Mohon tunggu...
Hilmi TaufiqulMutohar
Hilmi TaufiqulMutohar Mohon Tunggu... Penulis - pria asal negri sejuta warung kopi

gak suka makanan pedas

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Separuh Kopi di Senja Terakhir

31 Mei 2024   14:50 Diperbarui: 31 Mei 2024   14:51 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/nadzev/

Laut kini mulain surut, angin  pun berhembus lembut menyapa beberapa bulu di tangan disertai dengan goyangan lembut pohon kelapa sore itu.

Aku masih disini, semenjak kopi terakhir yang kau hidangkan. Aku masih duduk di kursi yang sama mengenang kopi yang tak habis dirundung senja. Aku masih disini berharap kau berpaling dan mengejarku. Tapi nyatanya ?

Semua yang ku harapkan pupus,

"kamu tau gak kenapa aku suka senja?" ucapmu kala itu.

"karena senja menandakan keindahan dan kehangatan," jawabku.

"hehe, kok kamu tau?" ucap mu dengan pipi merona layaknya permaisuri.

"iyaa, aku ingin seperti senja. Yang selalu kau kagumi dan memberikan kehangatan bagimu," ucapku sambil menyeruput kopi.

"ciee,,,mulai bisa nggombal ya." Jawabnmu dengan setengah tersenyum.

Iyaa aku masih ingat percakapan ini, percakapan yang tidak akan pernah aku lupakan. Dimana aku labuhkan harapkanku ke dermaga penuh kenestapaan. Harusnya aku tak berharap menjadi senja milikmu. Ya, seharusnya tidak.

Aku sadar betapa indah senja itu, betapa hangatnya ia. Tapi aku lupa....kehangatan dan keindahanya hanya untuk dinikmati dan bukan dimiliki.

"andai saja dulu aku sadar, bahwa semua ini akan terjadi. Aku tak akan sejatuh cinta ini. Andai saja, dulu aku tak mengenalmu aku gak akan merasa kehilangan seperti ini," tukasku dalam hati.

Kini aku hanya bisa memeras dadaku yang tak terasa sakit, tapi hampa Kehilaganmu.

Berharap kau Kembali adalah hal mustahil. Yap, mustahil. Semua sirna setelah pria itu datang, datang dengan maksud meminangmu dan bodohnya kamu menerimanya dan aku harus Ikhlas.

Lalu, kini...

Kau bahagia dengannya, dan aku masih menunggu dengan senja yang sama. Senja yang pernah membuatmu nyaman.

Izinkan aku menjadi senja dengan mantra kopi terakhirku ini. Karena meskipun aku tak memilikimu akan tetapi kau bisa menikmati keindahanku sebelum akhirnya bulan menggatikan posisi matahari. Ya, izinkan aku menjadi senja agar aku bisa tetap merengkuhmu dikala sedihmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun