Ia mengaku prestasi akademik yang diraihnya, tentu membanggakan kedua orangtuanya, terlebih sang ibunya, lantaran menurut dia, sosok ibunya memang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar. Untuk itu, sebagai anak perempuan yang meraih gelar sarjana, setidaknya ikut membuat sang ibunya bangga.
"Saya sadari bahwa ibu saya memang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar, untuk itu sebagai anak perempuan saya harus meraih gelar sarjan agar mampu menjawab impian kedua orangtua, terlebih mampu membuat ibu senyum bangga," akunya.
Dirinya merasa bangga atas prestasi akademik yang diraihnya, sehingga bertekad untuk tetap melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Sebab, menurut dia, pendidikan merupakan investasi penting untuk masa depan.
Alumni MA Nurul Huda Gotalamo Pulau Morotai ini, mengungkapkan, salah satu kunci ia meraih prestasi akademik adalah giat belajar dan rajin menjalankan ibadah. Selain itu, menurut dia, di balik kesuksesan setiap anak, tentu tak terlepas dari do'a orangtua.
Sosok yang jatuh cinta pada dunia kepenulisan ini, dalam menjalani aktivitas selama berada di IAIN Ternate, memang tak pernah lupa pada pesan dan motivasi kedua orangtuanya.
Untuk itu, ia meyakini jika setiap anak yang selalu mengingatkan pesan moral yang disampaikan orangtua, praktis mendorong mereka untuk meraih impiannya.
"Bangga sih iya, yang jelas bahwa saya berharap ke depan adik-adik saya di prodi PIAUD dapat meraih prestasi akademik yang jauh lebih baik dari saya, karena dari prestasi akademik-lah, kita dapat membuat kedua orangtua senyum bangga," pungkasnya.
Sebagai anak yatim, perjalanan Ningsi Hi Hama tentu jauh berbeda dengan mahasiswa kebanyakan. Gadis kelahiran Tasiti Sulawesi Tenggara, 9 April 2003 ini, punya kisah yang beragam menyertai perjalanannya hingga meraih gelar sarjana di IAIN Ternate.
Lahir dan besar di Sulawesi Tenggara, namun profesi sang ayah sebagai seorang nelayan membuat ia menetap di desa Kolorai pulau Morotai. Ia mengisahkan, sejak menamatkan pendidikan dasar pada sekolah SDN Tasiti Kecamatan Tiworo Utara, Sulawesi Tenggara, kemudian ia bersama ibunya dan kakaknya diboyong sang bapaknya ke pulau Morotai.