Mohon tunggu...
Hilna Tunisa
Hilna Tunisa Mohon Tunggu... -

Psychology - Universitas Gunadarma'17

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Opini] Pembunuhan dengan Cara Diduduki Telah Direncanakan Sang Ibu

18 November 2017   19:22 Diperbarui: 18 November 2017   19:49 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak manusia dengan beragam tingkah perilaku yang tidak dapat diterima oleh akal sehat. Lagi-lagi kasus pembuhunan yang melibatkan salah seorang keluarga. Kini, kasusnya antara seorang Ibu dan anaknya. Berita ini diterbitkan oleh sumber Kompas.com dalam sebuah lini masa aplikasi Line, berbentuk artikel.

Di dalam berita ini dijelaskan bahwa warga Kampung Patrol, Desa Sindangpalay, Kecamatan Karangpawitan yang menyerahkan diri ke polisi setelah menghabisi nyawa anaknya, telah merencanakan aksinya sehari sebelumnya. "Pelaku telah merencanakan aksinya sehari sebelum untuk menghilangkan nyawa anaknya sendiri," jelas Kapolres Garut AKBP Novri Turangga saat menggelar jumpa pers di Mapolres Garut, Selasa (24/10/2017).

Menurut Novri, pelaku menghabisi nyawa anaknya dengan cara menidurkan anaknya dalam posisi tengkurap di atas bantal. Kemudian ia duduki selama kurang lebih satu jam dengan menggunakan selimut hingga anaknya meregang nyawa. "Selama satu jam didudukin, anaknya nangis dia tetap dudukin hingga meninggal," jelas Novri. Setelah meninggal, pelaku membalikan posisi badan anaknya dan membersihkan darah dari hidung anaknya kemudian diselimuti seolah-olah anaknya tidur.

"Saat suaminya pulang kerja, pelaku langsung pergi menyerahkan diri ke kantor polisi. Jadi suaminya juga tidak tahu dia pergi ke polisi dan anaknya sudah meninggal," tuturnya. Hingga kini, sambung Novri, pihaknya belum menemukan motif pembunuhan yang dilakukan pelaku. Sebab, pemeriksaan yang dilakukan masih pemeriksaan awal. "Kita belum bisa memastikan motifnya, termasuk motif ekonomi," tutupnya.

Tidak asing lagi di zaman yang sudah banyak perubahan ini tingkah perilaku manusia selalu berada dibatas ketidak wajaran. Motif pembunuhan sudah tidak asing lagi didengar oleh seluruh kalangan masyarakat. Mulai dari anak yang membunuh orang tuanya, anak yang membunuh temannya sendiri, dan orang tua yang membunuh anaknya. 

Mungkin, sudah menjadi hal yang wajar bagi beberapa orang atas apa yang akan diperbuat baik merugikan orang lain atau bahkan merugikan dirinya sendiri. Tetapi, orang-orang yang melakukan hal tersebut mempunyai alasan atas apa yang diperbuatnya. Seperti pepatah, tidak akan ada asap jikalau tidak ada api. 

Hal itu pun tidak akan terjadi apabila seseorang tidak mempunyai alasan dan tujuan untuk melakukan hal yang keji tersebut. Di dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa pelaku sudah merencanakan pembunuhan yang belum diketahui motifnya. Namun lebih jelasnya, bahwa pelaku tersebut tidak melarikan diri setelah menghilangkan nyawa anaknya. 

Justru, si pelaku langsung menyerahkan dirinya ke kantor polisi. Ada banyak kemungkinan yang patut dipertanyakan atas apa yang dilakukan oleh si pelaku. Entah si pelaku tersebut sedang berada di puncak emosi yang tidak dapat dibendung lagi, atau bahkan faktor dari masalah rumah tangga yang tidak mampu ia selesaikan dengan musyawarah, dan bisa jadi juga faktor lingkungan yang tidak dapat menerima kehadiran keluarga si pelaku tersebut. 

Tapi, di sini kita tidak dapat memberi kesimpulan hanya berdasarkan sebuah persepsi, karena diberita tersebut masih dalam tahap pemeriksaan awal.

Namun pada dasarnya tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Karena, bagaimanapun perlakuan baik-buruk orang tua terhadap anaknya, itu adalah salah satu bentuk kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Tugas kita sebagai seorang anak adalah berbakti kepada orang tua dengan mengikuti apa yang dikatakan orang tua. 

Terkadang, ada beberapa anak yang tidak paham dengan bentuk-bentuk kasih sayang yang diberikan oleh orang tuanya. Dengan begitu, terjadilah sebuah pertentangan antara anak dengan orang tua yang berujung pada ketidak nyamanan anak berada di dalam rumah hanya karena kesalah pahaman. Yang dilakukan oleh kebanyakan anak ketika sudah tidak lagi menerima penjelasan orang tua adalah melarikan diri dari rumah. Padahal, tempat pulang yang paling dirindukan adalah sebuah rumah.

Komunikasi antara anak dengan orang tua adalah hal yang paling utama dalam membangun romantisme kehidupan di dalam rumah. Kini justru berbalik pada sebuah kenyataan yang ada. Pertentangan yang berujung pada sebuah pertengkaran yang merenggut nyawa adalah salah satu faktor dari kurangnya komunikasi antara anak dengan orang tua. 

Di zaman yang semakin modern ini, anak menjadi lebih pintar dan dapat dengan lantang menggurui orang tuanya. Dibalik hal tersebut, ada orang tua yang tidak dapat menerima atas perlakuan yang anaknya lakukan. 

Dari situ, terjadilah pertengkaran yang merenggut nyawa seorang anak. Namun, anak zaman sekarang sudah mempunyai keberanian yang tinggi dengan melakukan perlawanan atas perlakuan orang tuanya. Sebab itu terjadilah motif kekerasan anak terhadap orang tua sampai merenggut nyawa.

Berbeda halnya dengan kejadian yang merenggut nyawa seorang anak bayi akibat kekerasan orang tua. Di sini, posisi seorang bayi mutlak tidak berdosa ketika masih dibawah umur enam tahun. Tidak ada perlawanan yang diberikan oleh bayi tersebut ketika diperlakukan layaknya seseorang yang tidak memiliki akal. 

Pengaruh yang diberikan ketika seorang bayi dianiya, yaitu hanya berdasarkan kemampuan berisyarat. Seperti menahan rasa sakit lewat tangisan yang ditunjukkan. Tidak ada orang tua yang tidak memiliki alasan atas perbuatannya. Dampak terbesar yang dirasakan oleh orang tua adalah rasa menyesal berkelanjutan. 

Dengan begitu, akan ada gangguan psikis terhadap orang tua seperti halnya sakit jiwa. Dari sakit jiwa itu, akan ada hal terburuk yang mengancam dirinya sendiri dengan ketakutan yang menyangkut kematian. Kemungkinannya ada dua. Yang pertama, orang tersebut akan mengalami depresi akut. Dan yang kedua, kemungkinan terbesarnya adalah orang tersebut akan membunuh dirinya sendiri. 

Hal yang kedua adalah rasa penyesalan yang teramat dalam ketika seseorang tidak dapat memafkan dirinya sendiri atas perbuatan yang dilakukannya.

Maka dari itu, lakukanlah komunikasi yang baik antara anak dan orang tua. Pahami masing-masing karakter anak. Perbanyak waktu luang dengan mengajak anak untuk dapat terbuka dengan orang tua dan sebaliknya. Dan yang terakhir adalah saling memberi kepercayaan satu sama lain antara anak dengan orang tua agar terciptanya sebuah kerukunan dan romantisme baik di dalam rumah maupun di luar rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun