"Teh, beli mie instan 4 bungkus." Â Kataku sambil menyerahkan uang receh dengan wajah menunduk karena malu.
Kujinjing kresek hitam berisi 4 bungkus mie instan berjalan menuju rumah. Ketika pintu rumah kubuka, ada pemandangan di luar dugaanku. Dede sedang menyantap nasi kotak begitu lahap. Dalam kecepatan cahaya hatiku hangat melihat pemandangan itu.Â
Dede begitu khusu dengan makanannya hingga tak sadar aku sudah masuk ke rumah. Kutatap lekat bagaimana setiap suap begitu nikmat ia kunyah.Â
"Eh mah, tadi Bu RT kesini. Ngasih ini." Dede menjawab dengan mulut penuh. Matanya berbinar bahagia. Aku hanya diam menyimak sambil tersenyum.
"Iya, Dede habiskan yaa ... Mamah mau bikin mie dulu." Sahutku sambil berjalan menuju dapur meninggalkan Dede yang masih lahap mengunyah nasi kotaknya.
Hatiku basah, hatiku haru tak henti-henti kuucap hamdallah dalam hati. Pagi tadi rasanya tak ada harapan. Namun ternyata bagi Allah segala hal mudah. Setiap makhluk punya rezekinya masing-masing.
Kutuang mie instan ke mangkuk. Aroma ayam bawang menusuk hidung menerbitkan air liur. "Mah, ini buat mama." Dede menghampiriku sambil menyodorkan sepotong telur lauk dari nasi kotak. Aku tersenyum hatiku kembali basah.Â
"Makasih sayang, ini kan kesukaan Dede. Buat Dede aja ya ...." Aku menerima telur itu lalu mengulurkan kembali untuk Dede. Anak semata wayangku itu tak menjawab. Ia hanya menggeleng dan menaruh telurnya ke mangkuk mie instan lalu melangkah menjauh.Â
Kulahap mie instan dengan tergesa mendengar bunyi geluduk dari langit. Benakku langsung teringat jemuran yang belum diangkat.Â
"Bu Dadang, tadi nasi kotaknya sudah diterima kan?" Suara Bu RT mengagetkanku kala mengambil jemuran.
"Eh iya, terima kasih Bu" jawabku.Â