ICZM menuntut keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat lokal, LSM, akademisi, dan sektor swasta. Misalnya, kolaborasi antara pemerintah dan komunitas nelayan diperlukan untuk mengatasi praktik overfishing.
4. Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Program ICZM juga berfokus pada peningkatan kapasitas masyarakat lokal. Contohnya, pelatihan dalam pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat atau teknik budidaya perikanan berkelanjutan.
5. Pemanfaatan Teknologi dan Data
Pengembangan ICZM di Indonesia juga memanfaatkan teknologi, seperti:
- Penginderaan jauh dan GIS: Untuk pemetaan kawasan pesisir.
- Pemantauan berbasis sensor: Untuk mengukur kualitas air atau tingkat abrasi.
- Platform digital: Untuk memfasilitasi komunikasi antar-pemangku kepentingan.
6. Restorasi Ekosistem
Langkah ini melibatkan pemulihan ekosistem yang rusak, seperti:
- Penanaman kembali mangrove untuk mencegah abrasi.
- Restorasi terumbu karang dengan metode transplantasi.
- Pengurangan polusi melalui pengelolaan limbah yang lebih baik.
7. Evaluasi dan Pengembangan Berkelanjutan
Evaluasi rutin dilakukan untuk menilai keberhasilan ICZM. Hasil evaluasi digunakan untuk menyusun strategi baru yang lebih adaptif terhadap tantangan masa depan, seperti perubahan iklim.
Tantangan dalam Implementasi ICZM di Indonesia
Meskipun ICZM menjanjikan, implementasinya di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan:
- Koordinasi antar-sektor: Konflik kepentingan antar-instansi sering menjadi hambatan.
- Pendanaan terbatas: Keterbatasan anggaran menghambat pelaksanaan program.
- Kurangnya kesadaran masyarakat: Banyak masyarakat pesisir yang belum memahami pentingnya pelestarian lingkungan.
- Dampak perubahan iklim: Peningkatan suhu laut dan naiknya permukaan air mempersulit pengelolaan pesisir.