Mohon tunggu...
Matrimony Lesmana
Matrimony Lesmana Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Sosiologi Budaya

dengan ikhlas dan senang hati menyerukan bahwa perbedaan sosial budaya sama sekali bukan alasan pemisahan masyarakat;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kerbau Pergi Kubangan Tinggal, Hukum Tanah Adat Minangkabau

13 Maret 2020   09:28 Diperbarui: 15 Maret 2020   21:46 2221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan dahulu juga sudah ditentukan di mana rumah akan dibangun dengan menentukan kekerasan tanah, bila diuji dengan memakai patokan tanah di sekitar rumah gadang yang lama memang tanahnya sangat padat sehingga tidak cocok untuk digarap.

Ketersedian lahan untuk pasar dan luas tanah makam juga sampai ikut diperhitungkan bagi berdirinya sebuah nagari di Kubuang Tigo Baleh. Perhitungan ini juga membuat luas satu nagari tidak pernah sama dengan nagari lainnya.

Di dalam sejarahnya sistem nagari ini mengalami kemunduran dan pukulan terberat pada tahun 1979, saat pemerintah mengeluarkan UU No. 5/1979. Undang-undang ini mengatur ulang sistem pemerintahan daerah, dengan ini sistem nagari harus ikut menganut sistem 'nasional', yaitu desa atau kelurahan.

Dengan demikian peraturan adat atau tradisional de facto tidak berlaku, karena berada di bawah pemberlakuan peraturan pemerintah daerah nasional.

Di lain sisi UUD 45 Pasal 18 jelas secara de jure mengakui keabsahan sistem pemerintahan nagari. Bahkan bila membaca Penjelasan UUD 45 dari pasal 18 tersebut, istilah 'nagari' di Minangkabau justru benar-benar dicantumkan.

[...] saat pemerintah mengeluarkan UU No. 5/ 1979.

Prakteknya di lapangan banyak nagari dipecah-pecah ke dalam administrasi kelurahan menurut luas wilayah. Hingga ada satu desa dengan persawahan yang sangat luas tapi penggarapnya ada di kelurahan lain dan begitu sebaliknya. Bisa disimpulkan, bahwa pengaruhnya besar pada sistem lumbung beras nagari dan kas daerah.

Maka, ketika Kubuang Tigo Baleh kembali ke pemerintahan nagari, persawahan dan perkebunan menjadi bagian nagari yang paling sulit diganggu-gugat. Hingga pernah pada satu kasus Kerapatan Adat Nagari Salayo menolak pembangunan sebuah jalan, karena akan melintas daerah persawahan. Selain karena resiko sengketa tanah dalam satu keluarga, juga ikut diperhitungkan jumlah panen yang akan berkurang karena berkurangnya luas sawah.

(persawahan di Nagari Salayo/ dokumentasi pribadi)
(persawahan di Nagari Salayo/ dokumentasi pribadi)

Menghadapi perkara yang berkenaan dengan tanah adat atau tanah kaum tidak pernah menjadi hal ringan, karena hak guna-pakainya sering kolektif - banyak yang bergantung hidup padanya.

Bisa jadi generasi yang karena usia belum bisa ikut memutuskan. Perhitungan untuk itu harus dalam dan luas, seperti dahulu datuk-datuk menghitung untuk menentukan fungsi sebuah wilayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun