Pada penyelesaian masalah-masalah tanah pendekatan budaya dan secara langsung tanpa perantara selalu jalan yang paling tepat, dan bukan lagi penyeragaman seperti yang pernah dilakukan lewat UU No. 5/ 1979.
Indonesia sebagai negara dengan keragaman budaya yang melimpah, sudah tidak bisa menunggu lagi untuk memajukan pembangunan di bidang pengetahuan sosial budaya, karena yang patut dijaga, tidak lebih dan tidak kurang, adalah kepentingan dan kelangsungan masyarakat adat di seluruh wilayah tanah air. Di atas landasan pengetahuan sosial budaya yang mendalam akan terbangun semangat saling mengenal, dengan begitu masuknya kepentingan-kepentingan luar yang hanya menggunakan masyarakat adat sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu dapat dihindari sedini mungkin .
Satu catatan menarik sebagai penutup, sebagian besar pemuka-pemuka adat di Kubuang Tigo Baleh saat itu sudah mengutarakan kekuatiran mereka akan punahnya kebudayan dan adat nagari, karena interpretasi baru agama Islam. Surau-surau di nagari mereka saat itu sudah kerap didatangi orang-orang berjubah dan bersorban dari luar Kubuang Tigo Baleh. Gerakannya adalah seruan untuk lebih mengikuti interpretasi mundur ke masa lampau dalam menjalankan agama.
Mereka juga menunjukan sikap yang mengabaikan adat dan budaya setempat. Indak tarati' (tidak tertib), begitu cerita para pemuka adat di sana dalam menilai sikap dan perilaku orang-orang ini. Sedikit atau banyak usaha ini sudah tergolong usaha untuk membypass otoritas masyarakat adat untuk satu tujuan, di mana pada saat itu adat dan budaya setempat akan punah, karena dianggap haram untuk dilakukan.
Selamat merayakan Hari Hak Masyarakat Adat Nasional 2020!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H