Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Period Poverty: Malapetaka Bagi Perempuan India

21 Januari 2024   18:07 Diperbarui: 21 Januari 2024   18:08 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1.2. Vicious Cycle of Period Poverty Sumber: Ilustrasi Penulis

Period poverty bukan hanya masalah perempuan semata, melainkan juga masalah sosial yang mempengaruhi seluruh lini kehidupan. Dengan mengatasi masalah ini, kita dapat mempromosikan kesetaraan gender, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan memberdayakan perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka. Oleh karena itu, period poverty menjadi suatu problematika penting yang harus segera diatasi. 

Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah?

Guna meningkatkan kesadaran di kalangan remaja perempuan di daerah pedesaan dan untuk meningkatkan akses, penggunaan, dan pembuangan sampah produk menstrual yang aman dan berkualitas tinggi di India, pada tahun 2014 pemerintah federal memperkenalkan program Rashtriya Kishor Swasthya Karyakram (RKSK) untuk kesehatan perempuan terutama remaja (Chatterjee, 2020). Bahkan, dalam kurun waktu 2017 -- 2020, beberapa pemerintah negara bagian di India telah memberikan pembalut gratis di sekolah-sekolah di beberapa tempat, seperti Odisha, Andhra Pradesh, Chhattisgarh, Maharashtra, dan Kerala. 

Namun, mengingat bahwa India merupakan salah satu negara luas dengan populasi perempuan terbanyak di dunia, hal tersebut masih dirasa belum cukup. Dari lebih dari 400 juta populasi wanita di India yang mengalami menstruasi, lebih dari 120 juta diantaranya merupakan remaja yang rentan terhadap risiko kurangnya edukasi mengenai menstrual hygiene.

 Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan tindakan lebih lanjut dalam hal distribusi produk menstrual seperti pembalut, tampons, dan menstrual cup, secara gratis terutama pada toilet umum, pedesaan, dan daerah miskin. Pemerintah dapat membangun pusat distribusi pada setiap daerah agar produk-produk menstrual yang higienis dapat didistribusikan dengan merata di seluruh India. Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan perusahaan produk menstrual untuk memberikan subsidi bagi golongan masyarakat tidak mampu agar harga produk menstrual menjadi lebih terjangkau.

Di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap higienitas menstruasi juga memiliki andil yang besar dalam meningkatkan higienitas menstruasi perempuan di India. Pemerintah India dapat berkolaborasi dengan tenaga medis dan tenaga pendidik untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terutama pada remaja perempuan di sekolah-sekolah. Harus dipastikan bahwa remaja perempuan memiliki pengetahuan dasar tentang kebersihan dan kesehatan menstruasi, serta tentang bagaimana cara memperoleh, menggunakan, dan membuang/mencuci produk menstrual dengan benar. Pemerintah seharusnya dapat membuat kebijakan pendidikan yang mengharuskan adanya edukasi kesehatan menstruasi, terutama pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Hal ini ditujukan agar stigma tabu tentang menstruasi dapat dihilangkan. Menstruasi pada perempuan seharusnya menjadi hal lumrah dan normal dibicarakan di masyarakat. 

Pemerintah India hendaknya belajar dari Negara Skotlandia yang mampu menjadi pelopor dalam menangani period poverty. Upaya Skotlandia untuk mengakhiri period poverty dimulai pada tahun 2016, di mana salah satu anggota parlemen dari Partai Buruh, Monica Lennon, meluncurkan kampanye untuk menggratiskan produk menstrual bagi semua orang (Diamond, 2022). Monica Lennon memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) tentang produk menstrual (penyediaan gratis) pada tahun 2019 untuk menciptakan hak hukum sehingga produk menstrual dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan (Barry, 2022).

RUU ini mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk serikat pekerja, badan amal, pelajar, dan selebriti. RUU ini juga memicu percakapan global tentang period poverty dan cara mengatasinya. Disahkannya RUU tersebut pada November 2020 melalui suara bulat oleh Parlemen Skotlandia menjadikan Skotlandia sebagai negara pertama di dunia yang menggratiskan produk menstrual untuk semua orang (Diamond, 2022).

Undang-Undang produk menstrual mulai berlaku pada 15 Agustus 2022. Undang-undang ini mewajibkan pemerintah daerah dan penyedia pendidikan untuk memastikan bahwa produk menstrual tersedia secara gratis di tempat-tempat umum, seperti sekolah, perguruan tinggi, universitas, perpustakaan, pusat komunitas, dan fasilitas rekreasi. Hal ini juga memungkinkan siapa saja yang membutuhkan produk menstrual untuk memintanya dari tempat-tempat ini tanpa harus membuktikan kelayakan mereka atau memberikan informasi pribadi apa pun (Broadcasting Bina Creative, 2020).

Pemerintah Skotlandia telah mengalokasikan dana sebesar GBP 9.7 juta (USD 13.4 juta) per tahun untuk mendanai skema ini, yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi 1.5 juta orang yang mengalami menstruasi di Skotlandia. Pemerintah juga telah meluncurkan kampanye yang disebut Access to Period Products untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong orang untuk menggunakan layanan ini. 

Pemerintah India diharapkan dapat mengikuti jejak Skotlandia. Keberhasilan pemerintah Skotlandia dalam mengatasi period poverty merupakan bukti nyata bahwa permasalahan ini dapat ditangani dengan adanya kemauan dan dukungan pemerintah. Jejak keberhasilan pemerintah Skotlandia seharusnya dapat diterapkan di negara-negara lain yang mengalami permasalahan serupa, tidak terkecuali India. Dengan adanya kebijakan yang mendukung, period poverty di India dapat ditangani dengan segera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun