Wisuda dengan predikat lulusan terbaik pasti menjadi impian setiap mahasiswa. Karena selain menghadirkan senyum kebahagiaan di wajah orangtua, tentu meninggalkan kesan positif yang menginspirasi semua mahasiswa di setiap program studi. Namun, di balik prestasi yang diraih mahasiswa, selalu ada cerita-cerita yang menguras air mata, seperti dituturkan 7 mahasiswa IAIN Ternate peraih predikat cumlaude pada wisuda sarjana periode semester ganjil tahun 2024.
Senyum bahagia terpancar di wajah Ujaifa Aden (22), setelah mendapat informasi dari bagian Layanan Akademik IAIN Ternate, perihal prestasi akademik yang ia raih pada program studi Ilmu Al-qur'an dan Tafsir (IAT) Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah.
Ia merupakan mahasiswa peraih nilai tertinggi dari 178 mahasiswa yang mengikuti wisuda tahap satu periode semester ganjil tahun 2024, pada sabtu (27/4/2024) yang berlangsung di Auditorium IAIN Ternate.
Bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Aden Senen (60) dan Ratna Golong (58) ini memang patut dipatut diapresiasi, lantaran disaat teman-temanya termasuk sang kakaknya berkeinginan melanjutkan studi di salah satu kampus swasta di pulau Bacan, kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, ia memutuskan untuk berlayar ke Ternate dan mendaftarkan diri di IAIN Ternate.
Keputusan melanjutkan studi di IAIN Ternate, memang mendapat dukungan penuh kedua orangtuanya. Sehingga, ia mengibarkan semangat untuk meraih sukses di Ternate.
Dan' impian tersebut akhirnya terwujud, yakni selain mencatatkan prestasi sebagai mahasiswa yang lulus dan meraih predikat pujian, ia juga tampil menginspirasi mahasiswa IAIN Ternate, lantaran hanya membutuhkan waktu 3,6 tahun untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Ternate.
"Selama berkuliah, saya hanya 3 kali pulang ke kampung halaman, itupun karena momen pemilihan umum dan urusan keluarga, selain dari itu saya lebih menghabiskan waktu untuk konsentrasi belajar di asrama mahasiswa," tutur Ujaifa di sela-sela gladi bersih wisuda di Auditorium IAIN Ternate, Jum'at (26/4/2024).
Ia mengungkapkan, sejak pertama kali menginjakkan kaki di kampus IAIN Ternate, ia bertekad untuk giat belajar demi menuntaskan impian kedua orangtuanya. Terlebih ia mendapat suntikan semangat dari orangtuanya, bahwa sebagai anak petani harus tunjukkan yang terbaik, demi meraih mobilitas vertical untuk merubah nasib.
Doa dan dukungan orantua, menjadi sebuah kekuatan yang selalu ia genggam dalam setiap ayunan langkahnya menimbah ilmu di kampus IAIN Ternate. Doa-doa itu akhirnya terwujud, sejak berada di semester dua, ia mendapat kabar gembira, namanya diumumkan sebagai mahasiswa peraih beasiswa kartu Indonesi pintar-kuliah (KIP-K).
Di periode inilah, semangat makin membuncah, terlebih sebagai mahasiswa penerima beasiswa KIP-K, diwajibkan harus menetap selama setahun di asrama mahasiswa. Berada di asrama mahasiswa, ia makin terdorong untuk giat belajar, rajin ibadah, dan bergaul antarsesama santri di Ma'had.
Hingga, ia tercatat sebagai salah satu santri yang cukup diandalkan oleh para tenaga pengajar di asrama mahasiswa. Sehingga, ia terpilih menjadi asisten Musyrif (pembimbing dan pengasuh santri, red) Ma'had Ali IAIN Ternate.
Menjadi asisten Musyrif ia jalani selama dua tahun, di sinilah ia mulai banyak belajar dari sejumlah Musyrif Ma'had, hingga berhasil meraih prestasi pada dua ajang Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ): di kota Tidore Kepulauan tahun 2024 sebagai juara 1 lomba Karya Tulis Ilmiah, dan meraih juara 3 pada lomba yang sama di ajang MTQ tingkat kabupaten Halmahera Selatan tahun 2024.
"Sejak menjadi santri di Ma'had maupun setelah diangkat sebagai asisten Musyrif, saya lebih banyak belajar dan menyerap ilmu dan pengalaman dari para Musyrif di Ma'had, dari situlah saya mulai terdorong untuk terus mengasah potensi diri," akunya.
Pria kelahiran Prapakanda, Batangloman Bacan, 20 Mei 2002 ini mengaku selama berada di asrama mahasiswa, kiprah para tenaga pengajar atau Musyrif Ma'had dijadikan sebagai penyerap teladan.
Namun, menurut dia, satu-satunya sosok yang dijadikan sebagai rolle model adalah sang dosen-nya di program studi Ilmu Al-qur'an dan Tafsir (IAT) yakni Prof Dr M Djidin, M.Ag. Ia menilai guru besar pada Fakultas Ushuluddin tersebut, selalu tampil memberi motivasi kepada dirinya untuk giat belajar demi menjaga asa meraih sukses di masa depan.
"Pak Prof Djidin memang saya jadikan sebagai rolle model sepanjang menjalani aktivitas sebagai mahasiswa di IAIN Ternate, dari dirinya saya belajar disiplin, dan mencintai ilmu pengetahuan," ucapnya.
"Lantarji'al Ayyamullati Madhat, tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu, demikian sebuah nasihat yang kerap dilontarkan guru kami di Ma'had, dari nasehat inilah yang terus membakar semangat saya dan teman-teman di Ma'had," imbuhnya
Nasihat demi nasihat yang kerapkali ia terima, terdorong ia terus mengibarkan semangat meraih prestasi, terlebih sebuah pesan yang disampaikan sang bapaknya saat ia memutuskan berkuliah di IAIN Ternate, selalu ia tancapkan dalam benak dan terus ia jadikan sebagai penyemangat kala diperhadapkan pada setumpuk tugas yang diberikan oleh setiap dosen.
"Jaga diri dan harus bersaing, serta bergerak cepat pada sasaran yang tepat," kata bapaknya.
"Utamakan ilmu, sebab ketika meraih sukses suatu kelak pasti mendapat jodoh yang sepadan," pesan sang ibunya.
Pesan inilah yang terdorong alumni Madrasah Aliyah Al Khairaat Labuha ini, terus menerus mengulas senyum optimis untuk menuntaskan pendidikan di IAIN Ternate. Ujaifa mengungkapkan, dengan tekad giat belajar, sehingga pada setiap semester ia mendapatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang sangat memuaskan.
"Dari delapan semester, hanya di semester tiga, saya dapat IPK 3,98, selebihnya IPK saya 4,00," ungkapnya.
Alumni SMP LPM Prapaganda Bacan, Halmahera Selatan ini, menuturkan bahwa sejak ia tidak lagi menetap di asrama mahasiswa, namun ia tetap terdorong untuk selalu belajar bersama santri Ma'had.
Untuk itu, di tengah konsentrasi menyusun karya tulis ilmiah (skripsi, red), ia memilih menjadi penjaga masjid kampus, kata dia, agar selain belajar bersama dengan para santri Ma'had, ia juga fokus menyelesaikan karya tulis-nya.
"Kurang lebih 6 bulan saya menjadi penjaga masjid, ini merupakan pilihan paling rasional, karena saya bisa belajar dan berbagi ilmu bersama adik-adik Ma'had," katanya
Ujaifa mengatakan, salah satu impiannya adalah kelak ia dapat mengabdi di lembaga (IAIN Ternate, red), untuk itu ia selalu bedo'a dan melangitkan harap, agar setelah wisuda S-1, ia dapat melanjutkan studi ke pascasarjana.
"Impian saya adalah menjadi akademisi, dan tentunya mengabdi di IAIN Ternate," pungkasnya.
Cerita Ujaifa, hampir sama persis dengan Isran Sahid (21), sosok kelahiran Tabangame Bacan Selatan, 19 September 2002 ini juga dikenal sebagai mahasiswa berprestasi pada tadris Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Ternate.
Ia hanya membutuhkan waktu 3,7 tahun untuk menyelesaikan studi. Dari durasi waktu tersebut, ia meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,96 dan ditetapkan sebagai salah satu lulusan terbaik pada tadris Biologi.
Sama halnya dengan Ujaifa, kedua orangtua Isran juga berprofesi sebagai petani, untuk itu dari segi pendapatan memang tidak bisa diprediksi. Sehingga, sejak mendaftarkan diri sebagai calon mahasiswa baru, ia terdorong untuk giat belajar demi meraih beasiswa berprestasi.
Dan' rupanya impian tersebut terwujud, saat pihak Bagian Akademik Fakultas menyeleksi mahasiswa peraih IPK tertinggi, maka namanya diikutsertakan dalam daftar untuk mengikuti seleksi beasiswa Bank Indonesia (BI) Maluku Utara.
"Saya dapat beasiswa Bank Indonesia pada tahun 2021 lalu," kata Isran, Jum'at (26/4/2024).
Isran termasuk salah satu mahasiswa pada tadris Biologi yang tidak hanya dikenal meraih IPK tertinggi, melainkan ia juga mencatatkan beragam prestasi, seperti terlibat bersama dosen-nya untuk menggarap penelitian dan dipublish pada jurnal terakreditasi.
Selain bersama dosen pada tadris Biologi melakukan penelitian ilmiah, anak dari pasangan Sahir Radjak dan Masdianti Muhammad ini, sepanjang menjalani aktivitas perkuliahan di IAIN Ternate, juga tampil sebagai asisten dosen.
"Saat itu, kami ikut seleksi untuk menjadi asisten dosen, dan alhamdulillah saya bersama beberapa teman mahasiswa terpilih," kenangnya
Aktivis HMI komisariat IAIN Ternate ini mengatakan, selain disiplin mengikuti aktivitas perkuliahan, dirinya juga aktif pada organisasi. Sebab, menurutnya, di organisasi-lah, ia dapat menempa diri dan belajar lebih banyak, serta membangun relasi dengan orang-orang dari beragam latar belakang profesi.
Untuk itu, pada 2022 lalu, ia terpilih mewakili fakultas Tarbiyah untuk mengikuti Diklat Kepemimpinan Nasional di kota Surabaya. Selain itu, saat terlibat pada kegiatan Academic Writing yang digelar Kementerian Agama RI, ia kemudian terdorong untuk mencintai dunia kepenulisan hingga berhasil menerbitkan sebuah novel berjudul PEREMPUAN MISTERIUS.
"Ini merupakan sebuah kisah perjalanan saya sebagai mahasiswa IAIN Ternate, yang tak akan pernah saya lupakan, karena pada kegiatan academic writing itu, saya berhasil meraih penghargaan sebagai peserta terproduktif. Dari sinilah, keinginan untuk menjadi seorang penulis tertancap kuat dalam hati," ujarnya.
Kecintaan pada dunia menulis, membuat ia dan teman-temannya menerbitkan sebuah buku kisah perjalanan KKN di kabupaten Halmahera Barat 2023 lalu. Buku yang diberi judul Taruba Tempo Doeloe tersebut, menceritakan desa yang mereka tinggali sepanjang melaksakan kegiatan KKN, yakni di desa Taruba kecamatan Sahu, Halmahera Barat.
"Ada karya tulis saya bersama salah satu dosen Biologi juga terbit pada jurnal Sinta 5, karya kami itu tentang Model Pembelajaran," tuturnya
Ia berharap, karya tulis yang ia garap hingga mengantarkan ia meraih gelar sarjana, juga dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah, sehingga menginspirasi adik-adiknya pada tadris Biologi untuk giat belajar dan berkarya.
Sebagai anak petani, tentu prestasi yang ia raih setidaknya dapat memantik kedua orangtuanya mengulas senyum bahagia, lantaran menurut dia, setiap orangtua pasti berkeinginan putra putri mereka meraih kesuksesan di dunia pendidikan, selain itu tentu dengan prestasi akademik dapat membuat mereka senyum bangga.
"Prinsipnya, kita jangan berhenti untuk berdo'a dan bersyukur atas apa yang kita raih, dan selalu menghidupkan optimisme untuk menatap masa depan yang lebih baik demi membahagiakan orantua, dan semua itu harus diawali dari bangku pendidikan," ucapnya.
Jika Ujaifa dan Isran Sahil memiliki orangtua berprofesi petani, Surya Saputra Mahmud (23) adalah anak seorang akademisi pada salah satu kampus negeri di kota Ternate. Ia mengisahkan perjalanan menempuh pendidikan di program studi Ilmu Al-qur'an dan Tafsir (IAT) Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) dimulai dari kegagalan mengikuti seleksi bintara polisi.
Ia mengatakan, walaupun memiliki orangtua berprofesi sebagai pendidik, tak lantas memantik dirinya untuk mengikuti jejak langkah sang ayahnya. Karena semenjak berada di bangku Madrasah Al Khairaat Kalumpang Ternate, ia menyaksikan teman-temannya selepas lulus sekolah langsung terdorong cepat bekerja dan menghasilkan uang.
"Saat itu, teman-teman saya banyak yang mengikuti seleksi menjadi anggota Polri, dan mereka berhasil. Untuk itu, saya juga ikut terdorong menjadi anggota Polri agar seperti mereka," terangnya.
Namun, rupanya do'a orangtua begitu kuat untuk menggiringnya ke dunia perguruan tinggi, sehingga bungsu dari empat bersaudara ini pun mengikuti saran sang bapaknya untuk melanjunjtkan studi di perguruan tinggi (PT).
Untuk itu, anak dari pasangan Mahmud Hi Umar dan Andi Astuti Pariusi ini kemudian memutuskan untuk mendaftarkan diri ke kampus IAIN Ternate. Di kampus keagamaan tertua di Moloku Kie Raha inilah, perjalanan alumni SMP Muhammadiyah Bastiong mulai menunjukkan titik terang menggapai masa depan yang gemilang.
Betapa tidak, selain tercatat sebagai mahasiswa berprestasi secara akademik, di sisi lain, sosok kelahiran Ternate, 25 Juni 2001 ini mulai menunjukkan bakat pada ajang Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ).
Hanya saja, ia tampil pada ajang MTQ bukan sebagai seorang qori, melainkan menggondol penghargaan pada lomba karya tulis ilmiah.
"Pada MTQ tingkat provinsi Maluku Utara tahun 2023, saya berhasil meraih juara II pada lomba karya tulis ilmiah, sedangkan MTQ 2024 lalu, saya berhasil meraih juara 1 pada jenis lomba yang sama," tutur ketua UKM Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an IAIN Ternate, Jum'at (26/4/2024).
"Pada tahun 2018, saya juga mengikuti wisuda Tahfiz 1 juz di gedung Duafa Center Ternate," imbuhnya.
Surya Saputra, termasuk salah satu mahasiswa berprestasi pada program studi IAT FUAD, karena ia meraih IPK 3,95 dan menempatkan ia pada urutan ketiga peraih predikat cumlaude pada wisuda sarjana IAIN Ternate periode semester ganjil tahun akademik 2023/2024 yang berlangsung pada Sabtu (27/4/2024) di Auditorium IAIN Ternate.
Karena sebagai mahasiswa berprestasi, maka alumni pesantren Madinatul Ulum Bandung, Jawa Barat ini, pada 2023 lalu terpilih mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nusantara Moderasi Beragama di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan.
Rupanya, pilihan Surya Saputra pada program studi Ilmu Al-qur'an dan Tafsir sangat tepat, lantaran kini ia tercatat sebagai salah satu da'i mudah kota Ternate, oleh pihak Kementerian Agama RI melalui aplikasi USTAD KITA.
Sehingga, melalui aplikasi inilah, ia kerap kali dihubungi untuk mengisi khotbah jum'at pada sejumlah masjid di kota Ternate dan menjadi Imam salat Tarawih dan Tahajud berjamaah.
"Memang pada awalnya saya bercita-cita sebagai anggota Polri, namun dorongan orangtua untuk lanjut studi, hingga kini saya dapat membahagiakan mereka melalui prestasi yang saya torehkan di bangku perguruan tinggi," katanya sembari mengulas senyum.
"Saya sering diundang untuk menjadi khatib, dan pada bulan ramadan kemarin, saya sering menjadi imam salat Tarawih maupun saat melangsungkan Tahajud berjamaah," tambahnya.
Tentu perjalanan Surya Saputra sebagai mahasiswa berprestasi di IAIN Ternate, praktis menginspirasi mahasiswa di fakultas Ushuluddin dan serta mahasiswa pada fakultas lainnya.
Ia mengaku dengan prestasi akademik yang diraihnya, membuat kedua orangtuanya bangga, lantaran awalnya tidak begitu tertarik melanjutkan studi ke perguruan tinggi, namun setelah menyanggupi dorangan orangtua, kini ia respon dengan prestasi yang menghadirkan senyum kebahagiaan di wajah orang yang ia sayangi.
Prestasi yang diraih Surya Saputra, tak jauh berbeda dengan Juraida Slamet, Perempuan kelahiran Tidore 8 Juni 2001 ini, memang sejak pertama kali memang tidak menargetkan prestasi akademik.
Lantaran saat menempuh pendidikan di IAIN Ternate, tepatnya pada program studi Ilmu Al-qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, ia memang terdorong menguasai ilmu Sanad dan Qira'at qur'an.
Karena impian terbesarnya adalah suatu saat nanti ia tampil sebagai tenaga pengajar Sanad dan Qira'at Qur'an. Karena, kecintaan pada al-qur'an membuka jalan untuk mencatatkan prestasi dan membahagiakan kedua orangtuanya.
Ia mengaku bangga, karena walaupun bukan lahir dari keluarga berkecukupan, namun perjalanan menempuh pendidikan sarjana di IAIN Ternate menghadirkan kisah yang dapat menginspirasi banyak orang.
"Saya memang tidak menargetkan meraih prestasi akademik, karena fokus utama saya adalah menjadi seorang hafizah, tentu ini merupakan impian saya," ujar alumni SMPN 2 kota Tidore Kepulauan.
Sepanjang menjalani proses menimbah ilmu di IAIN Ternate, putri bungsu dari pasangan Slamet Ismail dan Siti Adam ini, hanya terdorong untuk giat belajar agar dapat menyelesaikan studi tepat waktu.
"Mama sering berpesan, rajin belajar dan jangan dekati lelaki, biar cepat menyelesaikan studi," akunya
Alumni MAN 2 kota Tidore Kepulauan ini tersentak saat namanya diumumkan pihak Layanan Akademik IAIN Ternate sebagai peserta wisuda yang meraih predikat pujian (Cumlaude) pada wisuda tahap pertama semester ganjil tahun akademik 2023/2024.
"Sebagai anak petani, tentu berada di bangku kuliah hanya menargetkan cepat menuntaskan kuliah, dan prestasi akademik yang saya raih ini, menurut saya merupakan bagian dari do'a orangtua terhadap anak, yang pasti bapak dan ibu sangat bangga," cetusnya
Menurut dia, motivasi dan do'a orangtua-lah, yang kemudian men-drive ia menggapai impian menyelesaikan studi tepat waktu, terlebih sejak berada di semester kedua, namanya diumumkan sebagai peraih beasiswa Kartu Indonesia Pintar- Kuliah (KIP-K).
"Alhamdulillah, sejak semester 2 sampai 7, saya dapat beasiswa KIP-K, dengan beasiswa, praktis ikut mengurangi beban orangtua," ujar sosok yang jadikan Prof Dr M Djidin sebagai panutan.
Dengan prestasi akademik yang diraihnya, tentu ia sangat bangga, namun di balik prestasi, ia mengungkapkan bahwa yang harus dikedepankan adalah fokus mencintai ilmu. Sebab, dengan cinta akan ilmu, maka mendorong setiap orang untuk selalu belajar.
"Cinta ilmu tentu berangkat dari cinta al-qur'an, sebab semua ilmu bersumber dari al-qur'an, untuk itu jika kita cinta pada al-qur'an, maka Allah SWT akan memudahkan setiap langkah kita untuk menggapai impian," tandasnya.
Perjalanan menempuh pendidikan tinggi hingga membuat orangtua bangga, juga dilakukan Sriyanti Nihi (22), putri dari pasangan Abdul Fatah Nihi dan Fatmawati Tibu ini, meninggalkan jejak positif yang menginspirasi adik-adiknya pada program studi pendidikan Islam anak usia dini (PIAUD), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Ternate.
Ia dikenal sebagai salah satu mahasiswa berprestasi pada prodi PIAUD, prestasi akademik yang ia raih pada setiap semester mengantarkan ia mendapat beasiswa kartu Indonesia pintar-kuliah (KIP-K).
Beasiswa tersebut ia kantongi sejak berada di semeseter dua hingga resmi dikukuhkan sebagai alumni pada program studi PIAUD. Sosok yang bercita-cita sebagai tenaga pendidik ini pun bukan hanya dikenal meraih IPK tertinggi pada setiap semester.
Melainkan ia juga mencatatkan prestasi sebagai mahasiswi yang mengharumkan nama prodi-nya, seperti salah satu prestasi yang ia raih pada lomba karya tulis ilmiah tingkat fakultas yang berlangung pada 2022 lalu.
"Sejak berada di bangku MTsN 1 Pulau Morotai, saya memang sering mendapat ranking, dan dari prestasi tersebut mendorong saya untuk giat belajar hingga meraih prestasi akademik di perguruan tinggi," kata gadis kelahiran Wowemo Pulau Morotai, 22 Januari 2002.
Ia mengaku prestasi akademik yang diraihnya, tentu membanggakan kedua orangtuanya, terlebih sang ibunya, lantaran menurut dia, sosok ibunya memang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar. Untuk itu, sebagai anak perempuan yang meraih gelar sarjana, setidaknya ikut membuat sang ibunya bangga.
"Saya sadari bahwa ibu saya memang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar, untuk itu sebagai anak perempuan saya harus meraih gelar sarjan agar mampu menjawab impian kedua orangtua, terlebih mampu membuat ibu senyum bangga," akunya.
Dirinya merasa bangga atas prestasi akademik yang diraihnya, sehingga bertekad untuk tetap melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Sebab, menurut dia, pendidikan merupakan investasi penting untuk masa depan.
Alumni MA Nurul Huda Gotalamo Pulau Morotai ini, mengungkapkan, salah satu kunci ia meraih prestasi akademik adalah giat belajar dan rajin menjalankan ibadah. Selain itu, menurut dia, di balik kesuksesan setiap anak, tentu tak terlepas dari do'a orangtua.
Sosok yang jatuh cinta pada dunia kepenulisan ini, dalam menjalani aktivitas selama berada di IAIN Ternate, memang tak pernah lupa pada pesan dan motivasi kedua orangtuanya.
Untuk itu, ia meyakini jika setiap anak yang selalu mengingatkan pesan moral yang disampaikan orangtua, praktis mendorong mereka untuk meraih impiannya.
"Bangga sih iya, yang jelas bahwa saya berharap ke depan adik-adik saya di prodi PIAUD dapat meraih prestasi akademik yang jauh lebih baik dari saya, karena dari prestasi akademik-lah, kita dapat membuat kedua orangtua senyum bangga," pungkasnya.
Sebagai anak yatim, perjalanan Ningsi Hi Hama tentu jauh berbeda dengan mahasiswa kebanyakan. Gadis kelahiran Tasiti Sulawesi Tenggara, 9 April 2003 ini, punya kisah yang beragam menyertai perjalanannya hingga meraih gelar sarjana di IAIN Ternate.
Lahir dan besar di Sulawesi Tenggara, namun profesi sang ayah sebagai seorang nelayan membuat ia menetap di desa Kolorai pulau Morotai. Ia mengisahkan, sejak menamatkan pendidikan dasar pada sekolah SDN Tasiti Kecamatan Tiworo Utara, Sulawesi Tenggara, kemudian ia bersama ibunya dan kakaknya diboyong sang bapaknya ke pulau Morotai.
Ia menuturkan sebuah kisah yang sangat mengharukan adalah, saat hendak mendaftarkan diri ke IAIN Ternate, sang ayahnya terlebih dulu berpulang. Walaupun hanya menyisakan sang ibu sebagai penyemangat, namun asa menempuh pendidikan ke jenjang perguruan tinggi tak pernah pupus.
Kondisi inilah, yang ikut mendewasakan ia tak kala berada di IAIN Ternate. Ia mengatakan walaupun menjalani perkuliahan di IAIN Ternate dan mendapat beasiswa kartu Indonesia pintar-kuliah (KIP-K).
Namun, ia tak bergantung sepenuhnya pada beasiswa, untuk itu ia tetap memanfaatkan waktu untuk mengais rezeki sebagai tambahan ongkos hidup selama menempuh pendidikan di IAIN Ternate.
"Kakak saya sangat men-support agar saya meraih gelar sarjana, sehingga ia membeli sebuah kulkas mini hemat Listrik dan menaruh di kamar saya, tujuannya agar saya manfaatkan kulkas tersebut untuk berjualan air es isi ulang kepada sesama penghuni kontrakan," katanya, Jumat (26/4/2024).
Menurut dia, bukan hanya jualan air es isi ulang, melainkan ia juga menjual beragam cemilan dan supermi serta telur.
Dengan berjualan, ia tidak lagi bergantung pada sang ibu, terlebih ia terbantukkan dengan beasiswa KIP-K.
"Saya bersyukur dan bangga, lantaran saya mendapat beasiswa KIP-K, sehingga dapat mengurangi beban ibu, walaupun kerap kakak memberi uang untuk keperluan makan dan minum, tapi dengan beasiswa saya dapat membayar uang kontrakan, sehingga tidak lagi mengharapkan kepada ibu." Ujarnya.
Sadar bahwa jika tidak giat belajar, praktis sewaktu-waktu beasiswanya akan berpinda ke orang lain, apabila IPK-nya menurun. Maka, ia pun terdorong untuk giat belajar, hingga dinilai sebagai mahasiswi berprestasi pada tadris Biologi dan lulus seleksi menjadi asisten dosen.
Kini, alumni SMAN 1 Pulau Morotai ini, mengukir prestasi akademik sebagai salah satu mahasiswi yang menuntaskan pendidikan dengan hanya membutuhkan waktu 3,7 tahun.
"Pesan ibu yang menguatkan saya adalah, ketika dia berkunjung ke Ternate, dia bilang ingat perjuangan bapak, jadi harus giat belajar agar cepat lulus kuliah," kenangnya
Kisah perjuangan Ningsi Hi Hama meriah gelar sarjana di IAIN Ternate, hampir sama persis dengan Dian Rahma Sidi Umar, yakni berkuliah sambil berjualan untuk mengais rupiah sebagai tambahan beban hidup sepanjang menjalani perkuliahan.
Jika Ningsi sebagai anak yatim, namun Dian Rahma masih memiliki orangtua lengkap. Namun, Dian Rahma tak mau bergantung seutuhnya kepada kedua orangtuanya, karena sejak berada di semester satu ia mendapat beasiswa KIP-K, ia sisipkan sebagian sebagai modal untuk berjualan online.
Menurut dia, selain tidak bergantung sepenuhnya kepada orangtua, di sisi lain, ia inggin tunjukkan bahwa dengan melatih jiwa entrepreneurship, kelak memantiknya untuk menggulirkan bisnis jika telah resmi menamatkan pendidikan tinggi.
Sebagai mahasiswi berpretasi, ia juga menjalani aktivitas di kampus seperti Ningsi Hi Hama, yakni saat ia mengikuti tes untuk menjadi asisten dosen dan berhasil lulus. Dengan pengalaman yang didapatkan sepanjang menjadi asisten dosen, menurut dia menjadi modal berharga jika kelak menyandang status sebagai seoarang pendidik.
"Yang pasti, dari pengalaman tersebut, membuat saya terdorong untuk belajar agar kelak saya bisa tampil seperti dosen-dosen saya di tadris Biologi," kata Dia, seraya mengaku sangat terinspirasi dari sosok Dr Astuti Muhammad Amin.
Selain tampil sebagai asisten dosen, Dian mengungkapkan bahwa selama berkuliah, ia sangat tertarik pada organisasi, sehingga terdorong ia untuk bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat IAIN Ternate.
"Kalau di HMPS memang kami sering membuat kegiatan, selain itu juga terlibat pada kegiatan HMI," ucapnya.
Dian mengaku, selama menjalani perkuliahan di IAIN Ternate, ia memang jarang untuk kembali pulang ke kampung halamannya, lantaran kerap dinasehati orangtua, bahwa harus mengusung keseriusan kuliah.
"Ibu sering pesan, harus serius kuliah, biar cepat raih gelar sarjana," tutur gadis kelahiran Seki Galela, Halmahera Utara, 20 April 2002.
Kini, ia dapat menuntaskan impian kedua orangtuanya, terlebih ia lulus kuliah dengan meraih predikat pujian (Cumlaude). Selain itu, sebagai anak tertua, menurut dia, dengan raihan gelar sarjana, dapat membuka jalan bagi kedua adiknya untuk menempuh pendidikan tinggi seperti dirinya.
"Semoga gelar sarjana yang saya raih ini, dapat menginspirasi dan menjadi motivasi bagi adik-adik saya, agar kelak mereka juga meraih gelar sarjana," katanya mengakhiri. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H