Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekonomi Digital, Ekonomi Bual?

23 Maret 2018   08:16 Diperbarui: 17 Juli 2018   07:30 2039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan indikator-indikator di atas, Indonesia telah memiliki fondasi untuk mengembangkan ekonomi digital. Hal ini ditandai dengan kehadiran revolusi digital serta pertumbuhannya di Indonesia (McKinsey, 2016). Pertama, pada tahun 2014, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 72,7 juta penduduk dan pada tahun 2015, terjadi peningkatan pengguna internet sebesar 21,18% menjadi 88,1 juta penduduk. Jika dibandingkan, baik dari segi jumlah maupun pertumbuhan pengguna internet, Indonesia masih lebih unggul dibandingkan dengan negara seperti Malaysia dan Thailand. Berdasarkan data dari internetlivestats (n.d.), pada tahun 2014, jumlah pengguna internet di Malaysia sebanyak 20,1 juta penduduk sedangkan di Thailand sebanyak 23,6 juta penduduk. Kemudian, pada tahun 2015, jumlah pengguna internet di Malaysia meningkat sebesar 2,2% menjadi 20,6 juta penduduk sedangkan di Thailand meningkat sebesar 15,8% menjadi 27,3 juta penduduk.

Dari angka pengguna internet Indonesia pada tahun 2014, sebanyak 75,65% akses internet dilakukan melalui mobile internet. Pada tahun berikutnya, pengaksesan mobile internet tetap mendominasi bahkan terjadi peningkatan dari 75,65% menjadi 76,05%. Mobile internet yang mendominasi menunjukkan bahwa masyarakat di Indonesia terhubung ke internet secara intensif, mengingat bahwa aspek portabilitas mampu memberikan kemudahan dalam pengaksesan internet. Dampaknya, intensifitas hubungan terhadap jaringan tersebut mampu menciptakan hiperkonektivitas yang baik di Indonesia.

McKinsey
McKinsey
Selanjutnya adalah pendapatan teknologi cloud yang tumbuh. Pengukurannya dihitung berdasarkan nilai total pendapatan vendor jasa cloud yang ada di Indonesia. Data dari tahun 2014 hingga 2015 menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan dari teknologi ini tumbuh sebesar 22%. Pada tahun 2014, total pendapatan vendor jasa cloud di Indonesia bernilai sebesar 269 juta USD. Angka ini tumbuh menjadi 364 USD pada tahun 2015. Tumbuhnya pendapatan teknologi cloud menunjukkan bahwa penggunaannya pun turut meningkat di Indonesia.

McKinsey
McKinsey
Indikator potensi Indonesia yang ketiga ditinjau dari sisi big data dan analytics. Perkembangan pada teknologi ini ditunjukkan dari adanya peningkatan pada aliran informasi yang dikirim oleh berbagai macam perangkat. Informasi tersebut dikumpulkan dalam bentuk data dengan satuan petabyte (1 petabyte = 1.000.000gigabyte). Di Indonesia sendiri, terjadi peningkatan aliran data digital sebesar 62% antara tahun 2014 dan 2015. Volume aliran data sebesar 277 petabyte pada tahun 2014 meningkat menjadi 448 petabyte pada tahun 2015. Peningkatan pada aliran data ini disebabkan oleh indikator yang terakhir, yaitu teknologi Internet of Things(IOT). Keberadaan Internet of Things (IOT) di Indonesia dapat telusuri dari jumlah perangkat yang terhubung ke internet. Jika data tahun 2014 hingga 2015 ditelusuri, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah perangkat yang terhubung ke internet sebesar 35% , dari 32 juta unit menjadi 39 juta unit. Dampaknya dalah semakin banyak data dapat terkumpul dari perangkat yang terhubung tersebut. Hal inilah yang menyebabkan aliran data di Indonesia meningkat dari tahun 2014 ke 2015.

McKinsey
McKinsey
McKinsey
McKinsey
Berdasarkan paparan data di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi digital di Indonesia mengalami perkembangan, baik dari segi ketersediaan maupun penggunaannya. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia telah memiliki fondasi untuk mengembangkan ekonomi digital. Lebih dari itu, potensi digitalisasi Indonesia juga didukung dari segi penggunaan. Utamanya, dari segi perdagangan elektronik (e-commerce). Menurut data dari Kompas (2016), nilai total transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 20 miliar USD. Angka ini meningkat sebesar 53,8% dari tahun 2014 dengan nilai 13 miliar USD. Bahkan, angka ini diprediksi sebesar 130 miliar USD pada tahun 2020.

Dampak Digitalisasi terhadap Indikator Ekonomi Indonesia

Potensi ekonomi digital di Indonesia merupakan hal yang penting untuk digali lebih jauh. Pasalnya, perkembangan potensi ini mampu memberikan dampak positif terhadap indikator ekonomi lain, salah satunya adalah tingkat produktivitas. Menurut The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) (2016), ekonomi digital berpotensi untuk meningkatkan produktivitas, penghasilan, serta kesejahteraan sosial. Ekonomi digital memungkinkan proses produksi berjalan lebih efektif dan efisien. Dampaknya, komoditas dapat dihasilkan lebih banyak menggunakan biaya yang lebih sedikit. Proyeksi dari McKinsey (2016) menunjukkan bahwa digitalisasi mampu meningkatkan tingkat produktivitas Indonesia di berbagai sektor. Peningkatan ini diperkirakan mampu memberikan dampak sebesar 121,4 miliar USD pada tahun 2025. Melalui teknologi digital, aspek yang terkait dengan produktivitas pada tiap sektor mampu ditingkatkan. Aspek tersebut meliputi optimisasi operasi, kesehatan manusia dan produktivitas, serta perkembangan produk dan penjualan.

McKinsey
McKinsey
Selain itu, adanya digitalisasi pada platform daring juga dapat menyerap populasi nonproduktif di Indonesia(McKinsey, 2016). Jika dikombinasikan, maka teknologi digital dapat memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 150 miliar USD pada tahun 2025(McKinsey, 2016).

McKinsey
McKinsey
McKinsey
McKinsey
Hambatan dan Tantangan yang Dihadapi Indonesia

Indonesia memang memiliki potensi untuk mendigitalisasi perekonomiannya. Namun, di sisi lain, masih terdapat beberapa hal yang menghambat perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Salah satu faktor yang menghambat adalah masalah pada infrastruktur (McKinsey, 2016). Data yang diperoleh dari McKinsey(2016) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki internet bandwidth yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Hongkong, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Selain itu, rata-rata kecepatan internet di Indonesia juga relatif lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Padahal, kedua infrastruktur ini sangat diperlukan untuk menciptakan akses internet yang baik.

Selanjutnya, tingkat penetrasi internet yang rendah juga menjadi faktor yang  menghambat berkembangnya ekonomi digital di Indonesia. Data pada tahun 2016 menunjukkan bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia sebesar 34%, masih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand (McKinsey, 2016). Rendahnya tingkat penetrasi Indonesia dibandingkan negara lain menunjukkan bahwa akses internet masih belum dirasakan sebagian besar orang. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi (2013), persebaran internet di Indonesia masih berpusat di daerah perkotaan. Pada tahun 2014, dari 88,1 juta pengguna internet di Indonesia, 52 juta diantaranya berada di daerah Jawa-Bali (Eka, 2015). Artinya, 64,1% akses internet hanya dirasakan oleh pengguna dari daerah tersebut. Oleh karena itu, selain pengembangan dari sisi teknologi digital, Indonesia juga perlu meningkatkan akses internet yang lebih merata. Dengan demikian, manfaat dari digitalisasi dapat dirasakan oleh semua kalangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun