Pada suatu kesempatan, kala berlangsungnya perkuliahan, dan waktu menunjukkan pukul 15 tepat, saya bersama dua teman: Bahrun Mustafa, dan sang guru Abd Rauf Lasuhu, membelokkan diskusi ke tema soal poligami, tujuan kami memang sengaja membuat ruang kuliah riuh, lantaran ada sebagian yang mulai ditampar rasa ngantuk.
Sontak, kami bertiga diserang habis-habisan oleh mereka yang anti terhadap poligami, khususnya teman-teman perempuan, berbagai dalih disampaikan untuk membungkam mulut kami, terlebih sosok ibu Sahnia Syukur, yang sangat menentang jika ada seorang suami menikah lagi.
Ha...ha...ha, asyik, akhirnya terjebak juga, bahkan ketika mereka semuanya membantah argumen kami, mereka pun "menyandera" dosen kami, (alm) Dr H Sulaiman L. Azis, M.Si mengeluarkan argumen untuk membungkam kami, namun bukannya mendapat pembelaan, kami pun oleh dosen diberi kebebasan untuk berekspresi sesuai pandangan masing-masing. Sontak kami bertiga berseloroh dengan sindiran-sindiran ilmiah yang mematikan.
Begitulah, suasana di dalam ruang kuliah maupun di WAG, keakraban kami ini, akhirnya menyatukan kami seperti kerabat dekat, dengan perhatian layaknya hidup se-rumah. Bahkan, oleh salah satu dosen kami, dikatakan selama perkuliahan pada program pascasarjana di IAIN Ternate, angkatan kami paling terheboh sepanjang sejarah perjalanan pascasarjana IAIN Ternate.
Heboh, bukan berkonotasi negatif, tapi kala digelar diskusi, terlebih presentasi makalah, semuanya ambil bagian dalam menyampaikan argumen yang memperkuat materi yang disampaikan oleh teman kami dalam pembahasan makalah.
Tak pelak, suasana seperti ini pun diselipkan gelak tawa yang menghidupkan suasana. Bahkan, dari saling "balas pantun" di kelas, melahirkan istilah "entahlah" jika seseorang mulai terlihat tak bisa melancarkan argumen untuk membantah, pandangan dari teman lainnnya.
Selain keheboan dalam ruang kelas, pemandangan tak seru lainya dan selalu berkesan adalah kekompakan berlanjut pada warung makan bahkan restoran mahal, momen seperti ini memang jarang terlihat pada kelas lainnya.
Dan, bukan hanya kami -- sesama mahasiswa, melainkan kami pun kerap mengajak dosen untuk terlibat, walaupun tak jarang ada yang menolak dengan alasan kesibukan, namun kondisi ini, semakin memupuk kebersamaan kami, hingga kami dapat menyelesaikan studi tepat pada waktu -- berkat saling support dan terus mengingatkan antarsesama.
Rentetan suasana yang menjurus pada jalinan keakraban, puncaknya pada Minggu (28/7) siang, pada salah satu restoran mewah di kecamatan kota Ternate Tengah.
Sejak berlangsungnya wisuda Sabtu (27/7) kemarin, kami saling mengingatkan untuk melangsungkan acara makan bareng, yang semula diinisiasi oleh salah satu teman kami, yang juga selaku Pejabat pada Kanwil Agama Maluku Utara, juga menjabat sebagai ketua Nahdlatul Ulama (NU) kota Ternate, Abdurahman Muh. Ali.
Bagi kami, beliau termasuk sosok pejabat Low Profile, dan tentunya berhati baik. Walaupun sebagai pejabat penting di lingkup Kemenag Provini Malut, namun hal itu tak lantas membuat ia merasa lebih dari kami. Namun, yang ia tunjukkan adalah semangat kebersamaa antarsesama mahasiswa.