Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jebakan Labirin Lucifer : Transformasi Kesadaran ala "New Age"

14 Januari 2019   09:06 Diperbarui: 14 Januari 2019   09:40 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Selama beberapa bulan setelah aku menggunakan LSD untuk pertama kalinya, aku yakin telah menemukan rahasia alam semesta. Aku juga reinkarnasi dari sekaligus Buddha dan Kristus. Kitab suciku setebal 47 halaman, hasil diskusiku dengan arwah orang-orang suci, kuharapkan bisa mempersatukan bangsa-bangsa seluruh dunia dalam proyek membangun masyarakat baru."

Cerita di atas adalah pengalaman David Lukoff, tatakala dirinya bersentuhan dengan kesadaran di luar kebiasaan, saat mengalami trance akibat pengaruh LSD. Dia bersama Francis Lu dan Robert Turner kemudian memelopori sebuah gerakan baru dalam bidang psikiatri, yang melihat psikosis tidak hanya dari perspektif biomedis semata. 
David Lukoff kemudian merintis psikologi transpersonal, yakni aliran baru dalam psikologi sebagai dampak gerakan New Age, di tahun 1970-an.

Asal mulai New Age, bisa ditelusuri jauh ke puluhan tahun ke belakang.

Akhir abad 19 dan awal abad 20, revolusi industri mulai menunjukkan dampak besar kepada kamanusiaan, kepada bangsa-bangsa di seluruh dunia. Peta negara bangsa dengan segera membentuk dua kutub : penjajah dan yang terjajah. Revolusi industri ini pula membuat tradisi menjadi terkoyak. Kehidupan tradisional bergerak menjadi modern. Pemodal dan buruh saling menguat. Dulu orang dikenal dengan banyak keahlian dengan identitas khasnya. Kini terkutub hanya menjadi dua : buruh atau tuan.

Awal abad 20 ini, selain mempertegas sekat negara bangsa, juga membuka relasi lebih jauh antar manusia yang berbeda. Pelosok-pelosok tanah tak terjamah dianggap eksotis untuk dijelajah dan dikenali. Pun demikian dengan kehidupan masyarakatnya. Juga ajaran-ajaran spiritual dan agamanya.

Sekat yang terbuka ini, membuat orang Barat yang saat itu dilanda kegersangan batin, menengok sesuatu yang eksotis di dunia jajahan; di dunia Timur. Dengan segera, keterhubungan, saling kait dan pengaruh antar agama dan tradisi terjadi dengan cepat. Di saat itulah, sebenarnya ada dua tipe saling keterpengaruhan ini : teosofi/okultisme dan filsafat perenial. Dari teosofi dan okultisme inilah gerakan New Age berasal.

Teosofi akarnya adalah organisasi yang didirikan dan bermula dari Helena Blavatsky, seorang Jerman Rusia. Blavatsky melakukan perjalanan ke Tibet, Mesir, Siria dan negara-negara Timur Tengah lalu ke India. Dia merumuskan gerakan teosofi sebagai esoteric western, yang lintas agama. 

Tentunya gerakan ini bermula dan berawal dari okultisme (yakni pengetahuan tentang paranormal : sihir, magic, wicca, paganisme, alkemi, astrologi dan segala aliran yang dianggap agama/spiritual). Aliran teosofi ini mengklaim berada di luar agama resmi. Praktik dan pengethuan teosofi ini lalu bercampur dengan sains, psikologi dan pengobatan alternatif, UFO, menjadi gerakan New Age.

Di saat bersamaan dengan kelahiran teosofi, di pojokan-pojokan negeri Afrika Utara, beberapa Wali Mursyid abad 20 mulai berinteraksi dengan dunia Barat. Mesir dan Aljazair yang merupakan basis beberapa tarekat besar mulai dikenal. 

Seorang swedia, Ivan Agueli (24 Mei 1869 - 1 Oktober 1917) masuk Islam dan dibaiat dalam tarekat Saziliyyah lewat Shaykh 'Abd al-Rahman Ilaysh al-Kabir (1840--1921). Agueli ini lalu berganti nama menjadi Shaykh 'Abd al-Hd 'Aql. Di sinilah cikal bakal dimana tradisi tarekat berikut aspek-aspek pengetahuannya diartikulasikan dalam bahasa yang modern.

Lewat penerbitan jurnal, klub-klub (lingkar) studi, dan diskusi-diskusi terbuka maupun korespondensi antar-negara. Agueli, setelah menamatkan studi bahasa Arab di Al-Azhar, Kairo, lalu mendirikan lingkaran studi pengkaji karya-karya Ibnu Arabi, yang dinamakan Al Akbariyya. Lingkar studi Ibnu Arabi ini didirikan di Paris, tahun 1921, dan secara rutin menerbitkan publikasi-publikasi ilmiah. 

Dari lingkar studi ini, muncul nama Rene Guenon, yang sebelumnya merupakan seorang yang sudah akrab dengan tradisi esoterisme kristen. Guenon, adalah seorang katolik roma, yang juga pendiri jurnal La Gnose ("Gnosis"). 

Dari lingkaran studi gnosis di Paris ini, Guenon lalu melangkah lebih jauh kepada tradisi Hinduism, sampai akhirnya ia berkenalan dengan lingkar Studi Al Akbariyya lewat Agueli. Di tahun 1910 ia menjadi muslim dan berganti nama dengan Abd al-Wid Yay, setelah dibaiat dalam Tarket Saziliyyah, lewat guru yang sama membaiat Agueli, yakni Shaykh 'Abd al-Rahman Ilaysh al-Kabir.

Di Aljazair, negeri satu jazirah dengan mesir, Tarekat Darqawiyyah sebagai cabang Syaziliyyah, melahirkan seorang Mursyid yang sangat dikenal di dunia Barat, yakni Ahmad al-Alawi (lahir 1869--wafat 14 Juli 1934). Ahmad al Alawi, lahir di Mosntagem, Aljazair. 

Setelah bepergian ke Maroko dan dibaiat lewat Tarekat Darqwaiyyah, Ahmad Al Alawi kemudian kembali ke kampung halamannya, mendirikan Tarekat sendiri bernama Alawiyyah, mengambil nama dari Ali kwh, yang tampil dalam pengalaman spiritualnya, dan memberikan nama atas tarekatnya tersebut.

Ahmad al Alawi, seperti halnya Agueli di Mesir dan Paris, juga menggunakan artikulasi-artikulasi modern untuk membahasakan pengetahuan-pengetahuan esoteris Islam, atau tasawuf. Ia menerbitkan jurnal dua mingguan Lisan Al-Din (Bahasa Agama) dan Al Balagh Al-Jaziri (Catatan/Risalah seorang Aljazair). 

Setelah perjalanannya ke Prancis di tahun 1926, dimana ia meresmikan masjid pertama di Paris, maka penyebaran Tarekat Alawiyyah di dunia Barat, terutama Prancis dan Wales, terjadi dengan cepat. Kultur pengkajian agama-agama di Paris sangat subur dan menggairahkan. Ini juga yang membuat seorang Fritjof Schuon, yang kelak di kenal sebagai salah seorang pionir filsuf perenial, pertama kalinya mereguk dunia spiritual Islam. 

Schuon, seorang asli Jerman Selatan, semenjak muda sudah mengenal dimensi-dimensi esoteris di laur tardisi krsitennya sendiri. Ia akrab dengan Bhagavad Gita dan Upanishad. Maka mendapati tulisan-tulisan Guenon, dengan cepat ia bisa menangkap dan memahami siginifikanis pengetahuan hikmah tradisi Islam, lewat jalur Ibnu Arabi. Ia lalu menjadi muslim dan dibaiat di Aljazair, di tahun 1932, oleh Ahmad al Alawi, dalam naungan tarekat Alawiyyah.

Lewat Guenon dan Schuon inilah, rumusan-rumusan pengetahuan metafisika (Al ilmu Al Illahiy), diartikulasikan secara filosofis dan modern (lewat buku dan jurnal), dalam sinaran pengetahuan metafisika Ibnu Arabi. Di titik inilah kemudian lahir para pengkaji Ibnu Arabi, para pionir gnosisme, mulai Syed Hossen Nasr, Titus Burckhardt, Henry Corbin, Martin Lings, Coomarsaswamy, William Chittick, Michel Chodkiewicz dan lain-lain.

Begitulah ada dua corak penampakan dunia spiritual menjelah awal abad 20, satu sisi dibangun oleh Balavatsky, Annie Besant, Rudolf Steiner lewat jalur perkumpulan teosofi, yang kelak menjadi cikal bakal gerakan New Age. Satu lagi adalah corak gnosis/hikmah ,metafisika atau filsafat perenial, yang landasannya secara modern, dijajaki oleh Agueli, Guenon dan Schuon. 

Tentu saja dua corak ini tak bisa dan tak pernah disatukan dan disandingkan. Bagi para gnosis, pengetahuan Ilahiyah hanya bisa di cerap lewat jalur praktik agama resmi, yang disini, semua pemukanya mengikuti pembaiatan secara tarekat (Syazilyyah, Darqawiyah atau Alawiyyah) dan menjalankan ritual agama Islam seara kaffah. Sedangkan bagi para teosofi, sifat eklektik, campur aduk, tampak kental sekali.

Guenon, menganggap teosofi, pseudo masonic dan dalam hal tertentu antroposofi Steiner adalah jebakan yang mematikan bagi para pencari dan penapak jalan spiritual. Guenon bahkan membuat buku khusus untuk membahas aliran teosofi ini, Theosophy: History of a Pseudo-Religion. Teosofi, dalam pandangan Guenon, tidak menginduk ke satu pun agama otentik. Ia hanya mencampur adukkan ajaran antar-agama, dengan maksud eklektis semata dan sifatya hanya pencerahan semu dari agama-palsu, pseudo religion.

Apa yang digapai diluar skema syariat agama, adalah pencerahan psikis semata, bukan pengalaman spritual yang otentik. Praktik-praktik teosofi, perkumpulan pseudo masonic dai Prancis, Okultisme Anglo Saxon, sejatinya adalah menghancurkan tradisi keagamaan dan praktik spiritual yang otentik, di mana Guenon menyebutnya sebagai counter-initiation. 

Bahkan pembahasan perihal counter-initiation, dilanjutkan dalam buku khusus yakni The Reign of Quantity and the Signs of the Times. Dalam buku ini, Guenon secara lugas menyatakan bahwa fenomena pseudo-religion, neo spiritualisme adalah jelas-jelas sebagai bentukan dari desain Sistem Dajjal, The Reign of Antichrist, yang mana menampakkan hal-hal yang seolah spiritual, tapi sejatinya menghancurkan fondasi agama dan spiritual itu sendiri.

Serangan para peletak dasar hikmah/gnosisme, filsafat perenial, terhadap fenomena spiritual movement yang duniawi, berlanjut hingga ke murid-murid Schuon dan Guenon. Schuon dan Hossein Nasr dengan jelas menggugat bagaimana para guru palsu, para mursyid dan nabi palsu, yang ikut kerkecimpung dalam masa keterbukaan sekat timur dan barat ini. 

Mereka, para guru palsu ini, dengan menggunakan perangkat-perangkat dan ritual agama, dicampur adukkan dan di elaborasi sedemikian rupa tampak indah dan humanisme : ham, egaliter, dan segala tetek bengek urusan dunia, diletakkan seolah spiritual. 

Mereka para guru dan nabi palsu ini, mendapatkan faedah duniawi (ketenaran, jabatan, kedudukan) lewat praktik agama yang telah didegradasi. New Age adalah salah satu cicit dari gerakan fenomena pseudo religion ini.

Charles T. Tart, salah seorang pionir psikologi transpersonal, merumuskan bahwa perubahan kesadaran adalah salah satu dari tujuan praktik-praktik spiritual. Perubahan kesadaran ini, didapat lewat praktik ritual (meditasi, tarian transce, dikir), dimana perasaan dan luapan emosi rasa bahagia, menyatu dan ekstase emosi adalah tujuan utamanya. Apa yang Charles T Tart ungkapkan, jauh-jauh hari sudah digugat oleh Guenon dan Schuon. 

Bahwa tujuan semua laku ibadah adalah untuk marifat/gnosis, mengenal Tuhan, dan dipagari oleh ortodoksi (syariat agama). Tauhid (meng Esakan) adalah tujuan utama praktik agama dan pengetahuan esoterisme (bathin). Metafisika rumusan Guenon, bukanlah dalam pengertian cabang filsafat modern Barat. 

Metafisika adalah al-Ilmu Al Ilahiy, pengetahuan tentang Allah berikut dimensi-dimensi tak kasat mata lainnya (maratabat alam, peringkat kecerdasan bathin) yang hanya bisa diraih lewat penempuhan jalan spiritual yang otentik.

Selain campur aduk ritual antar-agama dalam new age ini, perecokan juga dialami dalam ilmu pengetahuan. Pseudo sains dan pseudo spiritual berkomplot menghajar tradisi agama yang otentik, sekaligus menampakkan sains yang nyeleneh. 

Fenomena penggalian-penggalian ajaran leluhur, fenomena UFO, konsep energi, chanelling/komunikasi telepati dengan mahluk UFO mendapatkan tempat dan respon dari banyak pihak. Bahkan lebih jauh, time-travel, seolah hal yang mungkin di level kesadaran psikis manusia.

Begitulah, ada bahaya yang nyata, ada jebakan yang menganga lebar, dalam tampilan fenomena spiritual era modern ini. Bayangkan saja, seandainya ada seorang yang mengaku mujadid, lalu lewat konsep meraih energi semesta, dan mengaku bahwa ada cara absah untuk mendapatkan pengetahuan di masa lalu, misalnya lewat time-travel. 

Lantas menyatakan bahwa misalnya, Alquran yang sekarang digunakan adalah sudah tidak asli, bahwa sejarah seharusnya begini dan begitu. Begitulah pseudo spritual dan newa age ini menghancurkan bangunan agama yang mapan. Sebuah rencana dan desain dari The Reign of AntiChirst.

Konsep perubahan kesadaran psikis yang menjadi tujuan utama pseudo spiritual, senyatanya bukanlah berdimensi vertikal. Ia hanya berputar dalam sekat-sekat labirin-labirin kesadaran horizontal saja. Dalam perangkap waham dan pikirannya semata. 

Labirin-labirin ruang kesadaran yang sama sekali tidak mentransformasi kedirian bathin manusia. Labirin-labirin ciptaan Lucifer yang membuat manusia lupa dan menghancurkan agama dan pewahahyuan itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun