Lukisan "Portal Kehidupan" yang menceritakan bahwa manusia akhirnya harus melewati gerbang dan ada sesuatu yang harus dimasukkan ke dalamnya dengan banyak lambang-lambang salah satunya lambang ular. Ada juga "Wis Wayahe" yang kalau diartikan Sudah Waktunya, bermakna bahwa sesuatunya itu sudah ada waktunya, ada masanya yang digambarkan dengan wayang yang genderless yang bisa berarti itu perempuan tapi bisa juga itu laki-laki.Â
Berikutnya yaitu lukisan dengan tema "Wahyu Temurun" yang dalam proses pembuatannya sempat mengalami perubahan dan beberapa kali dilabur atau dihapus. Lukisan ini menceritakan seorang ratu yang belum juga diberi keturunan, lalu sang raja melakukan tapa agar sang ratu diberi keturunan, yang pada akhirnya sang ratu melahirkan keturunan dengan kondisi bayi berkepala gajah (Ganesha). Dalam lukisan terebut juga terdapat Jatayu yang melindungi sang bayi di mana dalam lukisan tersebut sang bayi masih ditutupi identitasnya.
Dalam melukis mbak Sari tidak mengambil satu aliran saja atau satu pakem saja. Seperti dalam lukisan yang banyak menampilkan wayang ini, beliau terlihat suka-suka mengekspresikan kehaluannya. Walau banyak yang mengartikan dengan berbagai sudut pandang, beliau menerima itu semua sebagai apresiasi atas karyanya.Â
Sebagai perupa, pelukis, tentu saja mbak Sari ingin karyanya juga dikenal luas melalui pameran-pameran tunggal, tapi beliau tidak ingin karyanya dikenal karena embel-embel nama sang ayah. Beliau ingin dikenal dengan Sari, si Wayang Sari dengan segala kehaluannya. Sukses untuk mbak Sari dan pamerannya, semakin terus semangat menghasilkan karya-karya original yang berkualitas dan mendunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H