Alasan yang melatarbelakangi kebijakan tersebut menurut mereka adalah untuk memberikan insentif kepada individu, rumah tangga, dan bisnis supaya memiliki pendapatan yang lebih besar, membangun perekonomian, dan menciptakan lapangan pekerjaan.Â
Padahal, banyak ekonom dan pengamat bahwa kebijakan tersebut merupakan gerakan populis dan tidak disertai adanya riset dan nasihat yang komprehensif. Selain itu, Gotabaya Rajapaksa juga menunjuk Mahinda Rajapaksa, saudara kandungnya, menjabat sebagai perdana menteri (Reuters, 2019).Â
Latar belakang Gotabaya yang berbasis militer membuat kondisi politik tidak baik dan gagal menangani krisis. Gotabaya memotong pajak VAT 15% menjadi 8% dan pajak indirect taxes dari 28% menjadi 24%. Hal ini menyebabkan penurunan PDB sebesar 2%.
Bertahun-tahun, Sri Lanka mengalami defisit pada neraca berjalan (current account) secara rata-rata proporsionalnya, ditandai dengan nilai atau jumlah barang yang diimpor lebih besar daripada barang yang diekspor. Kebijakan lainya yang dianggap blunder adalah organic farming yang membuat impor pupuk berkurang, sehingga terjadi kegagalan produksi sektor pertanian.Â
Terjadi penurunan sekitar 30% yang menyebabkan inflasi dan kelangkaan pada sektor pangan. Terdapat juga restriksi impor agar balance of payment cenderung positif, tetapi terjadi dampak dari restriksi ini terhadap sektor pangan dan energi. Sri Lanka bergantung sepenhnya ada impor petroleum.Â
Maka kebijakan ini menjadikan Sri Lanka mengalami kelangkaan pangan dan pemadaman listrik selama 13 jam sehari. Transportasi publik juga kolaps karena krisis energi (Sebastian, 2022).Â
Klimaks: Krisis Ekonomi pun Terjadi
Bertahun-tahun, bahkan setelah turunnya kekuasaan Mahinda Rajapaksa, Sri Lanka terus berjalan di ambang defisit anggaran. Selain itu, berdasarkan trennya, pendapatan pemerintah Sri Lanka menurun selama 20 tahun--yang paling signifikan adalah ketika kebijakan pemotongan pajak dilaksanakan dan pandemi Covid-19.Â
Apalagi, tepat pada saat pandemi Covid-19 muncul, Sri Lanka harus kehilangan banyak pendapatannya karena tidak di saat-saat itu tidak ada banyak perdagangan internasioal yang aktif, serta melemahnya sektor pariwisata di sana.Â