Mohon tunggu...
HIMA ESP FEB UNPAD
HIMA ESP FEB UNPAD Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran

Berdasarkan dengan surat keputusan pemerintah No 37 tahun 1957 pada tahun 1957, Program Studi Ekonomi di Universitas Padjadjaran berdiri pada 18 september tahun 1957 dibawah naungan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran. Pada tahun 1981, dengan berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia terdapat perubahan penamaan dari jurusan Program Studi Ekonomi menjadi Program Ekonomi Studi Pembangunan yang didasarkan kepada surat keputusan pemerintah No 27 tahun 1981 tentang peraturan mengenai program studi di tingkat fakultas, yang juga di dukung oleh surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No: 0133/U/1994 tentang kurikulum nasional. Himpunan Mahasiswa Ekonomi Studi Pembangunan (HIMA ESP FEB Unpad) sendiri berdiri didasarkan kepada kebutuhan mahasiswa akan wadah bagi mahasiswa di jurusan Ekonomi Studi Pembangunan untuk mengembangkan pola pikir, kepribadian serta penerapan yang berkaitan dengan ilmu yang dipelajari agar dapat diterapkan langsung ke masyarakat yang didasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa. HIMA ESP FEB Unpad sendiri memiliki sistem kerja yang didasarkan oleh rasa kekeluargaan dan juga profesional yang dijalankan secara beriringan agar tujuan serta visi dan misi dari HIMA ESP FEB Unpad tersebut dapat tercapai.

Selanjutnya

Tutup

Financial

"Dot-Com" Bubble Burst: The Crash and Aftermath

14 Juli 2023   20:58 Diperbarui: 14 Juli 2023   21:08 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Review of Economic Bubbles

Dalam perkembangan pengetahuan dan awareness masyarakat terhadap ekonomi di dunia ini, semakin banyak individu yang paham akan pentingnya investasi untuk kestabilan keuangan jangka panjang. Dengan pengadaan investasi juga dapat memberikan kesempatan bagi individu dan entitas untuk mengembangkan kekayaan dan mencapai tujuan keuangan yang diinginkan dengan membeli sejumlah aset maupun saham modal dari suatu perusahaan untuk memiliki hak milik dan profit dividen di perusahaan tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa investasi juga melibatkan risiko. Nilai aset dapat naik maupun turun dan tidak ada jaminan bahwa investasi akan selalu menghasilkan keuntungan. Hal ini dapat mengakibatkan salah satu fenomena ekonomi dapat terjadi, yaitu bubble economy yang terjadi karena model investasi spekulatif.

"Gelembung" ekonomi atau Bubble Economy didefinisikan sebagai periode dimana investasi spekulatif mengarah ke penilaian yang berlebihan atas sekuritas dalam sektor tertentu (Siegel, 2003). Gelembung ekonomi juga dikenal sebagai gelembung pasar atau gelembung harga, terjadi ketika sekuritas diperdagangkan dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada nilai intrinsiknya, diikuti dengan 'ledakan' atau 'crash' ketika harga jatuh. Bubble economy dapat "meledak" ketika investor menyadari bahwa industri di dalam gelembung tersebut tidak menguntungkan atau berkelanjutan seperti yang mereka pikirkan sebelumnya. Pada titik ini, valuasi perusahaan dan sekuritas yang terlibat turun dengan cepat ke tingkat sebelum bubble economy.

Dalam menilai risiko pada kondisi normal, investor lebih memilih untuk menghindari kerugian sebelum mendapatkan keuntungan. Namun, bubble economy membalikkan preferensi ini. Anggapan baru mengenai risiko akan pengambilan keputusan dalam berinvestasi muncul di seluruh komunitas investor. Para investor ini mengabaikan informasi atau preferensi pribadi mereka dan 'mengikuti kerumunan' dengan mengikuti sejumlah orang dengan meniru tindakan terbaru dari mereka yang telah mencapai kesuksesan. Fenomena yang menular ini dikaitkan dengan "herd behaviour", sebuah teori abad ke-19 yang menjelaskan ketika orang melakukan apa yang orang lain lakukan dan bukannya menggunakan informasi mereka sendiri atau membuat keputusan sendiri. Bubble economy adalah hasil dari populasi yang mengamati dan meniru dalam hal berinvestasi terhadap suatu aset maupun stock saham.  

Salah satu contoh dari fenomena Bubble Economy yang paling menarik atensi  dan mengacaukan stabilitas ekonomi kala itu adalah "The Dot-Com Bubble Burst". Gelembung dot-com adalah sebuah bubble economy bersejarah dan periode spekulasi berlebihan pada pasar saham yang dipicu oleh investasi yang sangat spekulatif pada bisnis berbasis internet selama pasar bullish (kondisi pasar saat harga aset naik 20% atau lebih dibanding harga terendah) dari tahun 1995 hingga 2000. Abolafia dan Kilduff berpendapat bahwa "gelembung spekulatif umumnya didahului oleh guncangan eksogen (kejadian atau keadaan di luar pasar)." Permulaan bubble economy ini muncul ketika kredit melimpah dan ekonomi berjalan dengan baik, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. Federal Reserve menurunkan suku suku bunga, modal asing ditarik, dan undang-undang pasca depresi yang membatasi investasi dan perbankan komersial dilemahkan atau dihapus.

Pada tahun 90-an kemajuan teknologi dan internet sangat pesat terjadi di banyak bidang di seluruh A.S. Pergeseran paradigma akan internet di masyarakat global mulai berubah dari yang tadinya dianggap kebutuhan tersier menjadi kebutuhan primer dan membuat kepemilikan komputer di sektor rumah tangga AS terus menanjak dari 15% pada 1990 menjadi 35% pada 1997. Namun, komersialisasi Internet menyebabkan ekspansi pertumbuhan modal yang paling luar biasa di negara ini, membuat banyak investor yang ingin berinvestasi dengan nilai berapapun, di perusahaan "dot-com" manapun, terutama jika perusahaan tersebut memiliki ".com" di belakang namanya.

Berbagai inovasi dalam teknologi internet ini juga memungkinkan perusahaan-perusahaan teknologi untuk go public dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada yang sebelumnya dimungkinkan. Pada periode 1984-1991 melihat penerbitan IPO teknologi yang relatif sedikit IPO dengan tidak ada satu tahun pun yang mencapai lebih dari seratus. Jumlah tersebut kemudian meningkat dari tahun ke tahun dan puncaknya pada tahun 1999 ketika 371 IPO diterbitkan. Berdasarkan harga perdagangan pertama mereka, nilai pasar agregat bahkan lebih mencolok lagi. Dari nilai tertinggi sebelumnya sebesar 98 miliar dolar AS pada tahun 1996, IPO teknologi yang diterbitkan pada tahun 1999 dan 2000 bernilai masing-masing senilai $450 miliar dan $517 miliar.

Source: Review of Economic Bubbles
Source: Review of Economic Bubbles
Hal ini membuat nilai pasar ekuitas tumbuh secara dramatis dengan indeks Nasdaq yang didominasi oleh teknologi naik lima kali lipat selama periode tersebut. Indeks pasar saham Nasdaq Composite yang mencakup banyak perusahaan berbasis Internet, mencapai puncak nilainya pada tanggal 10 Maret 2000 sebelum jatuh. Pecahnya gelembung tersebut yang dikenal sebagai kehancuran "dot-com", berlangsung dari 11 Maret 2000 hingga 9 Oktober 2002. Selama krisis ini, banyak perusahaan belanja online, seperti Pets.com, Webvan, dan Boo.com, serta perusahaan komunikasi, seperti Worldcom, NorthPoint Communications, dan Global Crossing, mengalami kerugian dan ditutup. Perusahaan lain, seperti Cisco, yang sahamnya turun 86%, dan Qualcomm, kehilangan sebagian besar kapitalisasi pasarnya namun berhasil bertahan, dan beberapa perusahaan, seperti eBay dan Amazon.com, mengalami penurunan nilai namun pulih dengan cepat.

Banyak investor berharap perusahaan berbasis Internet ini akan sukses hanya karena asumsi internet adalah sebuah inovasi. Alih-alih berfokus pada analisis fundamental perusahaan yang melibatkan studi tentang potensi pendapatan perusahaan dan rencana bisnis, analisis industri, analisis tren pasar, dan rasio P/E, banyak investor yang berfokus pada metrik yang salah seperti pertumbuhan trafik ke situs web mereka yang didorong oleh perusahaan-perusahaan startup "dot-com".

Sebagian besar perusahaan rintisan berbasis internet pada saat itu tidak mengadopsi model bisnis yang layak, seperti menghasilkan cashflow. Oleh karena itu, mereka dinilai terlalu tinggi dan sangat spekulatif. Hal ini memuncak dalam gelembung yang tumbuh dengan cepat selama beberapa tahun. Perusahaan-perusahaan ini diberi nilai yang sangat tinggi, dan harga saham terus naik karena permintaan yang membludak. 

Disisi lain, pada 1997, Undang-undang yang bertujuan untuk menurunkan pajak capital gain pada investasi saham atau disebut juga dengan The Taxpayer Relief Act of 1997, ikut andil dalam membuat total investasi meningkat. Penurunan pajak capital gain justru memicu investor untuk  berspekulasi pada saham-saham perusahaan internet. Meningkatnya investasi berlebihan atau bakar duit di antara pemodal ventura serta aksi spekulasi yang gila pada pasar saham terutama pada perusahaan teknologi internet, membuat saham-saham perusahaan teknologi internet mulai melonjak signifikan. Indeks saham Nasdaq yang mayoritas diisi oleh perusahaan internet, mengakibatkan indeks Komposit naik 582% dari 751,49 menjadi 5.132,52 dari Januari 1995 hingga Maret 2000 dan turun 75% dari Maret 2000 hingga Oktober 2002. 

 

Source: Krisis Gelembung Dotcom: Ketika Ekspektasi Berlebihan Pada Internet Menghantarkan Ekonomi Menuju....Masifnya lonjakan investasi pada perusahaan 
Source: Krisis Gelembung Dotcom: Ketika Ekspektasi Berlebihan Pada Internet Menghantarkan Ekonomi Menuju....Masifnya lonjakan investasi pada perusahaan 
Setelah para investor berbondong-bondong masuk ke industri internet dengan harapan mendapatkan keuntungan besar dan mengalami kenaikan harga saham yang luar biasa, tibalah saatnya harga saham yang tinggi itu berakhir dan gelembungnya pecah. Pada akhirnya, investor kehilangan kepercayaan pada perusahaan internet karena harga saham telah meningkat tanpa pertumbuhan laba yang menyertainya menandakan prospek investasi jangka panjang yang buruk. Maka terjadilah krisis gelembung "dot-com", yang juga dikenal dengan sebutan dot-com bubble burst, satu demi satu perusahaan rontok, yang menyebabkan jatuhnya harga saham industri internet secara drastis selama dua setengah tahun. Dampak gelembung dot-com begitu besar sehingga meledaknya gelembung ini pada tahun 2000 menyebabkan jatuhnya pasar saham.

Penyebab "The Dot-Com Bubble Burst"

  1. Overvaluation yang tidak masuk akal terhadap "dot-com"

Salah satu kontributor besar terhadap gelembung dot-com adalah kurangnya uji tuntas investasi dari para investor. Karena melonjaknya permintaan dan kurangnya model penilaian yang solid, sebagian besar perusahaan internet yang melakukan IPO selama era dot-com dinilai terlalu tinggi. Singkatnya, perusahaan dinilai berdasarkan pendapatan dan laba yang tidak akan terjadi selama beberapa tahun, dengan asumsi bahwa model bisnisnya benar-benar berhasil, dan investor cenderung mengabaikan fundamental dasar.

Akibatnya, investasi di perusahaan-perusahaan teknologi tinggi ini sangat spekulatif, tanpa indikator profitabilitas yang kuat yang berakar pada data dan logika, seperti rasio P/E. Tidak diragukan lagi, strategi investasi yang picik ini - yang menghasilkan nilai yang tidak realistis dan terlalu optimis - membutakan para investor dari tanda-tanda peringatan yang pada akhirnya mengisyaratkan pecahnya gelembung.

  1. Melimpahnya modal ventura

Uang yang mengalir ke perusahaan teknologi dan internet yang baru berdiri oleh para pemodal ventura dan investor lainnya adalah salah satu penyebab utama gelembung "dot-com". Pendanaan Dana murah yang dapat diperoleh melalui suku bunga yang sangat rendah membuat modal mudah diakses. Selain itu, Taxpayer Relief Act tahun 1997 menurunkan pajak keuntungan modal marjinal tertinggi di AS dan membuat orang semakin bersedia melakukan investasi spekulatif. Hal ini ditambah dengan berkurangnya hambatan untuk mendapatkan pendanaan bagi perusahaan internet menyebabkan investasi besar-besaran di sektor ini, yang membuat gelembung ini lebih jauh lagi.

  1. Kebiasaan belanja yang boros dari perusahaan-perusahaan "dot-com"

Dengan para pemodal ventura yang mengucurkan dana ke sektor ini perusahaan-perusahaan "dot-com" berlomba-lomba untuk menjadi besar dengan cepat sering kali menghabiskan banyak uang untuk pemasaran demi membangun merek yang akan membedakan mereka dari pesaing, dan beberapa di antaranya menghabiskan 90% dari anggaran mereka untuk iklan.

Akibatnya, sebagian besar perusahaan Internet mengalami kerugian operasional bersih karena mereka menghabiskan banyak uang untuk iklan dan promosi untuk membangun pangsa pasar (persentase pasar/industri yang dikendalikan oleh perusahaan) atau pangsa pikiran (kesadaran konsumen atau popularitas di sekitar perusahaan) secepat mungkin. Selain itu, sering kali, perusahaan-perusahaan ini akan menawarkan layanan atau produk mereka secara gratis atau dengan harga diskon untuk menciptakan kesadaran merek yang cukup untuk mengenakan tarif yang menguntungkan di masa depan.

  1. Dukungan berlebihan dari media

Perusahaan-perusahaan media mendorong orang-orang untuk berinvestasi di saham-saham teknologi yang berisiko dengan menjajakan ekspektasi yang terlalu optimis mengenai imbal hasil di masa depan dan mantra "cepat kaya". Publikasi bisnis - seperti The Wall Street Journal, Forbes, Bloomberg, dan banyak publikasi analisis investasi - memacu permintaan melalui berita media mereka. Pidato Alan Greenspan tentang "kegembiraan yang tidak rasional" pada bulan Desember 1996 juga memicu momentum pertumbuhan dan daya dukung teknologi.

Efek yang Ditimbulkan

  1. Investasi : gelembung "dot-com" memiliki dampak yang lebih besar pada investor dibandingkan pada perusahaan-perusahaan yang sebenarnya di industri internet. New York Times melaporkan sekitar 48% perusahaan "dot-com" selamat dari kehancuran, meskipun sebagian besar kehilangan sejumlah besar nilainya.

  2. Kebangkrutan : pecahnya gelembung dot-com menyebabkan kebangkrutan beberapa perusahaan. Salah satu contohnya adalah WorldCom, yang mengakui adanya kesalahan akuntansi senilai miliaran dolar, yang menyebabkan penurunan dramatis pada harga sahamnya.

  3. Pengeluaran modal : saat pengeluaran investasi meningkat, tabungan menyusut dan pinjaman rumah tangga meningkat. Tabungan ini sangat rendah sehingga tidak cukup untuk menutupi biaya faktor produksi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan investasi awal.

  4. Pasar Kerja : PHK para programmer mengakibatkan kelebihan permintaan di pasar kerja. Pendaftaran universitas untuk gelar yang berhubungan dengan komputer menurun drastis. Anekdot tentang programmer yang menganggur yang kembali ke sekolah untuk menjadi akuntan atau pengacara adalah hal yang umum.

  5. Konsolidasi Perusahaan berbasis internet dan teknologi : pertumbuhan di sektor teknologi informasi menjadi stabil, perusahaan-perusahaan melakukan konsolidasi, seperti Amazon.com, eBay, dan Google memperoleh pangsa pasar dan mendominasi bidangnya masing-masing. Industri teknologi informasi menjadi lebih mirip dengan sektor ekonomi lainnya, meskipun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dan valuasi yang lebih tinggi daripada sektor lainnya. Sekarang ada banyak perusahaan teknologi informasi yang menduduki peringkat teratas dalam daftar Fortune 500.

Potensi Dot-Com Bubble di Indonesia pada Saat Ini

Dari paparan sebelumnya, dapat dilihat bahwa persamaan antara era dot com bubble dengan industri startup saat ini adalah valuasi yang berada di atas nilai sesungguhnya.

Source: Laporan The Future of Fintech in Southeast Asia oleh Dealroom, Finch Capital, dan MDI Ventures
Source: Laporan The Future of Fintech in Southeast Asia oleh Dealroom, Finch Capital, dan MDI Ventures
Terlihat pada data diatas, valuasi startup teknologi Indonesia adalah yg tertinggi ke 2 di Asean dengan nilai sebesar US$ 35 miliar. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa situasi dot com bubble berpotensi terulang lagi pada Indonesia dewasa ini. Pada akhirnya, kenyataan ini akan membentuk ekuilibrium baru pada industri tersebut. 

Cara Menghindari "Bubble Economy"

  1. Investigasi metrik perusahaan yang tepat : Alih-alih mengejar inovasi terbaru, investor sebaiknya mempertimbangkan investasi di perusahaan rintisan hanya setelah memeriksa variabel keuangan, seperti utang keseluruhan bisnis, margin keuntungan, pembayaran dividen, dan perkiraan penjualan. Sangat penting untuk mengevaluasi potensi jangka panjang, karena fokus jangka pendek dapat menyebabkan munculnya bubble economy lainnya;

  2. Hindari investasi spekulatif : Penilaian investasi spekulatif terkadang terlalu optimis. Oleh karena itu, investor harus menahan diri dari investasi berdasarkan potensi yang belum direalisasikan di perusahaan yang belum membuktikan profitabilitas dan keberlanjutan jangka panjangnya. 

  3. Carilah model bisnis yang sehat :  Hindari berinvestasi di perusahaan yang tidak memiliki model bisnis yang solid atau perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan pendapatan yang tidak realistis;

  4. Diversifikasi: Menyebarkan investasi secara memadai akan meminimalkan dampak dari pecahnya satu gelembung;

  5. Hindari perusahaan dengan koefisien beta yang tinggi: Selama gelembung "dot-com", sebagian besar saham teknologi membukukan beta tinggi (lebih besar dari 1), yang berarti kejatuhannya pada saat resesi akan jauh lebih besar daripada kejatuhan pasar pada umumnya. Koefisien beta yang tinggi menandakan saham berisiko tinggi pada saat penurunan pasar. Hal sebaliknya berlaku saat terjadi booming pasar, sehingga investor harus waspada terhadap pembentukan bubble economy. 

Kesimpulan
Gelembung ekonomi "dot-com", juga dikenal sebagai "The Dot-Com Bubble" terjadi pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000. Gelembung ini dipicu oleh spekulasi berlebihan dan penilaian yang tidak realistis terhadap perusahaan-perusahaan internet. Beberapa faktor yang menyebabkan gelembung dot-com burst antara lain:
* Overvaluation
* Melimpahnya modal ventura
* Kebiasaan belanja yang boros dari perusahaan "Dot-Com"
* Dukungan berlebihan dari media
Konsekuensi dan efek dari pecahnya gelembung "dot-com" adalah kebangkrutan dan penurunan harga saham yang signifikan di sektor perusahaan dot-com dan teknologi internet. Banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan investor menjadi kehilangan banyak uang. Pada kesimpulannya, gelembung dot-com merupakan pelajaran yang sangat penting tentang pentingnya analisis fundamental dan penilaian yang realistis dalam berinvestasi.

References

Chang, V., Newman, R., Walters, R. J., & Wills, G. B. (2016, August 1). Review of Economic Bubbles. doi: 10.1016/J.IJINFOMGT.2016.02.007

Dot-Com Bubble | Encyclopedia MDPI. (2022, October 28). Scholarly Community Encyclopedia. https://encyclopedia.pub/entry/31800

Dot-com Bubble: Meaning, Effects & Crisis. (n.d.). StudySmarter. https://www.studysmarter.us/explanations/macroeconomics/macroeconomics-examples/dot-com-bubble/

Dotcom Bubble - Overview, Characteristics, Causes. (2020, August 13). Corporate Finance Institute. https://corporatefinanceinstitute.com/resources/capital-markets/dotcom-bubble/

Goodnight, G. T., & Green, S. E. (2010, May). Rhetoric, Risk, and Markets: The Dot-Com Bubble. doi: 10.1080/00335631003796669

Herd behavior. (n.d.). BehavioralEconomics.com. https://www.behavioraleconomics.com/resources/mini-encyclopedia-of-be/herd-behavior/

Krisis Gelembung Dotcom: Ketika Ekspektasi Berlebihan Pada Internet Menghantarkan Ekonomi Menuju.... (2021, April 15). Medium. https://medium.com/@yogi.tiphone/krisis-gelembung-dotcom-ketika-ekspektasi-berlebihan-pada-internet-menghantarkan-ekonomi-menuju-6a27d2cdf085

Paluteder, D. (2022, August 8). Dot-com Bubble Explained | The True Story of 1995-2000 Stock Market. Finbold. https://finbold.com/guide/dot-com-bubble/#the-dot-com-bubble-bursts

Paulson, H. (n.d.). What is an economic bubble? Definition and causes. Market Business News. https://marketbusinessnews.com/financial-glossary/economic-bubble/

Quinn, William; Turner, John D. (2020). Boom and Bust (A Global History of Financial Bubbles) || The Dot-Com Bubble. , 10.1017/9781108367677(Chapter 9), 152--169. doi:10.1017/9781108367677.009


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun