Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Live In" di Pasir Angling

11 Januari 2019   06:27 Diperbarui: 11 Januari 2019   08:43 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilihan menjadi satpam di Rumah Makan, Cafe atau tempat wisata seolah rasional. Kepastianlah yang dicari. Berbeda dengan petani yang hidupnya bergantung kepada alam, dan mekanisme pasar saat panen tiba, maka menjadi buruh di tempat orang kota seolah membereskan rasa ketakpastian ini.

Lantas di mana konsep ketahanan pangan, ketahanan sosial budaya mendapatkan tempat? Jika masyarakat semakin jauh dari jati diri negeri ini, yang berbasis pada pertanian.

Mendekatkan persoalana-persoalan yang dihadapi sebagian besar masyarakat kita, kepada para pemuda : siswa dan mahasiswa menjadi tema utama. Di sini konsep Live In, tinggal dalam rentang tertentu, dan menjalani kehidupan riil pedesaan menjadi agenda rutin kami, tim walungan.org.

Sejak beberapa hari ini, rumusan Live In sedang kami godok. Terutama terkait penyusunan proposal untuk merespon permintaan sebuah SMU Negeri di Depok. Sepanjang perjalanan pulang dari Pasir Angling, Rabu 9 Januari 2019, kami mencoba membahas lebih fokus konsep Live In ini. Ada beberapa poin-poin penting yang kami rumuskan :

1. Live In merupakan pintu gerbang untuk memperkenalkan persoalan riil yang dihadapai masyarakat, khususnya para petani dan peternak di Pasir Angling
2. Semestinya konsep Live In, Kuliah Kerja Nyata, Bakti Desa, bukanlah ajang orang kota, para siswa/mahasiswa melakukan ajang pamer gaya hidupnya. Maka  Peraturan harus dibuat, adab dan tata titi bagaimana kultur masyarakat sekitar harus diangkat.
3. Live in ini harus sangat kuat orientasi ruang (lokasi) : pengenal wilayah fisik, dimana Pasir Angling berada. Peta spasial, tata ruang sekitar desa sedang kami buat.
4. Selain itu pengenalan orientasi waktu perlu diperkenalkan juga. Bulan Maret adalah buan dengan curah hujan tertinggi di seitar Lembang. Perlu banyak antisipasi menghadapi curah hujan seperti ini, terutama siaga bencana longsor.
5. Orientasi sosial dan budaya perlu juga diangkat. Bagaimana sejarah Pasir Angling, mitologinya, kehidupannya, jati dirinya dan tradisi yang berkembang di sana. Mungkin ada pertunjukkan seni dan budaya juga : calung, kecapi suling dan pencak silat.
6. Selama berada di rumah orang tua asuh, makanan dan kehidupan sehari-hari para petani akan diikuti oleh para peserta. Memerah susu sapi, berkebun sayur sampai mencari pakan ternak.
7. Ajang silaturahmi penduduk sekitar adalah sholat berjamaah, maka diwajibkan untuk ke mesjid desa setiap waktu sholat.

Begitulah kira-kira rumusan yang kami susun terkait konsep Live In di Pasir Angling.
Ada usulan lain?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun