Startup sebagai implementasi dari ekonomi digital telah memberikan peluang ekonomi yang menjanjikan bagi perekonomian negara. Startup mampu meningkatkan produktivitas dalam menyediakan solusi yang efektif atas permasalahan yang ada serta meningkatkan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sendiri menempati posisi pertama di antara negara-negara ASEAN lainnya. Tercatat selama tahun 2017-2021, ekonomi digital di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 414%. Selain itu, Indonesia juga menempati peringkat ke-6 di dunia sebagai negara yang memiliki banyak perusahaan startup, yakni sebesar 2.500 startup yang tersebar di berbagai macam industri bisnis. Hal itu dikarenakan ekosistem startup yang cukup dinamis sehingga berpotensi membuat ekonomi digital di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Namun, sifat startup yang cukup dinamis juga menimbulkan tantangan sendiri bagi pergerakan internal di dalamnya.Â
Meskipun startup mampu memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat, tetapi di sisi lain startup juga mampu menyaring pekerja di dalamnya dengan cepat dikarenakan karakteristik startup yang tidak pasti terkait kestabilan finansial sehingga kemungkinan orang untuk kehilangan pekerjaan akan semakin tinggi. Perusahaan startup menyesuaikan kondisi daya tampung para pekerjanya berdasarkan kondisi finansial yang sedang terjadi. Misalnya, pada masa Covid-19, perekonomian di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan akibat pembatasan sosial yang diterapkan dan penurunan permintaan global sehingga terjadi kelesuan aktivitas bisnis. Hal itu menyebabkan, banyak perusahaan yang tidak mampu bertahan sehingga perlahan-lahan mereka mengurangi jumlah karyawannya, bahkan terdapat perusahaan yang berakhir gulung tikar akibat ketidakstabilan finansial dan ketidakmampuan dalam bertahan di kondisi tersebut. Atas dasar kasus tersebut, Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mendorong masyarakat untuk menggalakan penggunaan sistem perdagangan elektronik atau e-commerce. Hal tersebut diharapkan dapat menciptakan inovasi di masyarakat untuk tetap bertahan di masa pandemi serta mampu beradaptasi atas perubahan yang terjadi. Akibat penerapan e-commerce dalam digitalisasi pembayaran, Indonesia mengalami peningkatan akselerasi perekonomian digital sepanjang tahun 2020-2022. Nilai pertumbuhan ekonomi digital sebelum dan selama pandemi mengalami peningkatan dari US$41 miliar pada tahun 2019 menjadi US$77 miliar pada tahun 2022. Hal itu membuktikan bahwa kebangkitan ekonomi digital di Indonesia menjadi salah satu bentuk adaptasi, kerja keras, dan ketangguhan masyarakat Indonesia selama masa pandemi.Â
Gambar 2: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia
Kebijakan penggunaan e-commerce dalam ekonomi digital membuat masyarakat beralih dari kegiatan ekonomi konvensional ke kegiatan ekonomi digital. Hal itu dikarenakan konsumen tidak perlu datang langsung secara fisik untuk melakukan transaksi atau kegiatan ekonomi melainkan konsumen dapat menggunakan teknologi digital untuk bertransaksi bersama produsen. Transaksi yang terjadi melalui e-commerce mengalami peningkatan sebesar 61% sepanjang tahun 2019-2022. Kemudahan berbelanja, akses global yang luas, serta biaya operasional yang rendah membuat banyak produsen dan konsumen cenderung beralih menerapkan perekonomian digital. Namun, kemudahan tersebut tidak memungkinkan terjadinya ancaman pada keamanan data privasi yang dimiliki oleh konsumen. Hal tersebut dikarenakan keamanan siber dan isu terkait privasi data di Indonesia yang cukup rendah. Ancaman akan privasi data yang rendah dapat membuat kepercayaan pelanggan untuk melakukan transaksi menurun. Ancaman keamanan siber yang terjadi kepada pengguna e-commerce dapat merugikan kedua belah pihak, baik pihak perusahaan, maupun pihak pelanggan sehingga dibutuhkan strategi pengamanan yang ketat untuk mencegah terjadinya kebocoran data.
Dalam melakukan peningkatan keamanan data pada e-commerce, terdapat lima tahapan penting yang dapat digunakan, yaitu:Â
(1) perform a risk assesmentÂ
penilaian terhadap risiko dan kerentanan yang dapat terjadi.Â
(2) develop security policyÂ
sekumpulan pertanyaan yang berisi pertanyaan tentang prioritas risiko informasi, identifikasi terhadap target yang berisiko, dan identifikasi mekanisme dalam mencapai target tersebut.Â
(3) develop an implementation planÂ