Salah satu objek wisata yang saya sukai yaitu berkunjung ke museum. Mengenal sejarah peradaban masa lalu dan cerita di balik suatu benda atau bangunan sering kali membuat saya membayangkan kehidupan di jaman itu.Â
Kalau wisata museum yang biasa dilakukan di pagi hingga sore hari, kali ini saya mencoba mengikuti wisata museum di malam hari. Yup, museum at night yang saya ikuti bareng rekan-rekan di Wisata Kreatif Jakarta ini menjadi pengalaman pertama saya mengikuti trip wisata museum di malam hari.
Objek wisata museum yang akan saya kunjungi kali ini yaitu Museum Bahari dan Menara Syahbandar yang berada di daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara. Lokasinya sendiri tidak terlalu jauh dari pusat wisata Kota Tua, kurang lebih 1 kilometer kami tempuh dengan berjalan kaki.Â
Alhamdulillah cuaca pada Jumat (14/10) malam itu cukup cerah, mendukung banget nih untuk mengadakan perjalanan wisata. Walau begitu saya sudah menyiapkan payung untuk berjaga-jaga bila hujan turun, karena cuaca di ibukota saat ini yang sering hujan.
Tour Night at Museum bersama Wisata Kreatif Jakarta ini dipandu oleh mbak Ira Latief yang juga sebagai founder dari Wisata Kreatif Jakarta dan juga mbak Yuli. Kebetulan sekali trip kali ini ada sekitar 40 orang jadi dibagi 2 rombongan dan saya mengikuti rombongan yang dipandu mbak Ira.Â
Untuk sampai di lokasi Menara Syahbandar, saya menggunakan transportasi TransJakarta jurusan Blok M-Kota dari halte Monas dan turun di halte Museum Fatahillah.Â
Dari halte Museum Fatahillah saya bergabung dengan Buncha Elisa dan Mak Neng Tanti dan kami lanjut dengan berjalan kaki menuju Menara Syahbandar yang jaraknya sekitar 800 meter.
Menara Syahbandar sebagai jejak sejarah titik 0 kilometer Batavia
Meeting point kali ini sekaligus sebagai trip pertama yaitu di Menara Syahbandar yang berlokasi di Jalan Pasar Ikan No.1, Jakarta Utara. Bangunan Menara Syahbandar ini tepat berada di pinggir jalan di mana banyak kendaraan berat yang melintas seperti truk dan kontainer.Â
Sejarah singkat Menara Syahbandar dahulunya merupakan menara pengawas kapal yang keluar masuk kota Batavia pada jaman penjajahan Belanda. Selain sebagai menara pengawas,Â
Menara Syahbandar juga berfungsi sebagai kantor pabean tempat mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa (sekarang Tanjung Priok).
Dibangun sejak tahun 1839, bangunan yang telah berumur hampir 200 tahun ini semakin miring keberadaannya akibat kontur tanah dan juga kendaraan-kendaraan berat yang melintas yang mengakibatkan tanah di sekitar bangunan menjadi miring.Â
Itulah sebabnya Menara Syahbandar ini juga dikenal dengan julukan Menara Miring atau Menara Goyang karena terasa bergoyang ketika ada kendaraan yang melintas.Â
Pantas saja ketika saya menaiki bangunan yang berlantai 5 setinggi 12 meter ini kepala saya terasa pusing dan condong miring. Namun effort menaiki bangunan Menara Syahbandar ini terbalas dengan pemandangan dari atas yang sungguh indah dengan kerlip-kerlip lampu dan pemandangan laut di malam hari.
Menara Syahbandar pada jaman pemerintahan Belanda menjadi titik Nol Kilometer Batavia, kalo sekarang titik nol nya berada di Monas. Menariknya lagi di bagian bawah Menara Syahbandar terdapat semacam ruangan pengasingan dan juga perlindungan berupa ruangan kecil yang konon terdapat lorong yang tembus ke Museum Fatahilah atau Stadhuis hingga Mesjid Istiqlal, namun sekarang ditutup untuk umum.Â
Di area Menara Syahbandar sendiri terdapat 2 gedung lain yang berada di depan dan di samping menara yang kini berfungsi sebagai tempat prasasti, koleksi foto dan sejarah berdirinya Menara Syahbandar.
Museum Bahari dan sejarah kebaharian dan kenelayanan Indonesia
Beranjak dari Menara Syahbandar, kami bergerak menuju Museum Bahari yang jaraknya tidak begitu jauh sekitar 100 meter. Museum Bahari adalah museum yang berada di bawah kewenangan Dinas Kebudayaan Permuseuman, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.Â
Koleksi tentang kebaharian dan kenelayanan Indonesia dari Sabang hingga Merauke ada di Museum Bahari ini. Pada masa pendudukan Belanda dan Jepang, Museum Bahari menjadi tempat penyimpanan barang dagangan utama rempah-rempah dan stok logistik.
Menempati bangunan 2 lantai, Museum Bahari ini meyimpan berbagai koleksi sejarah kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia, mulai dari meriam VOC, kapal laut dan kapal nelayan berbagai daerah di Indonesia, phinisi, alat navigasi, dokumentasi pelayaran, rempah-rempah, lukisan dan banyak lagi. Museum Bahari yang buka setiap hari ini tiket masuknya terbilang murah meriah, yaitu sebesar IDR5.000/orang.
Walau pernah terjadi kebakaran di salah satu sisi bangunan, namun kondisi Museum Bahari kini sudah dalam perbaikan dan dapat dikunjungi kembali. Berharap musibah tersebut tidak terulang kembali, karena banyaknya koleksi peninggalan sejarah kelautan Indonesia berada di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H