Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tegal, Wayang dan Manunggal

16 November 2021   13:53 Diperbarui: 16 November 2021   14:30 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebudayaan bukanlah soal keaslian dan kemurnian. Dia merupakan persilangan antar-kultur dalam lapis waktu demi waktu. Salah satu silang-kultur tersebut terkait bagaimana kreasi wayang golek antar dua wilayah di Bandung dan Tegal tercipta.

Alkisah, Sunan Kudus melakukan inovasi terhadap khazanah wayang kulit. Dia mencari cara agar pertunjukan wayang bisa dilakonkan pada siang hari. Maka, dibuatlah wayang dari kayu yang kemudian dikenal sebagai Wayang Cepak dan lebih berkembang di wilayah Tegal dan sekitarnya. 

Seiring perkembangan Jalan Raya Pos, pertunjukan wayang dari kayu ini menyebar ke bagian tengah wilayah Sunda, khususnya Bandung. Sampai kemudian Bupati Bandung, Wiranata Koesoemah III merumuskan dan memberikan aspek kesundaan dalam pertunjukan wayang ini. Bersama Ki Darman, seorang dalang dari Tegal, dia mulai menciptakan wayang golek yang bertutur dengan bahasa Sunda. Kini, wayang pun menjadi bagian dari kultur Sunda.

* * *

Urusan di kota Tegal sudah hampir tuntas, saya berkemas untuk kembali ke Bandung. Catatan dibuat dalam jurnal harian untuk dikembangkan menjadi tulisan reflektif tentang hidup, wayang, dan dalang.

Hidup bukanlah arena persaingan atau memperebutkan galur dan lakon yang dihasrati. Karena setiap manusia memiliki galur dan lakonnya sendiri-sendiri, juga ketetapan dan kadar-diri masing-masing. Membaca kisah, membaca tempat, membaca lakon kehidupan dalam rentang waktu tertentu ada kalanya butuh momen hening sejenak atau momen Kalangwan, saat kita membaca pola gelar kehidupan diri dengan lebih puitis.

Adakalanya, kita perlu ngelaras rasa atau tawajuh dalam momen khusus yang hening pada malam-malam qadar selama Ramadhan. Ngelaras laras diperlukan agar semua unsur kedirian kita tak berselisih dengan kehendak Tuhan sang Dalang, sang Prima Causa yang menggerakkan semua hal dan mengatur setiap perkara. Itulah manunggal.

Kelirbeling tabir Gusti
Tabire ya wong ngawayang
Wayang manut maring dalang
Dalange murba ing wayang
Kelire layarmaya Gusti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun