Menikah dalam menyatukan dua insan antara laki-laki dan perempuan sehingga status suami dan istri. Sebetulnya nikah bukan hanya menyatukan dua manusia lawan jenis saja, tetapi juga menyatukan dua karakter yang berbeda, kebiasaan berbeda, serta menyatukan dua keluarga yang berbeda. Dalam pernikahan ada pasang surut kehidupan yang mesti kita jalani bersama pasangan. Untuk itu perlu persiapan dan kesiapan agar memiliki rumah tangga yang berhasil. Berikut lima hal yang dipersiapkan ketika hendak ingin menikah:
1. Batas usia untuk menikah.
Indonesia batas usia siap menikah yaitu ketika sudah berumur 19 tahun. Hal ini diatur dalam undang-undang pernikahan nomor 1 tahun 1975. Peraturan undang-undang pernikahan ini dibuat dengan tujuan menekan angka pernikahan dibawah umur serta angka perceraian yang terjadi di Indonesia. Dapat membedakan antara yang salah dan benar. Usia baligh ditandai dengan mulainya masa pubertas yaitu haid bagi wanita dan mimpi basah bagi laki-laki, tetapi menurut penelitian psikologis pubertas tidak cukup untuk memastikan siap tidaknya melakukan pernikahan.
 Perlu adanya kesiapan mental agar dapat menghadapi persoalan-persoalan domestik dalam pernikahan. Jika diamati, usia pubertasmerupakan fase kelabilan remaja yang belum dapat bersikap tegas dalam mengambil keputusan. Usia pubertas juga transisi dari anak-anak keusia remaja. Masih perlu bimbingan dari orang tua dan masih banyak yang harus dipelajari agar bisa pantas menikah, setidaknya harus tahu hak dan kewajiban suami/istri. Untuk itu perlu disadari apakah usia yang sekarang sudah siap untuk melakukan pernikahan dan menghadapi segala resiko persoalannya atau belum.
2. Kenali karakter pasangan
Mengenal karakter pasangan gak kalah penting. Tidak masalah mengambil waktu sejenak untuk mengenal calon pasangan kita karena karakterlah yang akan menentukan selama apa rumah tangga bertahan. Amati selalu dan temukan sisi baik buruknya dari pasangan kita. Temukan kelebihan dan kekurangan pasangan kita agar kita bisa mengetahui mana yang dapat kita toleransi atau tidak. Hal ini yang menjadi jawaban salah dan tidaknya memilih pasangan.Â
Banyak orang-orang di luar sana yang mementingkan fisik dan harta dibandingkan karakter dari seseorang. Padahal, fisik dan harta bisa dibilang sebuah ujian bagi kedua pasangan suami istri dalam sebuah rumah tangga. Fisik bisa punah dengan seiring berjalannya waktu, pada akhirnya semua akan tua pada waktunya. Begitu juga dengan harta, kebendaan tersebut tidak akan abadi dimiliki oleh setiap orang.
Menikah itu adalah seumur hidup maka dari itu kita harus mengenal pasangan kita lebih dalam agar kita bisa melihat kebiasaan baik dan kebiasaan buruk yang bisa kita maklumi atau tidak.karakter merupakan suatu yang tidak bisa dibeli oleh uang misalnya karakter setia, jujur, penyabar, pekerja keras, dan lain-lain.Â
Selain itu kita juga bisa membangun kebiasaan-kebiasaan baik seperti membiasakan diri untuk bersih-bersih rumah, bangun pagi,belajar memasak,dan lainya. Membangun komunikasi dengan keluarga calon pasangan juga merupakan hal yang positif dilakukan sebelum menikah. Tidak ada salahnya untuk sesekali ngampir dan menjalin komunikasi yang sehat dengan keluarga calon pasangan.Â
Semakin sering dilakukan maka akan semakin baik karena akan menciptakan kemistry. Selain itu kenali prinsip pasangan kita apakah dia memiliki tujuan yang sama atau berbeda. tangga jelas dan tidak terombang-ambing. Pada intinya komunikasi keterbukaan dan kepercayaan adalah hal yang paling harus dilakukan bersama calon pasangan.
3. Komunikasi dengan keluarga dan pasangan
Lanjutkan dari pembahasan poin 2, komunikasi dengan keluarga calon pasangan juga perlu dibangun secara sehat. Pada poin ini berlaku baik untuk yang sudah memiliki calon pasangan maupun yang belum menemukan pasangan. Bagi yang belum memiliki pasangan hendaknya mendiskusikannya dengan keluarga terlebih dahulu khususnya kepada orang tua. Biasanya orang tua akan mencarikan pasangan yang pas untuk anaknya. hanya tinggal mengkomunikasikannya saja bagaimana pasangan yang diharapkan dari kita. Kalau untuk yang sudah punya pasangan setelah berbicara kepada orang tua selanjutnya bicarakan hal ini bersama calon pasangan.Â
Bagi seorang wanita menanyakan kesiapan pasangan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan sangatlah wajar. Tanyakan apa prioritas calon pasangan saat ini atau rencana apa yang calon pasangan sudah persiapkan serta gambaran untuk kedepannya. Jangan lupa juga, memilih waktu dan tempat juga perlu diperhatikan agar keberlangsungan komunikasi berjalan lancar.Â
Berlibur ke suatu tempat yang bagus juga bisa menjadi pilihan agar tidak ada gangguan. Tanyakan juga rencana apa yang ingin dibuat misalnya rumah hunian kah pembagian uang untuk biaya hidup sehari-hari atau tentang yang kebijakan kebijakan lainnya. Dalam etika berkomunikasi pula jangan lupakan sikap saling menghormati dan menghargai pendapat satu sama lain agar tidak terjadi perdebatan.
4. Berhemat uang
Menikah butuh modal, bisa untuk pra dan pasca menikah. Apalagi jika soal hunian belum dipersiapkan, sudah selayaknya mempersiapkan perabot yang dibutuhkan setelah menikah dan biaya hidup sehari-hari. Agar tidak berpusing-pusing ria tidak ada salahnya biaya tersebut bisa kita upayakan sedini mungkin. Berhentilah membeli barang yang tidak perlu lalu mulailah menabung untuk masa depan. Kita tidak pernah tahu kebutuhan kita akan sebanyak dan sejauh apa yang pasti kita harus siap jika kondisi sedang tidak memungkinkan. Kita harus memakai nanti dari sekarang agar jika suatu hal terjadi kita tidak kelabakan untuk menyediakan dana.
Berbisnis dan bekerja selagi masih muda juga bisa dilakukan sebagai persiapan menuju pernikahan. Sebanyak 76% masyarakat menengah ke bawah menggunakan cara itu sebagai persiapan menuju pernikahan. Dengan begitu kita bisa membuktikan telah siap menikah karena dinilai sudah mandiri dan mampu mengatur keuangan sendiri. daripada membuang uang dan waktu dengan nongkrong-nongkrong yang tidak jelas lebih baik menabung dan fokus dengan tujuan yang sudah direncanakan. Jangan lupa mengkonsolidasikan kepada calon pasangan perihal dana menikah dan biaya hidup setelah menikah, Dengan begitu kita bisa membuat target sampai berapakah modal yang harus dipersiapkan.
5. Mempersiapkan mental dan ilmu
seperti yang di awal pembahasan bahwa usia tidak menjadi tolak ukur sebuah kedewasaan seseorang maka dibutuhkan bimbingan mental dan ilmu untuk siap menikah. Setiap orang yang hendak menikah sedari dini mungkin mempersiapkan mental yang kuat dan ilmu yang banyak agar dapat menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi nanti.Â
Sehingga permasalahan dalam rumah tangga dapat disikapi secara bijaksana oleh kedua pasangan. Biasanya tahun pertama pernikahan merupakan penentu bisa atau tidaknya beradaptasi dengan lingkungan dan kebiasaan baru. Untuk itu memerlukan pengetahuan yang banyak untuk menghadapinya.
Zaman sekarang informasi kita bisa dapatkan dengan mudah dan cepat. Kita bisa mendapatkan informasi si atau belajar lewat digital maupun secara langsung. Kita bisa belajar menggali ilmu lewat media digital seperti YouTube, Instagram, website, Googling, dan media lainnya. Kita juga menggali suatu informasi secara langsung seperti seminar parenting, mengikuti kelas jodoh, pelatihan parenting, seminar pra nikah, dan lain sebagainya. Tinggal pilihan kita mau atau tidaknya untuk selalu belajar meng-upgrade diri kita dengan ilmu dan mencoba hal baru. Dengan melakukan upgrade mental dan ilmu kita bisa memberikan yang terbaik untuk calon pasangan di masa depan.
Itulah beberapa tips yang telah dijabarkan, yang ditulis hanya beberapa saja dari sekian hal. Masih banyak lagi hal yang perlu dipersiapkan agar pernikahan dapat dijalani dengan baik dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H