Sebagai contoh (fiktif), anak seorang kuli bangunan berhasil meraih kepercayaan orang banyak untuk mengatur wilayah atau lingkungannya. Niat untuk ‘menurunkan’ citranya dalam pandangan masyarakat luas dapat disebar-luaskan dengan narasi yang mengangkat wilayah ‘kepantasan’.
Cerita anak kuli bangunan yang kini sudah tidak tahu diri ‘berani perintah-perintah’ akan diletakkan di depan latar norma dan tata krama, sehingga persepsi masyarakat akan berbunyi ‘kacang lupa kulit’.
Akan lebih ramai dan efektif bila nyinyir dijalankan pada golongan masyarakat dengan jumlah anggota masyarakatnya tinggi. Jelasnya, di mana rasa senasib sepenanggungan, atau solidaritas lebih kental.
Di dalam masyarakat ini satu orang saja mendapat kemakmuran lebih, ia bisa dengan mudah dihadapkan dengan nyinyiran bernuansa pelanggaran tepa salira. Tuntutan yang berlebihan, terutama bisa kemakmuran itu hasil jerih payah sendiri.
Sekali lagi, nyinyir sama sekali tidak sama dengan kritik.
Nyinyiran akan selalu sering terdengar seperti mekanisme menjaga keutuhan kelompok, tapi tujuan utamanya cenderung menyulut perseteruan horizontal - antar sesama warga. Sejak masa kolonial aksi ini digunakan agar orang sebangsa saling menyerang, supaya tidak punya waktu untuk memikirkan ide memajukan diri sendiri dan bangsanya. Dan kelihatannya hingga kini masih terus menghantui.
Dari masyarakat semacam ini seluruh orang satu negeri akan dirugikan. Seperti selama tiga ratus lima puluh tahun, orang lebih sibuk berebut menjadi arang, dan sisanya suka rela menjadi abu.
Referensi
- Lombard, Denys. 2000: Nusa Jawa: Silang Budaya 3: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Nassehi, Armin. 2011: Soziologie: Zehn einführende Vorlesungen. Wiesbaden: VS Verlag.
- https://www.researchgate.net/publication/302935009_Toxic_Socialization (28.03.2020).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI