Oleh: M. Nabiel Arzyan (Ilmu Ekonomi 2016), dan Ewang Khoirul Asrori (Ilmu Ekonomi 2017), Staf Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM 2018
Asal Mula Kurva Phillips
Kebijakan ekonomi suatu negara umumnya ditujukan untuk mencapai stabilitas harga, tingkat pengangguran yang rendah, dan pertumbuhan perekonomian yang tinggi (Friedman, 1968).Â
Tingkat pengangguran hingga kini dipercaya saling berkorelasi dengan kenaikan harga secara umum (inflasi). Kurva Phillips menjelaskan hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran. Ketika tingkat inflasi tinggi, maka tingkat pengangguran akan rendah dan begitu sebaliknya.Â
Kurva Phillips hingga kini masih menjadi pegangan bagi para ekonom dunia dalam menentukan kebijakan dan langkah kedepan dalam perekonomian.
Pada tahun 1926, sebelum kurva Phillips diciptakan, ekonom asal Amerika Serikat, Irving Fisher, telah mengemukakan hubungan antara pengangguran dengan tingkat harga dalam tulisanya yang berjudul "A Statistical Relation Between Unemployment and Price Changes".Â
Fisher menjadikan variabel harga sebagai variabel independen, tingkat pengangguran dipengaruhi oleh tingkat harga pasar. Ketika nilai uang jatuh sehingga menyebabkan inflasi, pengusaha menemukan bahwa penerimaannya pun meningkat, secara nominal, sebagai akibat kenaikan harga secara umum.Â
Kenaikan pendapatan ini mendorong pengusaha untuk menambah tenaga kerja guna semakin meningkatkan output. Asumsi inilah yang digunakan untuk mengkorelasi hubungan antara tingkat harga dan tingkat pengangguran
Gambar 1. Grafik Hubungan Tingkat Pengangguran dengan Kenaikan Upah di Amerika Serikat Tahun 1926
Ketika permintaan terhadap barang komoditas dan jasa meningkat relatif lebih tinggi dari penawarannya, maka permintaan tenaga kerja pun akan meningkat seiring kebutuhan perusahaan memproduksi produknya lebih banyak.Â