Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengantar Ekonomika Perilaku

31 Juli 2024   23:25 Diperbarui: 31 Juli 2024   23:36 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nudge Theory

Dalam behavioral economics dibicarakan pula sebuah teori yang disebut sebagai teori dorongan halus atau nudge theory. Nudge theory adalah konsep yang menjelaskan bagaimana kita mempengaruhi orang lain dengan sugesti tidak langsung agar orang tersebut berperilaku tertentu tanpa mengubah pilihan yang tersedia bagi mereka. Sebagai contoh, melawan diabetes pada anak-anak adalah prioritas di banyak negara. Oleh karena itu, alih-alih melarang minuman bersoda dan fast food di sekolah serta mempromosikan pola makan sehat, behavioral economics menawarkan solusi masalah ini dengan cara yang sedikit berbeda. Behavioral economics mendesain agar anak-anak di sekolah mau memakan makanan yang lebih sehat dengan menata ulang posisi makanan di kantin sekolah tanpa mengurangi pilihan makanan yang ada (makanan sehat dan tidak sehat). Kantin dapat meletakkan makanan paling sehat seperti buah-buahan dan sayuran di rak setinggi mata yang mudah dijangkau dan makanan yang kurang sehat seperti permen, es krim, dan minuman manis di tempat-tempat yang sulit dijangkau. 

Teori ekonomi klasik membantah dan mengemukakan gagasan ini pasti tidak akan berhasil karena anak-anak yang bersikap rasional tetap akan memilih makanan yang enak meskipun makanan tersebut kurang sehat. Namun, ternyata para siswa lebih memilih makanan sehat yang ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau. Sehingga teori dorongan sebenarnya menjadi berhasil dan mengubah paradigma dalam menerapkan kebijakan publik.

Nomor 1 menunjukkan situasi yang terjadi sebelum diterapkannya nudge theory dan nomor 2,3,4 menunjukkan situasi setelah diimplementasikannya nudge theory. Semua sektor menunjukkan tren positif. 

Sumber: Small changes in choice architecture in self-service cafeterias (Gertrud Winkler et al, 2018)

Psychological Pricing

Dunia bisnis telah mengetahui tentang cara berpikir manusia dalam pengambilan keputusan sejak lama, sehingga mereka tau cara membuat konsumen "terbius" dengan harga yang ditawarkan. Misalnya sebuah club yoga mengiklankan bahwa biaya keanggotaan hanya Rp10.000 per hari yang sepertinya terdengar jauh lebih terjangkau daripada Rp3.650.000 per tahun, padahal ya sama saja. Misalkan juga tas dengan harga Rp499.999 sepertinya terasa lebih murah daripada tas dengan harga Rp500.000. Inilah yang disebut dengan cognitive bias di dalam psychological pricing. Cognitive bias adalah pola sistematis yang menjelaskan terjadinya penyimpangan rasionalitas kita dalam menilai sesuatu. Hal ini dapat membuat seseorang merasa mendapatkan penawaran yang lebih menguntungkan. 

Risk management and loss aversion

Dalam behavioral economics kita juga mempertimbangkan aspek resiko. Misalkan seseorang menawari Anda dua amplop tertutup, yang satu berisi Rp100.000 dan yang lainnya tidak berisi apapun. Anda dapat memilih amplop atau Anda dapat mengambil Rp50.000 saat ini juga tanpa harus memilih. Jadi, apakah anda akan mengambil Rp50.000 atau tetap memilih untuk mendapatkan kemungkinan hadiah Rp100.000 atau tidak mendapatkan uang sama sekali? Dalam situasi ini peluang untuk mendapatkan Rp100.000 atau tidak mendapatkan uang sama sekali adalah sama, yaitu 50:50 dan pengembalian yang diharapkan atau rata-rata dari dua kemungkinan hasil adalah Rp50.000. Maka jika anda bersedia menerima uang tunai Rp50.000 dan tidak memilih kedua amplop, maka anda tergolong risk neutral. 

Behavioral economics telah melakukan banyak studi tentang pengambilan risiko, terutama keengganan terhadap kerugian (loss aversion). Ini adalah gagasan bahwa orang sangat ingin menghindari kerugian dan suatu hal yang tidak pasti (Amos Tversky dan Daniel Kahneman 1979). Prospect theory menunjukkan bahwa rasa sakit ketika mengalami kehilangan lebih besar dari kenikmatan ketika mendapatkan sebuah hadiah atau penerimaan. Sehingga secara umum, masyarakat akan memilih pendekatan yang lebih aman meskipun ini bukan pilihan yang paling logis. Sebagai contoh, Anda sedang berada di pasar malam dan diminta untuk melempar sebuah koin, jika bagian angka yang muncul maka Anda akan mendapatkan Rp100.000 sedangkan ketika gambar yang muncul Anda harus membayar Rp50.000. Dari sudut pandang matematis Anda seharusnya menerima tawaran tersebut, namun banyak orang tidak mau menerimanya karena mereka ingin menghindari kekalahan dan kerugian.

Loss aversion curve menunjukkan penurunan value yang lebih  signifikan ketika kehilangan 50 sen daripada mendapatkan 50 sen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun