pun dinobatkan sebagai Pahlawan Pariwisata oleh masyarakat Belitung. Museum ini menyimpan berbagai macam literatur dari berbagai macam jenis karya sastra, seperti literatur musik, seni, anak, dan lain-lain.  Dan yang pasti, kita akan menemukan novel-novel karya Andrea Hirata yang juga merupakan kurator di Museum ini.  Dengan membayar idr 50,000 kita dapat masuk dan menikmati keunikan museum ini, serta mendapatkan Novel mengenai Lintang/Aling sebagai souvenirnya.   

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Karena bertugas sebagai TL, aku dipersilahkan masuk tanpa perlu membayar uang tiket, tapi tidak mendapatkan souvenirnya ;'(.  Tak apalah, bisa foto-foto didalampun sudah merupakan kebahagiaan tersendiri buat aku.  Sayang Ikal-nya sedang tak ada disana.  Setelah puas berkeliling dan berfoto, kami melanjutkan perjalanan ke kampung “Sang Penista”, satu lagi manusia fenomenal yang mampu mengumpulkan jutaan umat dalam satu tujuan.  Tidak salah jika Bang Taufik mengatakan bahwa Gantong adalah kampungnya orang sakti…hehehhe.  Tidak sampai 5 menit, kamipun sampai di Kampung Ahok, ramai sekali wisatawan disana.  Jalan raya didepan rumah kediaman orang tua pak Basuki Tjahaja Punama a.k.a Pak Ahok sudah terhalang oleh bis yang parkir tak menghalangi antusiasme para pengunjung untuk berfoto.  Mungkin kedepannya ada yang mengatur antrian berfoto agar tidak dimonopoli oleh satu group saja ya :). Menghindari hiruk pikuk, aku bejalan menuju warung disebelah galeri Ahok.  Menikmati pisang goreng hangat sambil bertanya mengenai Pak Ahok dan keluarga menurut Ibu penjaga warung.  Dari cerita si Ibu, aku menarik kesimpulan bahwa pak Ahok orang baik, itu sudah.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Selanjutnya kami bersiap-siap melanjutkan perjalanan menuju Restoran Fega di Kota Manggar untuk menikmati santap siang terakhir di Pulau Belitung.  Ditengah kota ada tugu 1001 warung kopi sesuai julukan kota Manggar.  Wow……ternyata bukan hanya julukan, tetapi benar-benar ada banyak sekali warung kopi disepanjang jalan kiri dan kanan dengan letaknya berdekatan.  Betul seperti yang diceritakan novel-novel Andrea Hirata, bahwasanya orang melayu Belitung gemar sekali berkumpul di warung kopi dan tak heran pula jika ikal mampu menceritakan detail hasil penelitiannya mengenai korelasi antara jenis kopi yang dipesan dengan kepribadian pemesannya :).  Diantara warung-warung kopi itu, ada TOKO SINAR HARAPAN, toko dimana awal mula ikal merasakan cinta pertamanya  kepada A Ling anak pemilik toko. 

Cinta yang dikejarnya sampai keujung dunia, yang membuatnya mampu menaklukan samudera, daratan Eropa, Afrika bahkan Rusia.  Cinta yang akhirnya tak dapat dipersatukan karena perbedaan :'(.  Akhirnya sampailah di Restoran Fega, restoran yang terletak ditepi danau. Yang membuat restoran ini menjadi unik, adanya dermaga ditepi danau dengan beberapa kapal kecil bersandar disampingnya. Menikmati makan siang sambil menikmati panorama adalah pasangan yang serasi.  Selesai makan siang, kami menuju Kedai Kopi Tong Djie, ngopi-ngopi cantik sebelum kembali ke Jakarta.

Jam 15.00 PM semua peserta tiba di Bandara. Bagasi sudah diurus oleh Bella Wisata, tinggal membagikan boarding pass untuk group Sriwijaya, dan sekali lagi pengumuman delay 1 jam.  Ya sudahlah, nikmati saja, toh tidak ada lagi yang bisa dilakukan.  Alhamdulillah, sekitar jam 19.00 sampai juga di Jakarta dengan selamat.

Sumber: https://isnanisa.wordpress.com
Sumber: https://isnanisa.wordpress.com
Terima kasih buat kesempatannya ya Pak Hans, jadi tambah deh kota di Indonesia yang sudah aku singgahi.

 Besok-besok ajak aku lagi yaaaa :)

  -T H E  E N D-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun