Hironimus Jesanto Tamat
Berbicara tentang politik berarti berbicara tentang pemerintah, rakyat, atau hal-hal yang berkaitan dengan banyak orang atau masyarakat. Karena berkaitan dengan orang banyak, maka seorang pemimpin atau penguasa, dalam pemerintahannya perlu memperhatikan kesejahteraan orang banyak tersebut. Semuanya itu tentu demi tercapainya suatu pemerintahan yang bijaksana dan adil. Demikian halnya dengan Konfusius, dalam ajarannya ia lebih mengedepankan tindakan dari seorang penguasa. Ia menegaskan bahwa seorang penguasa hendaknya bertindak sebagaimana ia adalah penguasa. Karena bagi Konfusius, suatu negara akan berjalan dengan baik jika semua yang mendiami suatu negara bertindak sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Atau dalam bahasa Konfusius setiap orang haruslah berlaku dan bertindak sesuai dengan nama yang ia sandang. Ajarannya itu, ia tuangkan dalam sebuah konsep yang disebutnya sebagai Zhèngmíng ( 正名 ) atau yang kerap kali disebut sebagai penegakkan nama-nama.
Zhèngmíng ( 正名 )
Pengertian Zhèngmíng ( 正名 )
Zhèngmíng ( 正名 ) atau penegakkan nama-nama berarti segala sesuatu dalam kenyataan sebenarnya harus disesuaikan dengan implikasi yang melekat padanya oleh nama-nama. Sederhananya adalah melakukan sesuatu sesuai hak dan kewajiban. Dengan kata lain penegakkan nama ini berarti nama harus sesuai dengan realitas yang dinamai.
Pemakaian yang benar itu, meskipun dikenakan pada semua pemakaian bahasa, pertama-tama dikenakan pada tindakan-tindakan dan hubungan manusia. “ Biarkanlah penguasa adalah seorang penguasa, bawahan seorang bawahan, ayah seorang ayah, putra seorang putra” (Donatus Sermada (penerj.), Filsafat Asia, Ledalero: Maumere, 2010, 548) Kata-kata Konfusius ini mengandung makna bahwa, penguasa harus memerintah secara benar; yaitu tindakannya harus sesuai dengan tujuan tindakan yang mencerminkan makna kata penguasa. Demikian halnya ayah. Ia mestinya menjadi ayah yang benar, yang harus membangun relasi dengan putra atau putrinya dengan cara-cara yang benar. Sebagaimana kata ayah itu dimaknai. Pun halnya seorang putra.
Jadi, nama tidak sekadar memilih kata-kata yang tepat untuk melukiskan sesuatu, tetapi lebih kepada penyesuaian karakter dan tindakan seseorang dengan cita-cita normatif yang terkandung dalam suatu nama. Singkat kata, nama tidak hanya mengandung makna, melainkan juga mengandung suatu kewajiban. Penggunaan nama di sini bukan melulu dalam hal gelar atau status sosial, tetapi juga dalam nama yang diberikan kepada seorang individu sebagai pribadi.
Zhèngmíng ( 正名 ) dalam konsep Konfusius dituangkan dalam lima hubungan dasar dalam kehidupan. Lima hubungan itu yakni:
- Pemimpin – Rakyat.
- Ayah – Anak.
- Suami – Isteri.
- Kakak – Adik.
- Teman – Teman.
Lima hubungan dasar manusia yang dibahas oleh Konfusius merupakan suatu referensi tata hubungan sosial masyarakat. Sebab, jika seorang individu baik keluarga akan menjadi baik, keluarga baik maka masyarakat akan menjadi baik pula. Dalam hubungan dasar ini, Konfusius menekankan adanya hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik ini yakni adanya sikap menghormati dan melindungi atau bersikap adil.
Seorang yang lebih mudah umur atau status sosialnya harus bersikap hormat dan setia kepada pihak yang lebih tua, baik di lingkungan keluarga, masyarakat atau pada level negara, termasuk hormat dari orang yang masih hidup kepada para leluhur yang sudah meninggal. Demikian pula sebaliknya, pihak senior atau yang lebih tua, baik dalam masyarakat maupun status sosialnya haruslah bersikap adil dan bijaksana serta memberikan perhatian kepada bawahan atau juniornya. Dengan kata lain, dalam hubungan ini kebenaran, perhatian, kebaikan, kemurahan hati, dan kelembutan harus diterapkan oleh yang pertama kepada pihak kedua. Sementara, dari pihak kedua harus mempunyai kesetiaan dan rasa menghormati. Dalam pandangan Konfusius, jika hal semacam ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, masalah sosial akan terpecahkan dan pemerintahan yang benar dan adil akan tercapai, dan berimbas pada kesejahteraan rakyat.
Zhèngmíng ( 正名 ): Sebagai Suatu Konsep Politik
Konfusius dalam pengajarannya tidak secara eksplisit mengajarkan tentang apa dan bagaimana politik itu. Dia juga tidak merekomendasikan suatu bentuk pemerintahan pun. Hal itu berangkat dari kehidupan Konfusius yang tidak berambisi untuk menjadi seorang politikus. Ini disebabkan oleh situasi pemerintahan pada jamannya yang memainkan sistem politik kotor untuk mempertahankan kekuasaan. Dampak dari sistem politik kotor itu adalah turunnya status dari keluarga bangsawan dan keturunan raja menjadi rakyat biasa yang miskin dan melarat.
Meskipun demikian, tidak dapat disimpulkan bahwa Konfusius tidak menaruh minat pada politik. Dalam ajarannya, Konfusius lebih mengarah kepada sosok pemimpin ideal. Sebagaimana pemimpin adalah pemimpin, maka ia harus bertindak sesuai dengan nama dan statusnya tersebut. Ajaran Konfusius di sini lebih mengedepankan tindakan atau perbuatan seorang pemimpin. Sebab, jika sebutan atau nama tidak sesuai dengan sikap atau tindakan, maka sebutan apa pun yang melekat pada seseorang tidak akan cocok. Demikian halnya seorang pemimpin. Sebagai seorang pemimpin, hendaknya berlaku adil, bijaksana dan tentu menganyomi rakyatnya. Rakyat pun demikian, semestinya mereka harus menaruh hormat kepada pemimpinnya.
Singkat kata, konsep Zhèngmíng ( 正名 ) memiliki nilai timbal balik. Artinya setiap nama akan sama-sama mendapatkan keuntungan dalam kehidupannya. Konsep ini semestinya perlu diterapkan dalam suatu pemerintahan. Sebab Konfusius dalam ajarannya mengatakan bahwa jika jalan pemerintahan yang benar berlaku, dalam hal ini sesuai dengan konsep pembetulan nama-nama, maka:
- Tata aturan, sopan santun, upacara, musik dan keselarasan, perang dan hukuman, semuanya akan berada dalam kendali penguasa. Hal ini bukan berarti penguasa bertindak sewenang-wenang. Melainkan ia mengatur dan menggunakan hal tersebut dengan bijak dan tidak berlebihan.
- Kebijakan kenegaraan tidak akan berada di tangan atau dipengaruhi oleh para menteri.
- Rakyat biasa tidak akan membicarakan persoalan kenegaraan dan politik.
Pandangan politik Konfusius terpusat pada penguasa. Namun, perlu diingat bahwa Konfusius menghendaki seorang penguasa yang memimpin dalam jalan yang benar. Menjadi penguasa berarti menjadi pemimpin yang hendak meluruskan pandangan rakyatnya.
Konfusius berkata:
“Memerintah berarti meluruskan sesuatu. Bila kau memimpin rakyat dengan lurus, siapa yang berani mengambil jalan yang bengkok? Jadilah teladan; tunjukkan pada mereka bahwa kau bekerja keras, dan mereka pun akan bekerja keras tanpa mengeluh.” (Clara, H.K, (penterj.), The Sayings of Confucius, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011, 130-132)
Ajaran ini mengindikasikan bahwa menjadi pemimpin, bukan sekedar menjadi seorang yang hanya tahu menyuruh saja. Melainkan, pemimpin juga harus bertindak. Ia mesti bertindak dengan benar dan jujur. Tindakan yang mencerminkan suatu sikap bijak.
Sebab, “ Bila pemimpin bersifat jujur, rakyat akan patuh meskipun ia tidak memberi perintah. Tetapi bila ia tidak jujur, meskipun ia memberi perintah, rakyat tidak mematuhinya.”. Jika demikian adanya, apalah artinya gelar (nama) penguasa jika tidak diikuti dengan tindakan yang lurus, benar, dan jujur. Menyandang nama sebagai penguasa maka mestinya ia harus bertindak sebagai penguasa dan bukan seperti rakyat biasa.
Konfusius meyakini bahwa kualitas ketertataan sebuah masyarakat bergantung pada sejauh mana setiap warganya mengejawantahkan fungsi, peran, karya, tanggung jawab, dan kewajiban yang terangkum dalam nama yang melekat pada diri masing-masing. (Limas Sutanto, Cheng-Ming, Intisari, XXXVII No. 450, 2001, 146.). Lalu, apa yang menjadi tolok ukur untuk menjadi seorang pemimpin? Konfusius menekankan pentingnya pendidikan bagi calon pemimpin. Pada jaman Konfusius ujian negara pertama kali diadakan. Hal ini bertujuan untuk mencari pemimpin yang benar-benar adil, lurus, jujur, benar, dan bijaksana. Jadi semua warga dalam negara tersebut boleh mengikuti ujian negara tersebut. Tetapi, tentu yang berhak lolos hanyalah orang-orang yang benar-benar teruji, serta dinyatakan layak oleh yang menilai. Yang memberi penilaian terhadap hasil ujian negara tersebut adalah raja sendiri.
Penutup
Suatu negara dikatakan ideal jika semua elemen di dalamnya bertindak sebagaimana ia disebut. Jika ia seorang penguasa maka ia harus bertindak selayaknya penguasa. Jika ia rakyat maka ia harus bertindak sebagai rakyat. Janganlah dicampuradukan, karena itu akan menimbulkan kekacauan.
Selain itu, tindakan menjadi satu hal penting dari seorang penguasa. Ia mesti menunjukkan tindakannya yang sopan, benar, lurus, dan jujur di depan rakyatnya. Agar rakyat mencontohi pemimpinnya. Juga, perlu adanya sikap menghormati pemimpin oleh rakyat, dan pemimpin hendaknya berlaku adil dan bijaksana kepada rakyatnya.
Perspektif pembetulan nama-nama menyadarkan kita, betapa pentingnya sebuah nama. Semestinya nama tidak dipandang remeh, karena ia merangkum fungsi, peran, karya, tanggung jawab, dan kewajiban asali tertentu yang harus diejawantahkan demi relasi antar insan yang harmonis dan masyarakat yang tertata dengan baik. Yang pasti nama bukanlah sekadar label kosong yang dangkal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H