Keadaan seperti itu dan juga di dukung dengan orang tua yang kurang memperhatikan proses belajar peserta didik sehingga memberikan gadged pribadi kepada peserta didik dapat dijadikan ajang untuk mencuri waktu untuk bermain game online alih-alih mengerjakan tugas yang diberikan. Game online menjadikan peserta didik menunda-nunda dan malas mengerjakan tugasnya. Peserta didik yang sudah diberikan gadged pribadi oleh orang tuanya cenderung lebih paham mengenai hal-hal lain yang dapat dilakukan menggunakan gadged mereka. Bagi peserta didik yang memiliki batasan waktu menggunakan gadged saat pembelajaran tatap berubah menjadi menggunakan gadged setiap hari.
Sebenarnya masih sangat banyak tantangan atau hambatan yang terjadi ketika pembelajaran daring yang pada akhirnya akan menciptakan penghalang yang sangat besar untuk mencapai tujuan Pendidikan dan memupuk kesadaran kolektif.
Pedagogi Kritis Revolusioner dan Pembelajaran Daring
Pedagogi Kritis Revolusioner ini digagas oleh Peter Mclaren. Sedikit membahas terkait biografi Peter McLaren, Mengutip dari (Giugno, 2018) Peter Lawrence McLaren lahir pada 2 Agustus 1948 di sebuah konservatif keluarga kelas pekerja di toronto. Ia memiliki banyak sepupu, anak dari saudara perempuan ayah dan ibu empat saudara perempuan dan dua saudara laki-laki. Ibu Peter, Frances Teresa Bernadette McLaren, adalah ibu rumah tangga dan operator telepon. Ayahnya, Lawrence Omand McLaren adalah Veteran Perang Dunia II yang menaiki tangga karier dari penjual televisi menjadi manajer umum Phillips Electronics untuk Kanada Timur. Namun pada usia lima puluh tahun, ia menjadi korban ageisme. Karena hal ini ia terpaksa melakukan serangkaian pekerjaan bergaji rendah yang menyebabkan masalah kemiskinan dan kesehatan, pada akhirnya menyebabkan pensiun dini dan kematiannya. Ibu Peter Katolik, ayahnya dibesarkan Presbiterian, dan Peter dibesarkan dalam tradisi Anglikan. ebagai seorang guru muda, Peter mendapat pelajaran penting bahwa mengajar bukanlah pekerjaan, tetapi panggilan dan selama sisa karirnya, dia merasakan kehangatan hubungan dengan murid-muridnya.
Pedagogi kritis pada awalnya merupakan pedagogi yang dikembangkan oleh pendidik progresif yang berkeinginan untuk menghilangkan ketidaksetaraan kelas sosial masyarakat (Hidayat, 2013). McLaren mengkritisi para pendidik progresif, dengan mengatakan bahwa mereka mengembangkan dan memperjuangkan nilai demokrasi di masyarakat. Usaha mereka tersebut berhasil menumbuhkan jiwa nasionalisme yang demokratis secara individualistik. Akan tetapi, untuk mengubah suatu tatanan sosial, hal tersebut tidak cukup. Karena pendidikan progresif hanya memberikan kesadaran pada individu. McLaren di dalam tulisannya mengutip ungkapan Maezaros bahwa seruan kepada kesadaran individu tidak akan cukup, karena kesadaran individu tidak dapat menangkap penyebab sosial dari gejala negatif kapitalisme (McLaren:2010).
Disini terlihat Peter McLaren menggagas Pedagogi kritis revolusioner sebagai pendidikan sosialis yang tujuan finalnya ialah kesejahteraan, keadilan, dan kesetaraan semua kalangan, baik dalam agama, ras, gender, dan lain sebagainya. Pedagogi kritis revolusioner juga menekankan pada pendekatan praktis untuk pengajaran, pembelajaran, dan penelitian yang di dalam aktivitas belajar mengajar terdapat dialog kritis dan analisis dialektis dari pengalaman siswa sehari-hari.
Mengutip (Mushodiq, 2021), Dalam menjelaskan hubungan antara pendidik dan peserta didik, McLaren mengatakan bahwa perlu adanya penelitian dan penjelasan tentang 4 istilah di dalam kegiatan belajar mengajar. Keempat istilah itu adalah teaching, pedagogy, critical pedagogy, dan revolutionary pedagogy. Menurut McLaren, teaching merupakan proses mengorganisasi dan mengitegrasikan pengetahuan dengan tujuan mengomunikasikan pengetahuan kepada siswa melalui pertukaran pemahaman dalam konteks yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun pedagogy adalah memposisikan pertemuan pendidik dan peserta didik dalam konteks yang lebih luas, di mana kekuatan historis dalam politis yang terdapat dalam proses "tindakan mengetahui" dikenalkan dan dipertimbangkan sebagai objek pengetahuan siswa. Sedangkan critical pedagogy merupakan proses dialektis dan dialogis di dalam pertukan pendidik dan peserta didik untuk mengkonstruk ulang atau menyusun kembali, memfungsikan kembali, dan menggugat kembali masalah pemahaman, sehingga menjadikan dimensi relasi power/knowledge sebagai induknya.
Dengan arti kata lain, dialog antara pendidik dan peserta didik sangatlah penting untuk memaksimalkan pembelajaran agar keduanya dapat saling memahami, baik pendidik memahami potensi dan ide peserta didik ataupun peserta didik memahami materi dan pelajaran yang disampaikan pendidik. Dan ketika dialog keduanya berjalan dengan sempurna, maka akan mulai terkonstruk kesadaran kolektif yang dimulai dari kedua belah pihak dan berkemungkinan membangun atau menemukan pengetahuan baru.
Dalam pembelajaran daring, dimana pendidik dan peserta didik nya terpisah secara ruang, akan sangat sulit untuk melakukan proses dialektis dan dialogis secara intens antar keduanya. Pasalnya, terdapat hambatan atau gangguan yang mungkin akan menyerang mereka ketika sedang melakukan pembelajaran daring contohnya saja kendala sinyal. Ketika seseorang mengalami gangguan sinyal, maka input serta output audio visual nya juga akan terganggu. Hal ini lah yang kemudian menjadi rintangan besar pembelajaran daring.
Lalu bagaimana upaya memaksimalkan pembelajaran daring ini agar proses dialektis dan dialogis antara pendidik dan peserta didik terjalin baik dan intens? Tentunya ini tidak akan terlepas pendidik (Guru) dan juga peserta didik, keduanya harus saling supportif satu sama lain. Adapun cara yang dapat dimanfaatkan yakni dengan melakukan diskusi kelas daring antara pendidik dan peserta didik. Disana dapat dimanfaatkan untuk saling berdialog antara keduanya agar saling memahami apa yang terjadi dan juga apa yang mungkin tidak mengerti peserta didik.
Kesimpulan