Mohon tunggu...
HIMA ESP FEB UNPAD
HIMA ESP FEB UNPAD Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran

Berdasarkan dengan surat keputusan pemerintah No 37 tahun 1957 pada tahun 1957, Program Studi Ekonomi di Universitas Padjadjaran berdiri pada 18 september tahun 1957 dibawah naungan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran. Pada tahun 1981, dengan berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia terdapat perubahan penamaan dari jurusan Program Studi Ekonomi menjadi Program Ekonomi Studi Pembangunan yang didasarkan kepada surat keputusan pemerintah No 27 tahun 1981 tentang peraturan mengenai program studi di tingkat fakultas, yang juga di dukung oleh surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No: 0133/U/1994 tentang kurikulum nasional. Himpunan Mahasiswa Ekonomi Studi Pembangunan (HIMA ESP FEB Unpad) sendiri berdiri didasarkan kepada kebutuhan mahasiswa akan wadah bagi mahasiswa di jurusan Ekonomi Studi Pembangunan untuk mengembangkan pola pikir, kepribadian serta penerapan yang berkaitan dengan ilmu yang dipelajari agar dapat diterapkan langsung ke masyarakat yang didasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa. HIMA ESP FEB Unpad sendiri memiliki sistem kerja yang didasarkan oleh rasa kekeluargaan dan juga profesional yang dijalankan secara beriringan agar tujuan serta visi dan misi dari HIMA ESP FEB Unpad tersebut dapat tercapai.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Suhu Naik, Harga Panen Naik: Nego ke Siapa?

18 September 2023   18:00 Diperbarui: 18 September 2023   18:43 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

by Friska Aulia Dewi Andini, Rafa Fayza Afrizal, Faticha Putri Harda 

Kondisi iklim yang mengalami perubahan secara cepat merupakan masalah kritis bagi dunia saat ini. Banyak negara berupaya melakukan tindakan pencegahan, baik secara mandiri maupun multilateral, untuk mencegah eksternalitas negatif dari perubahan iklim. 

Perubahan iklim telah dikenal sebagai ancaman yang dapat mengganggu pembangunan dan keberlanjutan ekonomi negara di seluruh dunia. Oleh karenanya, dibutuhkan solusi sesegera mungkin yang mampu mengurangi dampak perubahan iklim. Upaya untuk mengendalikan masalah ini merupakan upaya yang kompleks dan memerlukan kerja sama semua masyarakat di muka bumi yang aktivitasnya berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Mengetahui kompleksitas dan inklusivitas yang luas, patut bahwa ada banyak kerja sama tertulis antar negara yang dapat mengadakan restriksi bagi rakyat masing-masing negara agar dapat menciptakan iklim yang lebih baik. 

Contohnya Perjanjian Paris, PBB (2015) mendesak negara-negara untuk memperkuat arahan terkait pengendalian pengaruh negatif dari bahaya lingkungan ini dan menjaga tingkat pemanasan global abad ini agar di bawah 2°C, serta mengupayakan pembatasan peningkatan tidak lebih dari 1,5°C untuk menghindari dampak merugikan.

Saat ini, isu pemanasan global sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, laporan Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan bahwa pada tahun 2022 tercatat kenaikan suhu bumi mencapai 1,15°C lebih tinggi dari suhu sepanjang periode pra industri (1850-1900), yakni rekor terpanas selama tren pemanasan global jangka panjang hampir satu dekade terakhir.

Salah satu alasan meningkatnya suhu tahunan bumi tersebut adalah konsentrasi gas rumah kaca yang semakin tinggi. Tiga gas yang paling bertanggung jawab terhadap pemanasan global antara lain karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O). 

Menurut laporan terbaru WMO yang dikeluarkan pada Mei 2023, terdapat peluang sebesar 66% bahwa rata-rata tahunan suhu global antara tahun 2023 dan 2027 akan lebih dari 1,5°C di atas tingkat pra industri selama setidaknya satu tahun. Ada pula peluang sebesar 98% bahwa paling tidak satu dari lima tahun ke depan, dan periode lima tahun secara keseluruhan, akan menjadi rekor terpanas yang baru. 

Selain akibat tingginya emisi hasil kegiatan manusia, hal ini disebabkan oleh adanya fenomena El Nino yang turut meningkatkan suhu global pada tahun setelah terjadinya, yakni 2024. 

Peningkatan suhu 1,5°C dinilai sebagai ambang kritis iklim. Risiko iklim terkait sistem alam dan manusia akan lebih tinggi apabila pemanasan global mencapai 1,5°C, dan tentunya jauh lebih berbahaya jika sampai melebihi 2°C. Berkaca pada pengalaman di tahun kemarin dan mengantisipasi prediksi masa mendatang, seluruh pihak terkait perlu turun tangan.

Ancaman perubahan iklim ini sangat berdampak pada perekonomian suatu negara, utamanya sektor agrikultur. Pentingnya faktor iklim terhadap hasil ekonomi telah diakui oleh banyak ekonom dan peneliti serta pembuat kebijakan (Dell et al., 2014). Perubahan iklim berdampak pada hasil pertanian dalam banyak cara, yakni pertama, peningkatan suhu cuaca cenderung mengurangi waktu kerja petani di ladang (Kjellstorm et al., 2009). 

Kedua, suhu cuaca yang lebih tinggi akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan tanaman sehingga tahap pengisian bulir padi menjadi lebih pendek dan menghasilkan panen yang lebih rendah. Kemudian, suhu yang lebih tinggi juga mengurangi hasil panen akibat defisit air dan uap yang lebih tinggi (Hertel & Lobel, 2014). 

Adapun curah hujan yang terdampak perubahan cuaca akan berakibat signifikan terhadap hasil pertanian dan harga-harga komoditas. Selain itu, suhu juga merupakan faktor penentu kualitas serta kuantitas pertanian.

Sejak tahun 1980-an, irigasi berlebihan dan penggunaan pestisida faktanya meningkatkan gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Seiring dengan sektor lain, sektor pertanian sendiri turut menyumbang emisi gas rumah kaca yang merupakan agen utama perubahan iklim. Perubahan iklim ini sejatinya memicu kondisi cuaca yang tidak menentu dan ekstrim, yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga komoditas pertanian. 

Singkatnya, ditinjau dari sisi agrikultur, fluktuasi kondisi cuaca (kekeringan dan banjir) berdampak pada produktivitas pertanian. Suhu cuaca, tingkat curah hujan, dan adaptasi petani terhadap kondisi lingkungan yang terus berubah merupakan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat produksi pertanian, di mana semakin langka hasil pertanian maka semakin tinggi pula harga-harga komoditas pertanian tersebut.

Beberapa fenomena iklim yang berimbas pada sektor agrikultur sudah terjadi di berbagai belahan dunia. Kekeringan parah di Meksiko telah memangkas hasil panen cabai dan menyebabkan kelangkaan Sriracha. Suhu pada area perkebunan kopi pada Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Vietnam, dan Indonesia juga terlihat cenderung mengalami kenaikan yang membuat tanaman lebih sulit tumbuh.

IPCC dalam laporannya menegaskan jika terjadi kenaikan suhu bumi sebesar 1,5°C, sekitar 8 persen dari tanah pertanian diperkirakan akan tidak cocok digunakan untuk menanam komoditas pangan. Terkhusus di daerah Afrika, Australia, dan Mediterania, para ilmuwan memperkirakan bahwa panas dan kelangkaan air akan membebani pertanian. 

Jika suhu global naik sebesar 2°C di atas standar pra industri, IPCC memperkirakan akan terjadi peningkatan kekurangan gizi, sebagian besar di Sub-Sahara Afrika, Asia Selatan, Amerika Tengah dan Selatan, dan di pulau-pulau kecil. Banyak dari daerah-daerah ini sudah berjuang melawan kelaparan, bahkan berisiko untuk menjadi lebih buruk akibat terjadinya kenaikan suhu.

Apakah hal ini akan menyebabkan kenaikan harga-harga pangan? Tentu lingkungan hanya menjadi salah satu dari sekian banyak faktor yang memengaruhi harga pangan, seperti penawaran tenaga kerja, efisiensi dalam produksi, dan permintaan konsumen atas komoditas pangan. Namun, sektor pertanian yang amat terdampak pada perubahan iklim memegang kedudukan penting, khususnya bagi negara-negara yang dominan dalam sektor agraris. 

Sebanyak kurang lebih 38 juta penduduk Indonesia menggantungkan penghasilannya pada sektor pertanian. Kesejahteraan para petani juga ikut terancam sehingga berimbas pada potensi penurunan produktivitas akibat krisis iklim yang terjadi. Di Indonesia misalnya, panen padi Ciherang diprediksi turun 30% pada 2040 akibat krisis iklim. 

Dalam jangka panjang, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan bahwa krisis iklim akan mengakibatkan kenaikan harga beras menjadi 50% lebih mahal pada tahun 2050.

Perubahan iklim merupakan kerja sama kolektif yang perlu menjadi perhatian bagi berbagai pihak, tak hanya dari pelaku ekonomi, tetapi juga campur tangan pemangku kebijakan dan seluruh lapisan masyarakat.

Para pemangku kepentingan masyarakat baik secara individu, kelompok, maupun pemerintah telah merespon perubahan iklim pada tingkat makro. Para petani berusaha untuk mempertahankan bisnis pertanian mereka dengan menyesuaikan atau mengadaptasi praktik pertanian dengan perubahan iklim yang sedang berlangsung.

Penggunaan varietas padi yang menghasilkan emisi yang rendah. Padi disebut sebagai sumber utama emisi gas metana yang menghasilkan 20–100 Tg CH4 per tahun (IPCC 1992). Perbedaan sifat fisiologi dan morfologi varietas padi memengaruhi emisi gas metana. Menurut penelitian dari Pawitan dkk. (2008) telah dikumpulkan berbagai varietas padi dan tingkat emisinya seperti varietas yang paling rendah emisi yaitu Maros dengan 74 kg CH4/ha/musim emisi yang dikeluarkan, Way Rarem mengeluarkan 91,60 kg CH4/ha/musim, Limboto mengeluarkan 99,20 kg CH4/ha/musim, dan Ciherang mengeluarkan 114,80 kg CH4/ha/musim.

Petani biasanya menanam IR64 sebagai varietas padi. Namun, saat ini petani mulai mengganti IR64 dengan varietas yang serupa yaitu Ciherang. Selain lebih tahan terhadap hama dan penyakit, varietas Ciherang menghasilkan emisi gas metana yang lebih rendah. Oleh karena itu, penanaman varietas Ciherang yang lebih luas akan mengurangi emisi gas rumah kaca dari lahan sawah.

Penggunaan pupuk ZA (Zwavelzure Amonium) sebagai sumber pupuk N (Nitrogen). Pupuk ZA dapat menurunkan emisi gas metana hingga 62% jika pupuk disebar di permukaan tanah dan 6% jika pupuk dibenamkan ke dalam tanah (Lindau dkk., 1993). Namun, metode ini tidak dapat digunakan di semua lokasi. Ini hanya cocok untuk tanah dengan pH tinggi. Pupuk ZA menghasilkan emisi gas metana 157 kg CH4/ha/musim yang lebih rendah 12% dibandingkan dengan pupuk urea yang menghasilkan 179 kg CH4/ha/musim.

Penggunaan pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Pengairan berselang bertujuan untuk menghemat air irigasi agar areal yang dapat diairi menjadi lebih luas. Pengairan berselang tidak hanya menghemat air, tetapi dapat mengurangi emisi gas metana dari lahan sawah. 

Metode pengairan berselang (mengairi lahan dan mengeringkannya secara berkala dalam jangka waktu tertentu) dan sistem leb (mengairi lahan kemudian dibiarkan air mengering, lalu diairi lagi) adalah dua metode yang dapat digunakan untuk menghemat air irigasi. Cara ini memengaruhi sifat fisiko-kimia tanah (pH dan Eh) yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman karena menghilangkan zat-zat yang berbahaya bagi tanaman seperti asam-asam organik dan H2 S. Selain itu, dapat menekan emisi gas metana hingga 88%.

Penggunaan teknik tanpa olah tanah (TOT), penanaman dengan sistem tanpa olah tanah tidak membutuhkan persiapan lahan seperti pembalikan dan penggemburan, melainkan hanya membutuhkan lubang untuk menanamkan benih ke dalam tanah. Pengolahan tanah secara kering dapat mengurangi emisi gas metana dari tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah basah atau pelumpuran. 

Hal ini disebabkan proses bahan organik berlangsung secara aerobik sehingga C terbebas dalam bentuk CO2 lebih rendah tingkat pemanasannya dibandingkan dengan CH4. Pengolahan tanah tanpa olah tanah dapat menurunkan emisi gas metana sekitar 31,50% - 63,40% dibandingkan dengan pengolahan tanah basah. Metode tanpa olah tanah cocok diterapkan di lahan sawah seperti halnya pada tanaman padi yang telah dipanen sebelumnya.

Para generasi muda perlu didorong untuk melakukan pengendalian perubahan iklim lewat aksi-aksinya. Generasi muda memiliki ciri berani dalam mengemukakan pendapat dan memiliki kemampuan dalam membuat ide atau gagasan yang baru, inovatif, serta kreatif dalam pengendalian perubahan iklim di dunia.

Pendanaan riset bagi para pemuda. Pemuda memiliki potensi unggul atas gagasan dan inovasi kreatif yang membuka kesempatan untuk kontribusi dalam bidang penelitian dan pengembangan. Investasi pada bidang riset dan inovasi diharapkan dapat membantu para pemuda yang memiliki rasa keingintahuan serta talenta, khususnya pada bidang pertanian. 

Agenda riset tentu perlu memiliki perencanaan yang terarah sehingga anggaran yang dikeluarkan dapat digunakan secara efektif dan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Atas dasar tersebut, dibutuhkan dukungan pihak swasta maupun pemerintah dalam mengoptimalkan pendanaan dalam agenda ini.

Dampak perubahan iklim terhadap produksi pertanian merupakan masalah yang nyata dan menghadirkan tantangan bagi sistem pangan global. Tulisan ini telah membahas terkait bagaimana perubahan iklim memengaruhi produktivitas hingga berdampak pada harga komoditas pertanian. 

Didapati pula fakta bahwa konsekuensi dari adanya dampak perubahan iklim terhadap sektor agrikultur bersifat luas sehingga dapat secara signifikan merugikan masyarakat apabila terjadi perubahan iklim ke arah yang lebih buruk. Implikasi yang ditimbulkan pun tidak terbatas pada kinerja perekonomian, tetapi juga kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Mengetahui urgensi permasalahan ini, peran setiap pihak yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi krusial. Dalam rangka mengatasi masalah perubahan iklim, telah disampaikan beberapa pendekatan yang membutuhkan kerja sama banyak pihak, baik dalam suatu wilayah atau negara maupun melibatkan negara lain. 

Upaya pencegahan dampak perubahan iklim perlu segera dilakukan, yakni antara lain dengan mengimplementasikan konsep berkelanjutan dalam aktivitas rumah tangga dan perusahaan, mengadopsi teknologi dan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan, serta menerapkan kebijakan yang mendukung keamanan pangan dan kesehatan lingkungan. Segala upaya yang dibutuhkan memerlukan aksi kolektif demi keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat di masa sekarang dan bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun