"Kakak tau apa sih kak tentang hidupku?! Kaka cuman ngeliatin aku doang, ngawasin doang, dikit-dikit lapor abah, kakak mana tau perasaanku kak?! Oh perkara kakak anak pertama terus seenaknya gitu? atau karna kakak bokingan abah sedangkan aku engga? Aku juga capek kak!" bantah Syakila yang membuat suasana semakin memanas.
"Capek ngapain kamu itu? Kerjaannya main sana-sini, habisin duit sana-sini, pacaran sana-sini," balas Kak Diana yang tak mau kalah.Â
"Stop kak! Aku ga seremeh itu kak!" ujar Syakila membela diri.
"Ga usah bahas capek kalau sama kakak! Kakak lebih capek ngadepin kamu yang susah diatur gini, mau menang sendiri, udah balik Padang aja sana, biar ditangani langsung sama ustad!" ucap Kak Diana yang kian tidak terkontrol.
"Kakak tega banget! Aku ga mau balik Padang kak! Dahlah kakak mana ngerti perasaan aku! Kakak ga bakal pernah paham!" balas Syakila dengan nada rendah sambil menggelengkan kepalanya tidak menyangka kakaknya berbicara setajam ini.Â
"Kakak ini pernah muda labil kaya kamu gini, dari sisi mana kakak ga ngerti perasaan kamu kalau kakak sendiri pernah ngalamin ha?!" ujar Kak Diana lagi yang semakin menguatkan egonya.
"Gw sama lu tuh beda kak! Ngapain disama-samain sih?!" balas Syakila sambil menuruni tangga dengan cepat. Energinya sudah terkuras habis. Ia memilih meninggalkan rumah sebentar saja walaupun hanya untuk menenangkan diri.
"Kila! Kakak belum selesai ngomong, hey!" teriak Kak Diana berusaha menahan Syakila untuk pergi. Namun nihil, Syakila pergi menghiraukan ucapan kakaknya itu. Ka Diana frustasi, energinya lemah, ia terduduk sambil memeluk kedua lututnya. Ia merasa gagal menjadi kakak yang baik untuk adiknya. Tak disangka, air matanya mengalir deras dengan desakan nafas yang terengah-engah.
Malam semakin larut. Syakila tidak pergi jauh, ia hanya ke teras depan. Sejujurnya ia takut pergi malam-malam sendirian. Jadi ia memilih di luar rumah ditemani suhu dingin yang menusuk tulang.
Waktu sudah menunjukkan jam 3 pagi. Syakila semakin tidak kuat menahan rasa dingin, ia memilih masuk ke dalam rumah. Dengan berhati-hati dan tanpa suara, ia berusaha masuk kedalam. Terlihat Kak Diana tertidur dengan mata sembab di atas kursi sofa, dan tanpa selimut. Melihat itu, hati Syakila merasa iba. Namun disisi lain ia masih sakit hati dengan perkataan kakaknya tadi.
Pagi harinya, Syakila bangun terlambat. Rumah tersebut telah hening. Ia menemukan kotak makan di atas meja dengan secarik kertas. Tanpa berfikir panjang, ia membaca kertas itu.