"Perpustakaan menyimpan energi yang memicu imajinasi. Perpustakaan membuka jendela ke dunia dan menginspirasi kita untuk mengeksplorasi dan mencapai, dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup kita." - Sidney Sheldon
Kata-kata sang novelis asal Amerika tersebut, sangat menginspirasi bagi para pegiat literasi. Hal ini saya rasakan sendiri, saat ditempatkan sebagai tenaga administrasi di perpustakaan pusat IAIN Ternate pada 2019 lalu sampai saat ini. Seperti disebut mendiang Sidney Sheldon [energi yang memicu imajinasi]. Tentu energi yang dimaksud tersebut adalah energi yang bersumber dari buku bacaan yang tersedia di perpustkaan.
Bagi mereka yang enggan jatuh cinta pada dunia literasi, tentu mempersepsikan bahwa perpustakaan tak lebih hanya sebagi tempat menyimpan buku. Sehingga, terkadang setiap pegawai non-pustakawan yang ditempatkan pada perpustakaan tentu merasa "frustasi". Karena tidak familiar dengan dunia literasi.
Terlebih, pada Perguruan Tinggi, kerap ada yang berkelakar perpustakaan adalah [tempat buangan] bagi mereka yang malas dan lain-lain. Sementara bagi para pegiat literasi, jika menjalani aktivitas di perpustakaan, dinilai sebagai tempat terbaik dan mendatangkan manfaat yang sagat banyak.
Walaupun semasa kuliah dulu, saya gemar membaca dan berdiskusi, namun sejak menggeluti pekerjaan dengan membutuhkan konsentrasi level tinggi, di unit keuangan, membuat waktu saya tersita pada administrasi perkantoran, sehingga jarang menyentuh buku. Terlebih, mulai jatuh cinta dengan dunia fotografi, memaksa lebih intens memegang kamera dan selalu fokus berada depan aplikasi photoshop.
Kondisi inilah perlahan-lahan mengikis semangat membaca dan lebih giat menghasilkan karya fotografi. Saat itu, jika membaca buku, hanya buku bertema fotografi. Jadi, ratusan buku yang tersimpan di dalam kamar hanya seperti hiasan tanpa makna.
Karena jarang membaca buku, sehingga saat diskusi dengan mahasiswa pun kerap saya merasa terjebak dengan sindrom low self esteem. Sebab, hanya menjadi pendengar setia, lantaran ingin menyampaikan pandangan tentang sebuah topik pun, terkadang "takut" dibantah dengan informasi-informasi terbaru yang telah dikonsumsi teman-teman mahasiswa.
Padahal, terkadang saya berpikir apa sih yang kurang dari saya, dulu gemar membaca, bahkan disebut aktivitis, karena kerap terlibat pada aksi massa seperti para aktivis pada umumnya.
Itu semua bermula dari lebih giat menekuni dunia fotografi, sehingga dari 2009-2018 jarang membaca buku. Saat itu, saya kembali mengingat kata-kata yang diucapkan imam Masjid Al-Islah, kelurahan Tanah Abang, kota Tidore Kepulauan, mendiang Ustad Jafar, katanya bekerja di birokrasi, jika kita malas membaca, maka ilmu kita akan "mati."
Kata tersebut beliau sampaikan kepada saya kala usai salat subuh di masjid Al-Islah. Ketika itu, semasa menempuh pendidikan pada SMKN 1 Soasio, kota Tidore Kepuluan dan selama dua tahun menjadi penjaga masjid Al-Islah, sehingga kami kerap bertukar pikiran seusai salat.
Syahdan, tahun 2019 lalu ketika saya ditempatkan di perpustakaan pusat IAIN Ternate, saya merasa kembali mendapat suntikan energi, terlebih ditugaskan pada ruang referensi dan koleksi deposit.
Ruang Referensi merupakan tempat penyimpanan koleksi-koleksi terbaik dan dianggap langka, sementara pada ruang koleksi deposit meyimpan disertasi, tesis, skripsi, hasil peneltian, jurnal, majalah, koran dan sejenisnya.
Karena pernah di-nutmeg teman mahasiswa, lantaran kurang update informasi terbaru. Maka, saat hari pertama di perpustakaan, saya mulai membuat planning: bahan bacaan seperti apa yang menjadi prioritas untuk dikonsumsi saat waktu senggang, dan setelah membaca saya harus fokus menulis.
Perlahan-lahan mulai jatuh cinta pada buku. Karena saking jatuh cinta pada buku, seperti kata Sidney Sheldon, perpustakaan menyimpan energi yang memicu imajinasi, maka selain giat membaca, satu persatu tulisan saya hasilkan, sehingga tanpa disadari mulai [melupakan] rutinitas sebagai fotografer.
Kondisi inilah memaksa saya rajin bekerja. Sebab, rasa haus akan ilmu pengetahuan, karena di perpustakaan tersimpan puluhan ribu bahan pustaka, dengan jumlah puluhan ribu lebih beragam judul buku. Jadi, sangat rugi jika tidak memanfaatkan waktu untuk membaca.
Bahkan, saking ketagihan membaca, sehingga kala kembali pulang ke rumah. Pada malam hari, saya kerap memanfaatkan waktu untuk membaca buku dan menulis. Untuk itu, pada saat hari libur pun enggan keluar rumah -- lebih intens membaca. Karena, selalu memanfaatkan waktu untuk membaca buku di rumah, seorang teman bahkan berkelakar bahwa saya mulai jarang bergaul.
Sebenarnya, bukan malas bergaul, tetapi saya tetap manfaatkan waktu di rumah semaksimal mungkin untuk belajar. Dan, hal ini pun diikuti putri saya. Sehingga, nuansa perpustakaan juga sangat terasa di rumah.
Lantaran mulai kecanduan terhadap buku, membuat saya sangat jatuh cinta pada perpustakaan, karena di perpus-lah menyimpan jutaan energi yang memicu selalu tumbuh imajinasi dan menghadirkan semangat untuk menulis.
Salah satu alasan di balik kecintaan saya terhadap perpustakaan, karena selain bekerja melayani mahasiswa, membuat saya lebih produktif. Selain itu, ada beban moril sebagai alumni di IAIN Ternate untuk membangun semangat membaca untuk kalangan mahasiswa.
Untuk itu, pada jumat (13/1/2023) lalu, saat mendapat Surat Keputusan (SK) mutasi ke Sub Bagian Tata Usaha, Perlengkapan dan Rumah Tangga. Saya merasa seakan dunia runtuh, lantaran jadwal membaca buku di perpustakaan pun 'lenyap'. Sebab, walaupun, tetap saja ada waktu untuk membaca, namun tak lagi leluasa seperti bertugas di perpustakaan.
Sejak menjalani pekerjaan di perpustakaan, satu hal yang membuat saya merasa termotivasi dan "berkembang" lantaran mendapat begitu banyak ilmu tentang perpustakaan. Walaupun saya sendiri bukan seorang pustakawan, namun pada setiap interaksi saat bekerja, menghadirkan beragama pengetahuan dari teman-teman pustakawan.
Selain itu, keakraban yang dibangun di perpustakaan membuat kami bekerja tanpa beban -- enjoy. Pengalaman-pengalaman yang didapatkan teman-teman pustakawan dan mereka kerap berbagi, membuat saya meneguhkan cinta pada perpustakaan.
Untuk itu, kerap kami berdiskusi soal melaksanakan kegiatan literasi, guna membangkitkan semangat membaca mahasiswa, siswa SMP, SMU dan masyarakat umum di kota Ternate, Maluku Utara. Karena, pada prinspinya kami berkeyakinan pustakawan dan pengelola perpustakaan harus terus menerus menebar virus literasi, agar generasi muda selalu cinta dengan buku.
Hal ini seperti kegiatan yang kami laksanakan pada 2020 lalu, melibatkan siswa SMA Se-kota Ternate. Karena pada hakikatnya, tugas pokok dan fungsi perpustakaan adalah membudayakan minat baca masyarakat. Sehingga, impian terbesar kami adalah selalu tampil sebagai garda terdepan dalam mengedukasi para siswa, agar mereka pun berperan dalam menumbuhkan minat baca di tengah-tengah masyarakat.
Karena belajar bersama, maka dalam tiga tahun belakangan, menurut saya banyak hal-hal positif yang saya potret. Dan membuat saya semakin jatuh cinta pada dunia literasi dan perpustakaan. Terlebih, ide-ide brilian yang digulirkan kepala perpustakaan pusat IAIN Ternate, Nuaren Ahmad, S.Ag, S.IP, M.Si dan dua teman pustakawan, Isji Hardi, A.Md, S.Sos dan Sudian Hadi, S.Sos, memberi kesan positif bahwa jika ingin anak-anak jatuh cinta dengan buku, maka harus mulai lah dari lingkungan keluarga, agar kelak virus gemar membaca dari anak-anak bisa menjangkiti orang lain, sehingga mereka pun gemar membaca.
Dari belajar bersama, dan kerap bertukar pendapat di perpustakaan. Memunculkan satu ide yang tertancap kuat dalam ingatan saya, bahwa untuk menumbuhkan minat baca masyarakat, maka terobosan penting yang harus dilakukan adalah sedekah (hibah) buku, kepada kelompok literasi. Sebab, selain ikut menumbuhkan minat baca, di sisi lain, buku yang kita hibahkan adalah sebagai amal zariyah untuk kita.
Sebab, persoalan semacam ini kurang mendapatkan perhatian. Bayangkan, jika setiap pegawai menghibahkan sedikitnya 5 (lima) buku pada kelompok literasi, maka dapat dipastikan berapa ratus buku yang dikantongi kelompok literasi pada satu desa atau kelurahan. Begitu pun hal yang sama dilakukan pada kelompok literasi di desa lainnya.
Untuk itu, jika hal semacam ini menjadi perhatian, maka minat baca pasti tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat, dan berdampak positif pada generasi penerus bangsa. Selain itu, setidaknya hal ini ikut mensukseskan program pemerintah yakni Gerakan Literasi Nasional (GKN). Dan tentunya, jika minat baca masyarakat tumbuh dengan baik, praktis mengikis hoaks dan hal-hal negatif yang tersebar di dunia digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H