Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dongeng Ikan Asin

25 Mei 2020   15:02 Diperbarui: 25 Mei 2020   22:29 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung tampak biru di depan. Ricik air sepanjang sisi jalan, lalu berbelok dan menembus bawah tanah, muncul lagi dan menderas di bagian curam dan lubuk. Udara terasa segar. 

Pepohonan tropis tumbuh di mana-mana, menghutan ke arah Bukit Tunggul. Surga untuk mata dan jasad, mengiringi kami sepanjang perjalanan survey.

Puncak cianjur, ciwidey, dan mungkin lembang adalah gambaran surga bagi penduduk kota. Belakangan juga para turis Timur Tengah (khususnya Arab) membanjiri daerah-daerah tersebut. Di mana imajinasi dan fantasi perihal surga dari orang-orang gurun pasir, mendapatkan tempatnya di sini.

Survey mingguan tak lengkap rasanya tanpa bekal. Terkadang ada jamuan atau sekadar membeli makanan di penduduk setempat. Nasi panas sebakul, sambal terasi dengan lalap tersaji di depan, ditambah seporsi ikan asin di piring seng. 

Apalagi dimasak serba mendadak. Wangi bakaran terasi dan goreng ikan asin, akan dengan cepat membuat air liur keluar. Rasa lapar segera bangkit. Itulah surganya orang Sunda.

Cara merespon makanan, baik rasa, rupa maupun bau, memiliki sejarah panjang. Ia melalui aliran alur sungai evolusi sekian lama. Cara hidup, cara menentukan makanan, bagaimana tubuh kita bereaksi adalah catatan penting proses evolusi itu terjadi. 

Ratusan ribu tahun, tubuh kita merespon perubahan alam guna menentukan cara terbaik agar kita bisa bertahan hidup. 

Ada sekian cara hidup, cara makan, di masyarakat-masyarakat tradisional sebagai hasil akhir proses adaptasi kondisi alam sekitarnya. Sampai kemudian, modernisasi dengan cara hidup urban, khas masyarakat Barat, menggempur cara hidup masyarakat tradisi. 

Pengetahuan tradisional menjadi barang langka. Semuanya mengarah ke cara hidup global.

Salah satu respon hasil evolusi manusia, adalah bagaimana tubuh merespon rasa asin dan gurih. Rasa asin, salah satu bagaimana respon orang Sunda terhadap ikan asin, bukan sekadar pembangkit selera semata. Ia sejatinya menggambarkan simbol dan proses bagaimana tubuhnya bereaksi. Inilah Dongeng Ikan Asin.

Raja Sunda seorang Pagan. Sunda adalah tanah para ksatria dan pelaut--bahkan terkenal melebihi satria orang Jawa. Pria-pria Sunda berwajah tampan, berkulit cenderung gelap, dan berpostur tinggi-tegap.

Kerajaan Sunda menjual beras sebanyak 10 jung tiap tahunnya, sayur mayur yang tak terhitung jumlahnya serta daging babi, kambing, domba dan sapi yang sangat banyak dan tak terhitung. Negeri ini menghasilkan anggur dan buah-buahan.

Kerajaan Sunda memiliki beberapa pelabuhan: Banten, Pontang, Cigede, Tangerang, Sunda Kelapa dan Cimanuk. --kutipan dari Summa Oriental- karya Tome Pires

Summa Oriental adalah karya klasik liputan seorang Tome Pires. Ia petualang Portugis, yang penjelajahanya ke kawasan Asia Tenggara dan China, sekira tahun 1512-1520, dibukukan dalam buku sejarah babon klasik. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dalam naskah ini, Tom Pires mencatat detail bagaimana kehidupan suku-suku bangsa di Nusantara, salah satunya bangsa Sunda. Orang Sunda, tercatat sebagai pedagang dan pelaut unggul, bahkan Tom Pires mencatat kehadiran orang-orang Sunda sampai di Pelabuhan Malaka.

Orang Sunda di sekitar pegunungan juga memiliki postur tubuh yang baik.

Dalam History of Java, Raffles mencatat tentang orang-orang pegunungan dengan penyakit gondok, akibat kekurangan Yodium. Catatan Raffles ini selaras dengan paparan Jared Diamond, seorang antropolog-geografis bahwa di masa lampau, masyarakat manusia di hampir semua pelosok, memiliki keterbatasan terhadap asupan garam. 

Selain garam, beberapa periode tertentu, suku-suku tradisional di masa lalu, mengalami masa-masa kekeringan panjang, peperangan, yang berakibat kelaparan parah di masa itu. 

Maka salah satu cara adaptasi manusia, melalui evolusi, adalah dengan memiliki kecenderungan kuat untuk menggemari rasa gurih dan asin. Kegemaran akan asin dan gurih, adalah sebentuk respon tubuh untuk memenuhi kebutuhan garam.

Demikian juga, kecenderungan manusia yang berada dalam kondisi kekurangan sumber pangan, membuat tubuh merespon dengan cara menggemari rasa manis, lalu menumpuknya di dalam tubuh dalam bentuk lipatan-lipatan lemak. 

Untuk itu, sistem pencernaan, terutama kelenjar pankreas, membuat sistem yang baik, agar kandungan kadar gula dalam darah selalu stabil.

Di alam liar, sumber garam, bagi para karnivora berasal dari darah hewan buruannya. Sedangkan bagi para herbivora adalah dengan asupan air minum yang mengandung garam tinggi.

Sayangnya, akumulasi pengetahuan manusia yang tergambarkan dalam cara hidup suku-suku tradisional, kini nyaris punah. Ini terjadi tidak lebih dari dalam rentang 200 tahun belakangan. 

Cara kita makan telah berubah jauh. Orang-orang Sunda dalam paparan Tome Pires maupun Raffles memiliki asupan protein yang baik, dibuktikan dengan bentuk tubuh dan cara makan orang-orang Sunda. 

Ada catatan prasasti Tarumanegara yang menggambarkan bagaimana pengorbanan ternak secara besar-besaran. Sebuah bukti cara hidup, cara makan yang akrab dengan gizi dan protein yang baik.

"Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan". [Catatan Prasasti Tugu ].

Perubahan pola makan, akibat kehidupan modern, ditambah tekanan cara bertani dan beternak yang berubah seiring Revolusi Hijau, menjadikan pertanian dan peternakan bukan lagi sebagai sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan yang bergizi, tapi sudah bergeser untuk memenuhi kebutuhan pasar. 

Adalah ironi, di tengah kebun sayur yang bergizi tinggi, seorang penggarapnya hanya makan nasi dengan sekerat ikan asin. Adalah ironi di sebuah desa dengan peternakan dan penghasil susu, anak-anaknya mengalami kekurangan protein.

Akibatnya, meski di daerah pegunungan, tingkat penyakit NCD (Non Communicable Disease), semisal darah tinggi, jantung dan diabetes memiliki tingkat prevalensi yang tinggi. 

Pada sisi lain, angka stunting (tubuh pendek) akibat kurang gizi, Indonesia memiliki angka kedua tertinggi di Asia Tenggara. Khususnya di Jawa Barat, 1 dari 3 anak menderita gizi buruk, merata hampir di seluruh daerah.

Jadi dengan menilik catatan sejarah, kita sudah memiliki pengetahuan yang baik perihal cara hidup dan cara makan sesuai kebutuhan tubuh kita, sesuai tradisi suka bangsanya sendiri. 

Di Sunda misalnya, tidak pernah sebelumnya, menu ikan asin menjadi makanan pokok. Itu hanyalah sebentuk adaptasi dari orang-orang pegunungan untuk memenuhi kebutuhan akan garam. Begitulah kisahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun