Pemikiran filosofis dalam Islam telah melalui perjalanan panjang dan dinamis. Dari masa klasik hingga modern, tokoh-tokoh besar seperti Al-Ghazali dan Fazlur Rahman menjadi figur kunci yang mewakili berbagai paradigma dalam menafsirkan hubungan antara akal, wahyu, dan tradisi. Untuk mengeksplorasi pemikiran mereka, kritik terhadap filsafat Yunani hingga pendekatan hermeneutis terhadap Al-Qur'an di era kontemporer.Â
Al-Ghazali: Antara Kritik dan Rekonsiliasi Filsafat
1. Konteks kehidupan dan karya utamanya
Abu Hamid Al-Ghazali (1058--1111 M) dikenal sebagai salah satu intelektual besar dunia Islam. Karya utamanya, Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filosof), merupakan kritik mendalam terhadap filsafat, khususnya pandangan metafisik para filsuf seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina. Al-Ghazali berusaha menunjukkan ketidaksesuaian antara ajaran filsafat Yunani dan Islam, terutama dalam isu kekekalan alam, kenabian, dan kebangkitan jasmani.
2. Kritik terhadap Rasionalisme Ekstrem
Al-Ghazali menolak filsafat murni yang ia anggap bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Namun, ia tidak sepenuhnya meninggalkan penggunaan akal. Dalam Ihya Ulum al-Din, ia menyusun metode sufistik yang menyeimbangkan akal dan intuisi spiritual. Baginya, filsafat hanya bermanfaat jika digunakan untuk memahami hal-hal yang tidak bertentangan dengan wahyu.
3. Warisan Pemikiran Al-Ghazali
Warisan Al-Ghazali adalah sintesis antara syariat, tasawuf, dan akal. Ia membuka jalan bagi para ulama untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sambil menjaga fondasi tradisional Islam.
Fazlur Rahman: Pembaruan Hermeneutika Islam
1. Latar Belakang dan Pemikiran Awal
Fazlur Rahman (1919--1988) adalah seorang pemikir Islam modern yang lahir di Pakistan. Ia terinspirasi oleh tradisi klasik dan berupaya menjawab tantangan yang dihadapi umat Islam di era modern. Dalam karya-karyanya seperti Islam and Modernity, ia menekankan perlunya pembaruan intelektual melalui reinterpretasi Al-Qur'an.