Bangunan Saung Ranggon yang sudah berusia hampir 5 abad ini tetap kokoh berdiri dan terawat. Adalah ibu Sri Mulyati, juru kunci Saung Ranggon yang merupakan keturunan ke 6 dari Pangeran Abbas yang menemukan kembali Saung Ranggon ini setelah sempat tidak terurus dan diperintahkan untuk tetap dirawat. Selain sebagai tempat tinggal, setelah tidak digunakan sebagai tempat persembunyian, Saung Ranggon ini dipakai sebagai tempat petilasan dan juga penyimpanan benda pusaka seperti keris.
Saung Ranggon yang hanya berupa satu ruangan terbuka ini mempunyai luas 7,6 x 7,2 meter dan menempati lahan seluas 500 meter, namun kini dibuatkan sebuah kamar yang disekat dengan kayu sebagai tempat penyimpanan benda pusaka dan juga terdapat foto Presiden Pertama RI Bung Karno, lukisan para Wali dan juga lukisan Nyai Roro Kidul. Menurut ibu Sri, banyak peziarah yang datang mengunjungi Saung Ranggon untuk menyampaikan hajatnya, sebagai juru kunci beliau selalu mendampingi peziarah yang hendak berdoa. Oleh sebab itu beliau juga menyediakan sajadah untuk yang hendak beribadah di dalam kamar.
Selain rumah adat Saung Ranggon ini juga terdapat mushola yang berada di samping Saung Ranggon, rumah makan di samping sebelahnya dan ada bangunan rumah tinggal tepat di depan Saung Ranggon yang merupakan kediaman ibu Sri sebagai juru kunci. Selain itu juga terdapat makam keturunan para Wali dan juga sumur yang usianya kurang lebih sama dengan Saung Ranggon tersebut.
Menyaksikan buaya berantem di Taman Buaya Indonesia Jaya
Hari sudah mulai semakin siang, sedangkan perut mulai keroncongan. Sambil meneruskan perjalanan menuju Taman Buaya Indonesia Jaya yang lokasi di Cibarusah, kami mampir untuk makan siang. Alhamdulillah ketemu warung nasi Padang yang cocok di selera semua. Lanjut perjalanan menuju Taman Buaya yang berlokasi di desa Sukaragam, tepatnya di Jalan Raya Cikarang Cibarusah, kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kalau dari stasiun Cikarang memakan waktu tempuh sekitar 1 jam menggunakan mobil.
Jujur saya juga baru tahu bahwa Taman Buaya ini merupakan salah satu tempat pemeliharaan dan penangkaran buaya terbesar yang ada di Indonesia. Dulu lokasinya di Pluit, Jakarta Utara seperti yang dituturkan Bapak Warsidi, salah satu petugas yang bertugas di Taman Buaya Indonesai Jaya. Namun karena lokasi yang di Pluit akan dijadikan tempat pemukiman, akhirnya oleh sang pemilik dipindah ke desa Sukaragam, Cibarusah, Cikarang ini mulai tahun 1991. Lokasinya yang berada di pinggir jalan, cukup memudahkan pengunjung untuk menemukan Taman Buaya ini dengan tempat parkir yang cukup luas.
Sesampai di lokasi kami disambut patung buaya berukuran 4 meter tepat di depan pintu masuk. Mbak Muthiahpun bergegas menuju loket untuk membeli karcis masuk seharga Rp20.000/orang. Oiya operasional Taman Buaya ini buka setiap hari mulai jam 09.00-16.00 WIB, wah untungnya kami nggak terlalu sore ketika sampai di Taman Buaya ini. Tempat pemeliharaan sekaligu penangkaran ini mempunyai luas 1,2 hektar dengan jumlah buaya yang ada sekitar 320 ekor, yang awalnya sebelum pandemi mencapai 500 ekor namun banyak yang mati, baik karena berantem dengan sesama atau karena sakit.