Hai, teman-teman kompasianers! Sudah nggak terasa, Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Saatnya kita berkumpul dengan keluarga besar untuk merayakan momen yang penuh keceriaan setelah menjalani bulan puasa.Â
Namun, bagi sebagian dari kita yang belum menikah, momen ini bisa menjadi 'ujian' tersendiri. Ya, kamu yang sering disebut sebagai 'jomloh' atau 'jomblo akut', pasti tahu betul pertanyaan yang akan muncul saat kumpul keluarga, "Kapan nikah?"
Seiring bertambahnya usia, makin intens pula pertanyaan ini menghantui kita. Mulai dari tante, om, sepupu, sampai tetangga sebelah rumah, semua tahu cara 'menyapa' kita dengan pertanyaan tersebut.Â
Tidak jarang pertanyaan ini diucapkan dengan bahasa gaul ala zaman now, seperti "Eh, kok belum punya pacar sih?" atau "Jomblo terhormat, "kapan nikah nih?". Kalau sudah begini, rasanya ingin hilang tanpa jejak!
Namun, sebenarnya apa sih yang membuat pertanyaan "Kapan Nikah?" saat kumpul keluarga lebaran ini begitu melekat dan menjadi tradisi yang sulit dilupakan? Mari kita simak beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebabnya.
Tradisi Kuno yang Sulit Dilupakan
Pertanyaan "Kapan Nikah?" saat kumpul keluarga lebaran mungkin sudah menjadi tradisi turun-temurun dalam keluarga kita.Â
Di zaman dahulu, menikah di usia muda adalah hal yang umum dan dianggap sebagai pencapaian tertentu dalam hidup. Oleh karena itu, pertanyaan ini dianggap sebagai bentuk perhatian atau tanda kasih sayang dari keluarga kepada kita.Â
Namun, seiring perkembangan zaman, pandangan masyarakat tentang pernikahan sudah berubah. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memutuskan kapan dan dengan siapa mereka ingin menikah.
Budaya Patriarki yang Masih Melekat
Budaya patriarki, di mana pernikahan dianggap sebagai pencapaian tertinggi bagi seorang perempuan, mungkin masih melekat dalam beberapa keluarga. Sehingga, mereka merasa wajib untuk bertanya tentang pernikahan saat kumpul keluarga lebaran. Namun, sebenarnya pandangan ini sudah tidak relevan lagi untuk zaman sekarang.Â
Pernikahan bukanlah satu-satunya indikator kebahagiaan dalam hidup seseorang. Banyak individu yang memilih untuk fokus pada karier, pendidikan, atau pengembangan pribadi sebelum memutuskan untuk menikah.
Terpengaruh dari Budaya Populer di Media Sosial
Budaya populer di media sosial yang sering memamerkan pasangan atau pernikahan yang bahagia juga bisa mempengaruhi pertanyaan "Kapan Nikah?" saat kumpul keluarga lebaran.
Media sosial seringkali menjadi wadah bagi banyak orang untuk memamerkan kehidupan mereka yang terlihat sempurna, termasuk dalam hal pernikahan.Â
Foto-foto prewedding, perayaan anniversary, atau momen romantis lainnya yang diunggah di media sosial kadang membuat orang merasa tertekan untuk segera menikah agar dianggap 'sama sukses' dengan teman-teman atau saudara mereka. Hal ini kemudian tercermin dalam pertanyaan "Kapan Nikah?" yang sering kali ditanyakan saat kumpul keluarga lebaran.
Penekanan pada Status Pernikahan dalam Masyarakat
Dalam masyarakat kita, seringkali status pernikahan dianggap sebagai indikator penting dalam hidup seseorang. Terutama bagi mereka yang sudah berusia matang, belum menikah dianggap sebagai hal yang tidak lazim atau bahkan dianggap sebagai suatu kegagalan. Sehingga, saat kumpul keluarga lebaran, pertanyaan "Kapan Nikah?" seringkali muncul sebagai bentuk penekanan pada pentingnya status pernikahan dalam masyarakat kita.
Namun, sebenarnya pertanyaan "Kapan Nikah?" saat kumpul keluarga lebaran seharusnya tidak menjadi tekanan bagi kita yang belum menikah.Â
Setiap individu memiliki pilihan dan jalannya masing-masing dalam hidup, termasuk dalam hal pernikahan. Setiap orang memiliki pertimbangan sendiri, baik itu faktor karier, pendidikan, kesiapan emosi, atau preferensi pribadi, yang mungkin membuat mereka belum siap untuk menikah.
Jangan sampai pertanyaan "Kapan Nikah?" saat kumpul keluarga lebaran membuat kita merasa terjebak atau merasa terpaksa menikah hanya karena tekanan dari lingkungan sekitar.Â
Pernikahan adalah komitmen seumur hidup yang perlu dipikirkan dengan matang, dan setiap individu berhak untuk memutuskan kapan dan dengan siapa mereka ingin menikah.
Jadi, jika kamu masih 'jomloh' dan sering ditanyai "Kapan Nikah?" saat kumpul keluarga lebaran, jangan khawatir.Â
Ingatlah bahwa pernikahan bukanlah satu-satunya penentu kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup. Nikmati momen berkumpul dengan keluarga dan fokus pada hal-hal positif lainnya dalam hidupmu. Kita bisa menjawab dengan bijaksana atau bahkan mengalihkan pertanyaan tersebut dengan humor, misalnya "Nanti deh, masih sibuk nikung followers di Instagram nih!" atau "Belum nemu yang bisa ngimbangin tingkat ganteng/gantengmu, Mas/Teh!"
Ingat, setiap orang memiliki jalannya masing-masing dalam hidup, dan tidak ada waktu yang tepat atau salah untuk menikah. Jadi, biarin kita 'jomloh' dulu atau memilih untuk menikah nanti, yang penting kita bahagia dengan pilihan kita sendiri.Â
Jangan biarkan pertanyaan "Kapan Nikah?" mengganggu keseimbangan dan kesehatan mental kita saat kumpul keluarga lebaran.Â
Mari kita ciptakan lingkungan yang inklusif dan tidak menekan, di mana setiap individu diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka sendiri tanpa merasa dipaksa atau dihakimi.
Selain itu, mari kita juga mengubah pandangan kita terhadap status pernikahan. Pernikahan bukanlah satu-satunya ukuran kesuksesan atau keberhasilan dalam hidup.Â
Setiap individu memiliki banyak aspek kehidupan lain yang juga layak dihargai dan diapresiasi, seperti karier, pendidikan, hobinya, hubungan sosial, dan lain sebagainya. Jadi, tidak seharusnya pertanyaan "Kapan Nikah?" menjadi satu-satunya fokus atau penilaian terhadap seseorang.
Sebagai individu yang belum menikah, kita juga memiliki banyak hal yang dapat diapresiasi dan dinikmati dalam hidup kita saat ini. Kita memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri, mengejar impian kita, menjalani hobi, dan menjalani hidup sesuai dengan keinginan kita. Kita tidak terikat oleh tanggung jawab rumah tangga atau kewajiban sebagai pasangan. Inilah saatnya untuk benar-benar mengeksplorasi diri kita sendiri dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan pribadi kita.
Salah satu hal positif tentang belum menikah adalah kita memiliki lebih banyak waktu dan fleksibilitas untuk fokus pada karier kita. Kita dapat mengambil peluang kerja yang menarik, bepergian untuk menghadiri konferensi atau seminar, atau mengambil proyek-proyek besar yang mungkin membutuhkan komitmen waktu dan tenaga yang signifikan.Â
Kita juga dapat mengambil pendidikan lebih lanjut atau mengikuti kursus untuk meningkatkan keterampilan kita. Semua ini bisa menjadi investasi berharga untuk masa depan kita dan membantu kita mencapai kesuksesan karier yang kita inginkan.
Belum menikah juga memberikan kita kebebasan untuk mengeksplorasi dunia dan menciptakan pengalaman hidup yang berharga. Kita dapat melakukan perjalanan ke tempat-tempat baru, menjalani petualangan, dan bertemu dengan orang-orang baru. Kita bisa menjalani gaya hidup yang kita inginkan tanpa harus mempertimbangkan kepentingan atau kebutuhan pasangan kita. Kita dapat menghadiri acara sosial, menghadiri pesta, atau berpartisipasi dalam kegiatan yang kita nikmati tanpa batasan waktu atau kompromi.
Tidak hanya itu, kita juga bisa menjalani hobi kita dengan bebas. Kita dapat mengikuti hobi yang kita nikmati, seperti seni, olahraga, atau musik, tanpa harus mempertimbangkan keterlibatan atau kewajiban kepada pasangan kita. Kita dapat merencanakan kegiatan atau perjalanan yang hanya sesuai dengan minat kita tanpa harus memperhitungkan preferensi atau kenyamanan orang lain.
Dalam kesimpulan, belum menikah bukanlah sesuatu yang harus dianggap sebagai kekurangan atau kegagalan. Sebaliknya, itu bisa menjadi waktu yang berharga untuk menjalani hidup sesuai dengan keinginan kita sendiri, menggali diri kita sendiri, dan mencapai tujuan pribadi kita.Â
Kita harus menghargai dan menghormati pilihan setiap individu untuk menjalani hidup mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri, tanpa menghakimi atau memberikan tekanan sosial terhadap pertanyaan "Kapan Nikah?". Semua orang berhak untuk hidup bahagia dan memilih jalur hidup mereka sendiri, baik itu menikah atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H