Judul: K-popnomics: Dream Factory or Den of Child Exploitation? Analyzing the Trend of Underage K-Pop Idols Debut
Author: Adinda Dewi AriestutiÂ
Pendahuluan
I'm super shy, super shy
But wait a minute while I make you mine, make you mine
I'm all nervous 'cause you are on my mind, all the time
I wanna tell you but I'm super shy, super shy
Lirik di atas adalah bagian chorus dari lagu Super Shy (2023) oleh NewJeans, salah satu girl group K-Pop yang tengah populer, baik di kalangan penggemar musik K-Pop maupun non K-Pop karena lagunya yang unik, berulang, dan easy listening. Akhir-akhir ini, musik K-Pop memang tengah digandrungi oleh para penikmat musik di berbagai belahan dunia. Bahkan, banyak turis berkunjung ke Korea Selatan hanya untuk menonton pertunjukan K-Pop sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di sektor budaya dan seni Korea, juga industri fashion, kecantikan, dan perawatan medis (Kim et al., 2021).
Terlihat pada Gambar 1., K-Pop dan gelombang Hallyu (Korean Wave) menjadi alasan terpopuler keenam yang mendasari para turis berkunjung ke Korea Selatan pada tahun 2022, dengan 16.9% didominasi oleh turis wanita. Selain itu, berdasarkan data Statista (2023), K-Pop menjadi alasan utama bagi para turis dalam rentang usia 15--19 tahun (21.3%) dan 20--29 tahun (17.3%) untuk mengunjungi Korea Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa K-Pop memang berperan besar di dalam menarik wisatawan ke Korea Selatan, terutama wisatawan wanita dan kelompok usia muda.
Lantas, bagaimana K-Pop mampu menembus batasan bahasa dan budaya hingga berhasil mencapai kesuksesan di pasar global? Konten musik yang sarat akan kemampuan bernyanyi, koreografi, dan visualitas para idola K-Pop dengan standar kecantikan di atas rata-rata tentu menjadi faktor utama yang menarik minat penggemar (Kim et al., 2021). Selain itu, maraknya penggunaan platform live-streaming, seperti V-Live, Weverse, Youtube, Netflix, TikTok, dan Instagram juga meningkatkan awareness akan K-Pop di kancah global. Ketika pandemi Covid-19 mulai mewabah pada awal 2020, aktivitas di industri K-Pop, seperti konser langsung, fansign, dan berbagai acara penghargaan musik sempat terhenti. Namun, agensi K-Pop berhasil mengatasi kondisi pada saat itu agar pendapatan artisnya tidak terlalu terdampak dengan menyelenggarakan online concert, seperti BTS MOTS: 7 virtual concert (2020) dan BLACKPINK: THE SHOW (2021), melalui platform live streaming berbayar.
Di era digitalisasi saat ini, eksistensi platform live streaming terbukti berhasil memengaruhi efektivitas dan efisiensi dalam proses memproduksi, mengakses, dan menyebarkan musik K-Pop di kancah global (Ma et al., 2022). Contohnya, dalam jurnal oleh Haydn (2020), adanya peningkatan konsumsi live streaming K-Pop selama pandemi Covid-19 tercatat telah berkontribusi di dalam eskalasi angka penjualan tiga agensi hiburan K-Pop terbesar di Korea Selatan, yaitu SM, YG, dan JYP, yang mencapai 2,64 miliar USD (Ma et al., 2022). Hal ini tidak lepas dari kontribusi platform live streaming yang menjadi wadah bagi para idol K-Pop untuk mempromosikan lagu, album, dan group merchandise guna meningkatkan sales income mereka.
Faktor terakhir, yaitu proses rekrutmen dan pelatihan para calon idola K-Pop yang kompetitif. Agensi K-Pop biasanya fokus mencari hidden gem di antara para trainee untuk kemudian didebutkan menjadi anggota grup K-Pop karena agensi juga telah menggelontorkan sejumlah dana investasi selama masa trainee anggota (Kim et al., 2021). Tak tanggung-tanggung, banyak agensi yang mengadakan audisi global resmi untuk menggaet talenta asing terbaik sebagai trainee mereka. Tak jarang, agensi merekrut peserta di bawah umur untuk ditempa sedemikian rupa menjadi seorang idola, seperti NewJeans' Hyein (14), Le Sserafim's Eunchae (15), Baby Monster's Chiquita (14), dan yang paling muda, yaitu UNIS' Seowon (11).
Jika ditelaah lebih lanjut, debut idola K-Pop di bawah umur bukanlah suatu fenomena baru di industri musik K-Pop. Contohnya, di tahun 2000, BoA debut sebagai solois di bawah naungan SM Entertainment ketika usianya masih 13 tahun (Herman, 2020). Sayangnya, tren rekrutmen calon trainee muda dan debut idola di bawah usia 15 tahun -- batas bawah usia kerja yang legal di Korea Selatan -- kian marak terjadi dan seakan-akan terlihat dinormalisasi akhir-akhir ini. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan yang patut untuk direnungkan. Apakah mempekerjakan seorang idola K-Pop di bawah umur merupakan bentuk child labor yang berpotensi mengarah kepada eksploitasi anak karena memberikan dampak negatif secara fisik, mental, sosial, dan moral?
Sebelum membahas lebih lanjut, perlu dipahami apa yang dimaksud dengan istilah pekerja anak. Menurut ILO (2011), pekerja anak merujuk pada bentuk pekerjaan yang dapat merugikan anak-anak secara mental, fisik, sosial, atau moral. Pekerjaan semacam ini juga dapat mengintervensi kegiatan sekolah mereka, baik dalam bentuk penghapusan kesempatan bersekolah, tuntutan untuk meninggalkan sekolah sebelum waktunya, dan keharusan untuk menggabungkan aktivitas sekolah dengan pekerjaan berat dalam waktu lama. Namun, makna dari istilah "pekerja anak" ini memiliki batas, di mana berbagai aktivitas atau pekerjaan yang melibatkan partisipasi anak-anak tidak dapat dikatakan sebagai bentuk child labor sepanjang hal itu tidak berpengaruh negatif terhadap kesehatan atau mengganggu sekolah mereka. Oleh karena itu, memahami definisi suatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai child labor juga bergantung pada konteks dan peraturan di negara tersebut. Sebagai contoh, mempekerjakan seorang idola K-Pop di bawah umur mungkin tidak selalu dianggap sebagai bentuk child labor karena tergantung pada perlakuan dan tuntutan yang diberikan oleh agensi terhadap sang idola.
Mengapa Agensi Mendebutkan Idola K-Pop di Bawah Umur?
Dalam 8 tahun terakhir, pasar industri musik K-Pop telah mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan terhitung pesat selama masa pandemi Covid -- 19, menjadikan Korea Selatan sebagai pasar musik ke -- 6 dengan tingkat pertumbuhan tercepat di dunia pada 2020 (J. Kim & Kwon, 2022).
Apabila dilakukan analisis pertumbuhan pasar dengan framework BCG Matrix, industri musik K-Pop generasi pertama (1992 -- 2004) masih berada di level "Dogs" pada tahun awal K-Pop mulai dirintis karena pangsa pasar dan pertumbuhan pasar yang masih rendah saat itu. Sementara itu, berdasarkan Gambar 2., terlihat bahwa terjadi pertumbuhan hasil penjualan industri musik yang stabil di generasi ketiga (2012 -- 2017) dan keempat (2018 -- sekarang) sehingga kedua generasi ini bisa dikatakan sudah berada di level "Stars". Tingkat pertumbuhan industri musik Korea Selatan sempat mengalami fluktuasi di mana terjadi penurunan drastis hasil penjualan industri musik (-11.01%) di tahun 2020 akibat pandemi Covid-19, kemudian meningkat pesat (54%) pada 2021 akibat kurangnya ruang gerak offline sejalan dengan kebijakan lockdown dan pembatasan sosial berskala besar di Korea Selatan.
Pada Gambar 2., nilai ekspor industri musik Korea Selatan dalam rentang waktu yang diamati (2014 -- 2022) juga mengalami pertumbuhan yang signifikan dengan capaian tertinggi 927,6 juta dolar AS. Adanya ledakan penjualan album di Korea Selatan, khususnya album K-Pop, dalam satu dekade terakhir menunjukkan terdapat tren peningkatan nilai pasar di tiap tahunnya sehingga permintaan pasar akan industri musik K-Pop pun naik. Hal ini dapat menjadi alasan dibalik perilaku agensi K-Pop mendebutkan idola K-Pop di bawah usia 15 tahun yang memang dirasa memiliki segudang bakat untuk menaikkan pamor dan pendapatan perusahaan.
Risiko Debut sebagai Idola K-Pop di Usia Muda
Menjadi seorang idola K-Pop berarti harus siap dengan segala tekanan dari agensi, mulai dari tingkat persaingan yang kompetitif, sistem pelatihan yang ketat, dan tekanan untuk selalu tampil sempurna (Mysyk, 2023). Tak jarang, tekanan dalam durasi kerja dan training atau keharusan diet untuk menjaga berat badan ideal mengakibatkan banyak idola K-Pop mengalami stress, depressive disorder, extreme anxiety disorder, hingga menurunnya kesehatan fisik dan mental yang berujung pada tindakan bunuh diri. Berdasarkan data OECD, Korea Selatan menduduki peringkat pertama dengan tingkat bunuh diri tertinggi pada 2013 -- 2016 dan 2018 -- 2020 dibandingkan dengan negara anggota OECD lainnya (L. Kim et al., 2023). Tingginya angka bunuh diri di Korea Selatan disebabkan oleh berbagai faktor, seperti terlihat pada Gambar 3.
Berdasarkan grafik pada Gambar 3., sebagian besar kasus bunuh diri di Korea Selatan pada 2021 disebabkan oleh buruknya kesehatan mental, di mana kaum wanita (57%) lebih berisiko mengalami penyakit mental dibandingkan kaum pria (32.1%). Selain itu, penduduk Korea Selatan dengan rentang usia 11 -- 20 tahun dan 21 -- 30 tahun juga cenderung memiliki tingkat kesehatan mental yang buruk, ditunjukkan dengan tingginya capaian angka bunuh diri masing-masing sebanyak 58.6% dan 54.4%. Hal ini menunjukkan bahwa buruknya kesehatan mental menjadi penyebab utama tingginya kasus bunuh diri di Korea Selatan.
Risiko lain yang dikhawatirkan menimpa idola K-Pop di bawah umur, yaitu cyber violence. Tidak jarang idola K-Pop menjadi korban cyberbullying atau bahkan mengalami bullying dari sesama anggota trainee/grup mereka sendiri. Contohnya, pada 2022, ramai kasus Kim Garam, mantan anggota Le Sserafim, yang diisukan pernah menjadi pelaku bullying terhadap teman SMP nya, Yoo Eun Seo. Implikasinya, Kim Garam mengalami cyberbullying oleh netizen Korea dan internasional, bahkan di kalangan fans Le Sserafim sendiri. Dilansir dari Naver (2022), meski terbukti tidak bersalah, Hybe Labels, agensi yang menaunginya, memutuskan kontrak kerja eksklusif dengan Garam setelah 2 minggu debut di Le Sserafim.
Berdasarkan Gambar 4., terlihat bahwa pada 2022, mayoritas siswa di Korea Selatan mengalami kejahatan siber dalam bentuk pelecehan verbal (33.3%), disusul dengan pencemaran nama baik (16.1%), dan cyberstalking (7.7%) dalam tiga posisi teratas. Proses digitalisasi yang pesat menjadi momentum bagi oknum tertentu untuk saling menyerang dan merendahkan satu sama lain, tak terkecuali idola K-Pop yang juga menjadi sasaran. Selain itu, anak-anak muda juga tidak lepas dari bentuk pelecehan seksual secara online (6.1%), tidak terkecuali idola K-Pop.
Di dalam memproduksi lagu, bagian manajemen artis dari suatu agensi biasanya akan memilih lagu, koreografi, dan kostum yang akan digunakan oleh idolanya (Saeji, 2013). Tidak jarang, para stylist memberikan kostum yang terlalu mengekspos bagian tubuh para idola K-Pop, tak terkecuali mereka yang masih di bawah umur. Begitu pula dengan choreography mereka yang terkadang mengandung gerakan tidak senonoh. Contohnya saja, girl group Le Sserafim yang sering menuai kontroversi di kalangan penggemar K-Pop karena sering memasukkan gerakan seksi dan provokatif dalam choreography mereka -- twerking dalam "Fearless", crawling dalam "Unforgiven" -- meski salah satu anggotanya, Hong Eunchae, masih berada di bawah usia legal. Maraknya tren penggunaan underwear sebagai outfit luar, bahkan di kalangan idol K-Pop di bawah umur juga dikhawatirkan menjadi objektifikasi seksual oleh penggemarnya.
Alasan Anak-Anak Muda Korea Selatan ingin Debut sebagai Idola K-Pop
Idola K-Pop sejatinya merupakan produk budaya hasil dari sistem training perusahaan hiburan, di mana para anak muda dipilih melalui audisi, baik domestik maupun global, untuk kemudian diharuskan menjalani pelatihan menyanyi, menari, bahasa asing, pemodelan, hingga akting selama beberapa tahun (Lee & Zhang, 2020). Anak muda di Korea Selaatan sejatinya sangat menyadari fakta kelam industri K-Pop, ketatnya persaingan trainee di sana, serta berbagai risiko menjadi korban cyberbullying, online abusing, sexual harassment, cyberstalking, dan kejahatan lainnya (Saeji et al., 2020). Lalu, mengapa mereka tetap ingin menjadi seorang idola K-Pop?
Para idola K-Pop dikenal memiliki kemampuan serba bisa dan telah meraih kesuksesan di pasar domestik dan global belakangan ini -- sebut saja BTS, Stray Kids, EXO, BLACKPINK. Implikasinya, para idola K-Pop dipandang sebagai aset nasional yang berharga sehingga mengarah pada peningkatan jumlah anak muda yang ingin berkarir sebagai idola K-Pop. Berdasarkan laporan hasil survei Reuters (2015), sebanyak 21% penduduk pra -- remaja di Korea Selatan memilih idola K-Pop sebagai karir impian teratas mereka (Park, 2015). Bahkan, banyak yang rela mengeluarkan uang untuk mengikuti les vokal dan tari agar dapat meningkatkan peluang lolos audisi di agensi K-Pop ternama, seperti SM Ent., YG Ent., dan JYP Ent.
Asumsi lain yang dapat menjadi dasar dibalik kesediaan anak muda debut sebagai idola K-Pop di bawah umur, yaitu adanya kemungkinan menganggur di kemudian hari. Meski memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan kemampuan yang mumpuni, banyak anak muda di Korea Selatan yang menganggur atau hanya menjadi pekerja tidak tetap saja (OECD, 2019). Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesediaan untuk menempuh pendidikan sembari bekerja. Merujuk pada data OECD (2019), dari 8 pelajar Korea Selatan, kurang dari satu orang yang memutuskan untuk bekerja part-time. Selain itu, sebanyak 4,4% warga usia 15 -- 29 tahun di Korea Selatan juga cenderung memilih untuk mengambil pendidikan lanjutan, baik formal maupun informal, atau menghabiskan waktu yang lama guna mempersiapkan diri menghadapi seleksi rekrutmen kerja daripada bekerja dengan gaji rendah atau diterima di pasar tenaga kerja yang sangat tersegmentasi (OECD, 2019).
Pada Gambar 5., terlihat bahwa terdapat peningkatan angka pengangguran di kalangan kaum muda Korea Selatan, khususnya kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training). Persentase tingkat pengangguran di kalangan kaum muda Korea Selatan, khususnya kategori NEET memang cenderung stabil di skala 10 % -- 13% selama 2011 -- 2021, tetapi menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak 2015 dengan capaian tertinggi di tahun 2020 sebesar 13.31%. Hal ini juga sesuai dengan laporan OECD (2019) yang menyatakan bahwa lulusan sarjana di Korea Selatan memang cenderung menjadi seorang NEET daripada mereka yang tingkat pendidikannya lebih rendah, di mana angka NEET mencapai 18,4% pada 2017. Melalui analisis ini, dapat diasumsikan bahwa anak-anak muda di Korea Selatan mungkin berpikir dengan menjadi idola K-Pop, setidaknya mereka dapat menghasilkan uang dan terhindar dari risiko menjadi seorang pengangguran di usia muda.
Lee Seung Gi Crisis Prevention Act sebagai Bentuk Perlindungan
Pemerintah Korea Selatan telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk melindungi dan mencegah para idola K-Pop di bawah umur dari segala bentuk risiko eksploitasi oleh perusahaan hiburan yang menaungi mereka. Contohnya, berdasarkan laporan dari Yonhap News Agency pada 21 April 2023 lalu, Komite Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Majelis Nasional Korea Selatan diwakili oleh Lim Jong-seong, salah satu anggota partai demokratis, telah mengajukan amandemen pada beberapa pasal dalam Popular Culture and Arts Industry Development Act yang sekaligus disahkan pada bulan itu (Pratiwi, 2023). Amandemen undang-undang yang juga dikenal sebagai Lee Seung-gi Crisis Prevention Act ini mengatur jam kerja maksimal para pekerja dari berbagai kelompok usia untuk mencegah terjadinya eksploitasi kontrak kerja, khususnya bagi pekerja berusia < 15 tahun. Langkah amandemen UU ini sendiri terinspirasi dari kasus Lee Seung-gi yang menandatangani "kontrak budak" dan tidak pernah dibayar oleh agensi lamanya, Hook Entertainment, atas produksi album dan musik digital selama 18 tahun berkarir sebagai seorang "penyanyi" (Susan-Han, 2023).
Dalam pengajuan amandemen UU tersebut, terjadi perubahan atas kebijakan batas waktu kerja maksimal para pekerja di industri hiburan, yang awalnya 35 jam/minggu (usia < 15 tahun) dan 40 jam/minggu (usia > 15 tahun) menjadi 25 jam/minggu (usia < 12 tahun), 30 jam/minggu (12 -- 15 tahun), dan 35 jam per minggu untuk pekerja berusia > 15 tahun (Malleck, 2023). Selain jam kerja, amandemen UU ini juga mengatur tentang: (1) perlindungan hak asasi pekerja hiburan atas pendidikan, kesehatan, dan keselamatan, terutama bagi para idola K-Pop di bawah umur, (2) kewajiban agensi hiburan untuk melaporkan pendapatan artisnya secara transparan minimal 1 tahun sekali guna mencegah risiko kerugian bagi sang artis akibat kontrak kerja yang eksploitatif, serta (3) kontrak kerja yang dibuat harus menyertakan detail ketentuan remunerasi dan pengeluaran (Malleck, 2023).
Adanya kebijakan yang baru ini tentu memberikan efek positif bagi industri K-Pop, khususnya terkait kesejahteraan fisik dan mental para pekerjanya. Kebijakan ini juga menjamin pemenuhan hak atas pendidikan para idola K-Pop, mengingat banyak idola K-Pop yang terpaksa berhenti sekolah karena jadwal latihan dan kerja mereka yang sangat padat -- sebut saja BLACKPINK's Rose, NCT's Doyoung, dan NCT's Jaemin. Meskipun demikian, lima asosiasi K-Pop, yaitu Korea Entertainment Producer's Association, Korea Music Content Association, Record Label Industry Association of Korea, Korea Management Federation, dan Recording Industry Association of Korea, merasa bahwa kebijakan tersebut akan menghambat kemajuan industri K-Pop. Mereka berpendapat bahwa pengurangan jam kerja para idola K-Pop di bawah umur berimplikasi terhadap latihan koreografi tanpa anggota underage karena limitasi waktu kerja sehingga aktivitas grup yang mengombinasikan anggota dari berbagai kalangan usia menjadi terbatas (Chahayani, 2023). Padahal, kesejahteraan para idola K-Pop merupakan kunci utama di dalam keberlangsungan grup itu sendiri di mana tindakan pemberian perlindungan bagi para pekerja di bawah umur, terutama idola K-Pop dalam konteks ini, merupakan tanggung jawab yang harus diemban oleh masyarakat, pemerintah, dan para pelaku industri hiburan.
Kesimpulan
Kesuksesan K-Pop di kancah domestik maupun global tidak terlepas dari berbagai konten musik yang unik, penggunaan platform live-streaming, serta proses perekrutan dan pelatihan para calon idola K-Pop yang ketat dari agensi hiburan. Akan tetapi, maraknya praktik debut idola K-Pop di bawah umur yang semakin dinormalisasi menimbulkan berbagai permasalahan etika dan hukum. Tekanan dari agensi, lingkungan yang kompetitif, dan tuntutan akan kesempurnaan visual dapat menyebabkan timbulnya stres, depresi, gangguan kecemasan ekstrem, dan masalah kesehatan mental lainnya yang acap kali berakhir dengan bunuh diri. Risiko lainnya, yaitu banyaknya idola K-Pop yang menjadi korban cyberbullying dan perundungan dari sesama anggota trainee seiring dengan kemajuan digitalisasi.
Meskipun pemerintah Korea Selatan telah mengeluarkan the Popular Culture and Art Industry Development Act, diperlukan peninjauan ulang tentang bagaimana undang-undang tersebut diimplementasikan dan pengawasannya. Selain itu, perusahaan hiburan yang terlibat dalam industri sebaiknya mendebutkan idola K-Pop berusia > 15 tahun atau menunda debut grup hingga anggota resminya menginjak usia legal untuk bekerja. Meski sangat disayangkan bahwa akan terus ada konsekuensi dan situasi yang tidak menguntungkan bagi idola K-Pop yang sudah legal untuk bekerja sekalipun, tetapi setidaknya tindakan dalam bentuk hukum dapat diberlakukan untuk mencegah kerugian bagi para idola K-Pop.
DAFTAR PUSTAKA
Chahayani, J. (2023). Lee Seung-Gi Situation Prevention Act: Regulasi Baru Korea Selatan untuk Melindungi Idol Muda. LK2 FHUI.Â
Herman, T. (2020). BOA talks her 20th anniversary, legacy & being a forerunner of K-Pop's rise. Forbes.Â
IFPI. (2021). Global Music Report 2021: State of the Industry. International Federation of the Phonographic Industry. https://gmr2021.ifpi.org/assets/GMR2021_State of the Industry.pdf
ILO. (2021). Child labour statistical profile: Eastern and South-Eastern Asia and the Pacific Islands. International Labor Organization. wcms_831535.pdf (ilo.org)
ILO. (2011). Definition: What is meant by child labour? International Labour Organization. https://www.ilo.org/resource/definition-what-meant-child-labour
Kim, J., Jung, S., Roh, J., & Choi, H. (2021). Success Factors and Sustainability of the K-Pop Industry: A Structural equation model and fuzzy set analysis. Sustainability, 13(11), 5927. https://doi.org/10.3390/su13115927
Kim, J., & Kwon, S. (2022). K-Pop's global success and its innovative production system. Sustainability, 14(17), 11101. https://doi.org/10.3390/su141711101
Kim, L., Lee, G., Lee, W., & Yoo, K. (2023). The Werther effect following the suicides of three korean celebrities (2017--2018): an ecological time-series study. BMC Public Health, 23(1). https://doi.org/10.1186/s12889-023-16080-1
Kim, S., Hwang, S., & Kim, J. (2021). Factors influencing K-pop artists' success on V live online video platform. Telecommunications Policy, 45(3), 102090.
https://doi.org/10.1016/j.telpol.2020.102090
Lee, H. K., & Zhang, X. (2020). The Korean Wave as a source of implicit cultural policy: Making of a neoliberal subjectivity in a Korean style. International Journal of Cultural Studies, 24(3), 521--537. https://doi.org/10.1177/1367877920961108
Ma, Z., Song, L., Zhou, J., Chong, W., & Xiong, W. (2022). How Do Comeback Korean Pop Performers Acquire Audience Empathetic Attachment and Sustained Loyalty? Parasocial Interactions Through Live Stream Shows. Frontiers in psychology, 13, 865698. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.865698
Malleck, J. (2023). South Korea passed a bill to protect underage K-pop idols from exploitation. Quartz.Â
https://qz.com/kpop-idol-lee-seunggi-act-underage-labor-exploitation-1850369563
Mysyk, V. (2023, April 28). HIGH RATES OF SUICIDES AMONG K-POP STARS: CAUSES AND BACKGROUND OF THE PROBLEM.Â
https://doi.org/10.36074/logos-28.04.2023.66
OECD. (2019). Investing in Youth: Korea. Organization for Economic Cooperation and Development. https://doi.org/10.1787/4bf4a6d2-en
Park, J.-M. (2015). South Korean children navigate rocky road to K-pop stardom. Reuters. https://www.reuters.com/article/2015/01/22/south-korea-k-pop-idINKBN0KV0NX20150122/
Pratiwi, I. E. (2023). Korsel Resmikan RUU untuk Melindungi Idola Kpop di Bawah Umur, Terinspirasi dari Kasus Lee Seung Gi. KOMPAS.com.Â
Saeji, C. T., Choi, G., Selinger, D., Shababo, G., Cheung, E. Y., Khalaf, A., Owens, T., & Tang, K. (2020). Regulating the Idol: the life and death of a South Korean popular music star. The Asia-Pacific Journal | Japan Focus.
Saeji, C. T. (2013). Juvenile Protection and Sexual Objectification: Analysis of the performance frame in Korean music television broadcasts. Acta Koreana.
Statista. (2023). Tourists visiting for hallyu/Korean Wave experiences South Korea in 2022, by age. Statista.Â
Statista. (2023). Reasons for suicide South Korea 2021, by age. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/1267381/south-korea-reasons-for-suicide-by-age/
Statista. (2023a). Value Hallyu-attributed exports from South Korea 2018-2021. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/1366179/south-korea-hallyu-exports-value/
Statista. (2023b). Reasons for suicide South Korea 2021, by gender. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/1267359/south-korea-reasons-for-suicide-by-gender/
Statista. (2023b). Value hallyu-attributed exports from South Korea 2018-2021, by product type. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/1366186/south-korea-hallyu-exports-value-by-product-type/
Statista. (2023c). Common types of cyber violence committed by students South Korea 2022. Statista.
Statista. (2023d). Share of students experiencing cyber violence South Korea 2022. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/1225553/south-korea-pupils-share-experiencing-cyber-violence/
Statista. (2024). Reasons why tourists chose to visit South Korea 2022, by gender. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/1452192/south-korea-travel-reasons-for-tourists-by-gender/
Statista. (2024). South Korea: music industry exports. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/625158/south-korea-export-music-industry/
Statista. (2024b). South Korea: sales revenue music industry. Statista.Â
https://www.statista.com/statistics/1165896/south-korea-sales-revenue-music-industry/
Susan-Han. (2023). Industry affiliates denounce new laws regulating maximum work hours for underaged minor K-Pop artists. Allkpop.
United Nations. (2022). World Population Prospects 2022. United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division. Â https://population.un.org/wpp/
Williams, J. P., & Ho, S. X. X. (2015). "Sasaengpaen" or k-pop fan? Singapore youths, authentic identities, and Asian media fandom. Deviant Behavior, 37(1), 81--94. https://doi.org/10.1080/01639625.2014.983011
. (2022). | ! https://www.dispatch.co.kr/2227315
. (2023). " "*" " . Naver.com. https://n.news.naver.com/article/001/0013894812?type=journalists
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H