Lewat penerbitan jurnal, klub-klub (lingkar) studi, dan diskusi-diskusi terbuka maupun korespondensi antar-negara. Agueli, setelah menamatkan studi bahasa Arab di Al-Azhar, Kairo, lalu mendirikan lingkaran studi pengkaji karya-karya Ibnu Arabi, yang dinamakan Al Akbariyya. Lingkar studi Ibnu Arabi ini didirikan di Paris, tahun 1921, dan secara rutin menerbitkan publikasi-publikasi ilmiah.Â
Dari lingkar studi ini, muncul nama Rene Guenon, yang sebelumnya merupakan seorang yang sudah akrab dengan tradisi esoterisme kristen. Guenon, adalah seorang katolik roma, yang juga pendiri jurnal La Gnose ("Gnosis").Â
Dari lingkaran studi gnosis di Paris ini, Guenon lalu melangkah lebih jauh kepada tradisi Hinduism, sampai akhirnya ia berkenalan dengan lingkar Studi Al Akbariyya lewat Agueli. Di tahun 1910 ia menjadi muslim dan berganti nama dengan Abd al-Wid Yay, setelah dibaiat dalam Tarket Saziliyyah, lewat guru yang sama membaiat Agueli, yakni Shaykh 'Abd al-Rahman Ilaysh al-Kabir.
Di Aljazair, negeri satu jazirah dengan mesir, Tarekat Darqawiyyah sebagai cabang Syaziliyyah, melahirkan seorang Mursyid yang sangat dikenal di dunia Barat, yakni Ahmad al-Alawi (lahir 1869--wafat 14 Juli 1934). Ahmad al Alawi, lahir di Mosntagem, Aljazair.Â
Setelah bepergian ke Maroko dan dibaiat lewat Tarekat Darqwaiyyah, Ahmad Al Alawi kemudian kembali ke kampung halamannya, mendirikan Tarekat sendiri bernama Alawiyyah, mengambil nama dari Ali kwh, yang tampil dalam pengalaman spiritualnya, dan memberikan nama atas tarekatnya tersebut.
Ahmad al Alawi, seperti halnya Agueli di Mesir dan Paris, juga menggunakan artikulasi-artikulasi modern untuk membahasakan pengetahuan-pengetahuan esoteris Islam, atau tasawuf. Ia menerbitkan jurnal dua mingguan Lisan Al-Din (Bahasa Agama) dan Al Balagh Al-Jaziri (Catatan/Risalah seorang Aljazair).Â
Setelah perjalanannya ke Prancis di tahun 1926, dimana ia meresmikan masjid pertama di Paris, maka penyebaran Tarekat Alawiyyah di dunia Barat, terutama Prancis dan Wales, terjadi dengan cepat. Kultur pengkajian agama-agama di Paris sangat subur dan menggairahkan. Ini juga yang membuat seorang Fritjof Schuon, yang kelak di kenal sebagai salah seorang pionir filsuf perenial, pertama kalinya mereguk dunia spiritual Islam.Â
Schuon, seorang asli Jerman Selatan, semenjak muda sudah mengenal dimensi-dimensi esoteris di laur tardisi krsitennya sendiri. Ia akrab dengan Bhagavad Gita dan Upanishad. Maka mendapati tulisan-tulisan Guenon, dengan cepat ia bisa menangkap dan memahami siginifikanis pengetahuan hikmah tradisi Islam, lewat jalur Ibnu Arabi. Ia lalu menjadi muslim dan dibaiat di Aljazair, di tahun 1932, oleh Ahmad al Alawi, dalam naungan tarekat Alawiyyah.
Lewat Guenon dan Schuon inilah, rumusan-rumusan pengetahuan metafisika (Al ilmu Al Illahiy), diartikulasikan secara filosofis dan modern (lewat buku dan jurnal), dalam sinaran pengetahuan metafisika Ibnu Arabi. Di titik inilah kemudian lahir para pengkaji Ibnu Arabi, para pionir gnosisme, mulai Syed Hossen Nasr, Titus Burckhardt, Henry Corbin, Martin Lings, Coomarsaswamy, William Chittick, Michel Chodkiewicz dan lain-lain.
Begitulah ada dua corak penampakan dunia spiritual menjelah awal abad 20, satu sisi dibangun oleh Balavatsky, Annie Besant, Rudolf Steiner lewat jalur perkumpulan teosofi, yang kelak menjadi cikal bakal gerakan New Age. Satu lagi adalah corak gnosis/hikmah ,metafisika atau filsafat perenial, yang landasannya secara modern, dijajaki oleh Agueli, Guenon dan Schuon.Â
Tentu saja dua corak ini tak bisa dan tak pernah disatukan dan disandingkan. Bagi para gnosis, pengetahuan Ilahiyah hanya bisa di cerap lewat jalur praktik agama resmi, yang disini, semua pemukanya mengikuti pembaiatan secara tarekat (Syazilyyah, Darqawiyah atau Alawiyyah) dan menjalankan ritual agama Islam seara kaffah. Sedangkan bagi para teosofi, sifat eklektik, campur aduk, tampak kental sekali.